Saturday, March 10, 2012

Reengineering The Corporation (2)

{lanjutan}

Kadang-kadang, efisiensi suatu bagian perusahaan membebani biaya
efisiensi perusahaan secara keseluruhan. Sebuah pesawat milik
perusahaan penerbangan besar Amerika suatu sore terpaksa mendarat di
bandara A untuk suatu perbaikan, tetapi mekanik terdekat yang memenuhi
syarat untuk melakukan perbaikan itu bekerja di bandara B. Manajer
bandara B menolak mengirim ahli mekaniknya ke bandara A sore itu
karena setelah menyelesaikan perbaikan mekanik tersebut harus menginap
di hotel, dan biaya hotel mestinya masuk ke anggaran B. jadi, mekanik
baru dikirm ke bandara A esok paginya, sehingga memungkinkannya
memperbaiki pesawat dan kemudian kembali lagi pada hari yang
sama. Pesawat seharga berjuta-juta dolar diam menganggur, dan
perusahaan kehilangan beratus-ratus dari ribuan dolar penghasilannya,
tetapi manajer B tidak terkena rekening biaya hotel $100. Manajer B
tidaklah bodoh, tidak pula ceroboh. Dia melakukan dengan tepat apa
yang seharusnya dilakukannya: mengontrol dan meminimalkan pengeluarannya.

Pekerjaan yang membutuhkan kerja sama dan koordinasi dari beberapa
departemen yang berbeda dalam sebuah perusahaan sering menjadi sumber
masalah. Ketika para pengecer mengembalikan barang-barang yang tak
terjual sebagai piutang kepada sebuah perusahaan penghasil produk
konsumsi terkenal, tiga belas departemen ikut terlibat. Bagian
penerima menerima barang, gudang menerimanya untuk disimpan, manajemen
persediaan memperbarui catatannya untuk mencatat penerimaan itu,
bagian-bagian promosi menentukan berapa harga barang-barang yang
terjual, akuntan penjualan menyesuaikan komisi, akuntan umum
memperbarui catatan keuangan, dan seterusnya. Namun tak ada satu pun
departemen yang secara khusus bertugas menangani pengembalian
tersebut. Bagi masing-masing departemen yang terlibat,
pengembalian merupakan gangguan yang berprioritas rendah. Tidak
mengherankan kesalahan-kesalahan sering terjadi. Barangbarang
pengembalian akhirnya "hilang" di gudang. Perusahaan membayar komisi
untuk barang-barang yang tak terjual. Lebih buruk lagi,
pengecer-pengecer tidak mendapatkan piutang yang mereka harapkan, dan
mereka menjadi marah, sehingga secara efektif menggagalkan semua usaha
penjualan dan pemasaran.

Pengecer-pengecer yang kecewa enggan mempromosikan produk-produk baru
perusahaan itu. Mereka juga menunda membayar rekening mereka, dan
sering hanya membayar apa yang mereka anggap hutang setelah memotong
biaya pengembalian. Ini menyebabkan departemen piutang dagang menjadi
kacau, karena para pelanggan menemukan ketidaksesuaian faktur perusahaan.
Akhirnya, perusahaan menjadi gampang menyerah, tidak mampu melacak apa
yang sebenarnya terjadi. Perkiraan biaya-biaya dan rugi tahunannya
dari pengembalian barang dan masalah-masalah yang ditimbulkannya saja
mencapai sembilan angka. Dari waktu ke waktu, manajemen perusahaan
telah berusaha memperketat proses pengembalian yang bertele-tele ini,
namun ini tidak akan membuat departemen-departemen bekerja dengan
baik, lebih cepat daripada tumbuhnya masalah-masalah baru lainnya.

Bahkan jika pekerjaan yang dilakukan kemungkinan mempunyai dampak
besar pada jalur bawah, perusahaan-perusahaan sering tidak mempunyai
seorang yang bertanggung jawab. Sebagai bagian dari proses perijinan
pemerintah untuk obat-obatan bari yang dijual bebas misalnya sebuah
perusahaan farmasi membutuhkan hasil studi lapangan pada tiga puluh
orang pasien yang selama seminggu mengkonsumsinya. Untuk memperoleh
informasi ini, membutuhkan waktu dua tahun. Ilmuwan perusahaan
perusahaan menghabiskan empat bulan untuk merencanakan studi tersebut
dan menentukan jenis data yang harus dikumpulkan.

Sebenarnya untuk perancangan studi hanya rnembutuhkan dua minggu,
tetapi untuk mendapatkan ilmuwan-ilmuwan lain gura memeriksa ulang itu
membutuhkan empat belas minggu. Kemudian, seorangg dokter menghabiskan
dua bulan dalam menjadwal dan memimnpin wawancara untuk merekrut
dokter-dokter lain yang akan rnengidentifikasi pasien-pasien yang
tepat dan yang benar-benar akan menangani obat percobaan tersebut.
Meminta ijin rumah sakit yang terlibat membutuhkan sebulan, sebagian
besar habis untuk menunggu jawaban. Para dokter yang melaksanakan
penelitian selama seminggu tersebut dibayar di muka, jadi mereka
tidak mempunyai insentif untuk mempercepat tugas mereka.
Mengumpulkan catatan-catatan yang dibuat oleh dokter-dokter tersebut
memerlukan waktu dua bulan. Kemudian, pelaksana studi mengirim
catatan-catatan sebagai masukan data, di mana kesalahan yang ditemukan
mencapai sekitar 90%-nya. Kemudian mereka dikembalikan lagi pada
perancang protokol, yang mengirirnkan data tersebut ke pelaksana
studi, yang mengembalikan mereka ke dokter, yang mencoba memperbaiki
kesalahan-kesalahan tersebut. Sebagai hasil dari proses studi lapangan
itu sendiri (bukan proses perizinan pemerintah), perusahaan tersebut
kehilangan laba selama hampir dua tahun, jutaan dolar dari nilai obat
ini, seperti juga pada produk-produk lainnya. Masih saja sampai
sekarang, tak seorang pun pada perusahaan itu yang mempunyai tanggung
jawab penuh dalam pelaksanaan studi-studi lapangan.

Sumber : Buku Rekayasa Ulang Perusahaan (Reengineering The Corporation)
Michael Hammer & James Champy

No comments:

Post a Comment

Related Posts