Sunday, March 25, 2012

Surabaya Study Group

Untuk melihat lebih banyak dan lebih detail tentang Surabaya Study Group silahkan klik ke http://surabayastudygroup.blogspot.com/

-------------------------------

Apa Itu IPOMS & Studi Grup?


APICS 
Old : American Production and Inventory Control Society
New : Association for Operations Management Advancing Productivity, Innovation and Competitive Succes


IPOMS
Indonesian Production and Operation Management Society - organisasi nir laba.
Komunitas Manajemen Produksi dan Operasi Indonesia


GSS
Grup Studi Surabaya


Gabung milis IPOMS Surabaya melalui web site 
http://finance.groups.yahoo.com/group/Surabaya-IPOMS/ 
atau mengirim email ke 
Surabaya-IPOMS-subscribe@yahoogroups.com 


----------------------


IPOMS dengan Study Group adalah sebuah komunitas non profit yang bertujuan untuk memajukan SDM dan Industri di Indonesia. 


Komunitas ini secara berkala melakukan belajar bersama mengenai berbagai topik yang berhubungan dengan Production & Operations Management.


Proses belajar bersama ini biasanya akan dibimbing oleh para pakar yang memang sangat menguasai bidangnya masing masing.


Sumber pembelajaran memang dapat diperoleh dari mana saja tidak harus di sekolah formal, IPOMS ini telah menjadikan proses pembelajaran itu menjadi menarik karena anda akan bertemu pakar dan anggota yang saling berbagi.


Topik yang sering diungkapkan adalah masalah manajemen kualitas yang mana dapat dipalikasikan diseluruh bidang usaha / bagian organisasi anda. Jka anda tertarik, silahkan untuk bergabung dengan milis IPOMS, kami yakin banyak manfaat yang dapat anda peroleh.

http://surabayastudygroup.blogspot.com/p/apa-itu-ipoms-studi-grup.html

Saturday, March 24, 2012

Manajemen Pergudangan

Manajemen Pergudangan adalah suatu sistem dari bahagian aktivitas Logistik.
Manajemen pergudangan mencakup kegiatan dari mulai penerimaan,penyimpanan,pemeliharaan dan pengeluaran barang dengan tata cara/prosedur yang baku agar selalu up to date(accountable,auditable and controlabel).

Sinopsis Buku "Warehouse Check up"

*Judul buku* : Warehouse Check up
Penulis : Ahmad Arwani R
ISBN: 979-442-258-4
Penerbit: ppm manajemen

sinopsis :
Menjadikan Gudang sebagai Keunggulan Kompetitif Melalui Audit Menyeluruh
Gudang apa pun isinya, sebenarnya tetap isinya uang. Seringkali masalah 
gudang tidak terdeteksi, akibatnya uang terhambur tanpa terasa. Buku ini 
sangat membantu kita menilai kondisi gudang kita. Dengan memiliki hasil 
audit gudang, maka kita bisa melakukan perbaikan lebih cepat, sehingga 
pemborosan dapat terhindarkan.
Andi Ilham, Ph.D.
Direktur Penerbit PPM

Buku yang wajib dibaca oleh orang gudang karena akan mengubah paradigma 
bahwa pekerjaan audit bukan tanggung jawab bagian keuangan semata.
Aji Sigono
Kadiv. Logistics PT Acer Indonesia

Sebuah buku yang lahir dari pengalaman praktisi yang mumpuni di bidang 
manajemen logistik, sehingga mampu menjelaskan secara sederhana tapi 
komprehensif dan detil mengenai manajemen logistik. Penjelasan yang 
lengkap mulai dari konsep dasar, implementasi, teknologi, tingkat 
layanan sampai pada langkah strategis terkait managemen logistik 
disajikan dengan bersahaja dan dapat mudah dimengerti. Sangat bermanfaat 
baik bagi pembaca yang baru mengenal manajemen logistik, maupun bagi 
pembaca yang sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman manajemen 
logistik, dan ingin membangun operasional manajemen logistik yang sehat, 
kuat, dan memberikan kontribusi strategis bagi perusahaan.
Ir. David Satyawan, MBA
Quality Center Manager
Binus University

Key role of Supply Chain Manager

Tujuan utama dari memanage Supply Chain adalah bagaimana perusahaan dapat
mencapai tujuan menyiapkan produk dalam jumlah yang tepat, pada saat yang
tepat, dilokasi yang tepat, dengan kondisi/kualitas yang tepat, bagi
pelanggan yang tepat, dan semua itu dengan biaya yang tepat (sering kali
adalah yang paling cost efficient). 

Untuk mencapai hal tersebut harus melakukan Demand Planning yang sempurna,
Strategi sourcing yang tepat, Strategi produksi yang paling ekonomis dan
timely, dan strategy distribusi yang cost efficient. 

Keempat fungsi tersebut adalah inti dari Supply Chain. Tergantung dari
pimpinan bagaimana mau mengorganisir fungsi tersebut. Bisa saja dibebankan
kepada COO, bisa juga dirangkap oleh CEO (kalau perusahaannya tidak terlalu
besar), bisa saja ada Supply Chain Director, dan bahkan bisa saja dibebankan
kepada HRD bilamana perusahaannya adalah perusahaan jasa (tidak menghasilkan
produk). 

Kalau Logistics lebih mengacu pada taktik eksekusi dari strategi supply
chain yang sudah ditentukan di atas. Levelnya bisa Direktur (kalau
perusahaan besar) atau sekedar 'staff logistik' untuk perusahaan yang kecil.


sumber : milis Asosiasi Logistic Indonesia

Replenishment


Replenishment memiliki arti umum, sperti yang bapak sebutkan itu. Jika jik amenggunakan arti umum, maka tidak ada bedanya kata mana kita menggunakan, misalnya refill, restock relocate. Kita menggunakan kata replensihment (continous replenishment) dalam arti istilah specific, yaitu sebagai "metode" pengisian ulang. 

Untuk item "normal" moving, bisa, asalkan dapat mengantispasi potensi return atau unsold yang nantinya harus potong harga (markdown), padahal ditempat lain item itu tidak  ada.  "Slow" moving tidak bisa begitu, walau pengirman dengan item normal dan slow bisa bersaaman.

Baik Normal amupun slow, perlu evaluasi beberapa hal sebelum pengisian ulang (refill), termasuk shelve life, shelve space, warehouse space, item value, item application, dan prioritas refill
pada berbagai stock point dari stock yang ada, dll. Kemungkinan item slow ditempatkan pada 1 lokasi saja (inventory pool). Pengisian bisa bertingkat atau pengiriaman langsung ke end-users.

Untuk yang normal dan yang slow, waktu yang tersedia untuk evaluasi dan issue PO dan DO cukup. 

Untuk lebih dalam tentang Metode Replenishment, saya anjurkan membaca buku:
1. Living Supply Chains (John Gatorna)
2. Supply Chains; A Manager's Guide (David Taylor)
Salam,
Hendy Sitompul
Big 5 Consulting

sumber : milis Asosiasi Logistic Indonesia

Friday, March 23, 2012

Top 10 Supply Chain Jokes

Top 10 supply chain jokes. Apologies in advance if you find this 
offensive. I do believe there is value in forecasting… 

1. What do you get if you play a supply chain country song backwards? 
You get your revenue back, you get your margin back, you get your 
on-time delivery back… 

2. How many supply chain planners does it take to change a light 
bulb? None, the light bulbs are late. 

3. What's the difference between big foot and an accurate 
forecast? Big foot has been sighted. 

4. Why is it better to have a woman as the buyer? Because a male 
buyer will pay $2 for a $1 item he needs. 

5. Why is it better to have a man as the buyer? Because a female 
buyer will pay $1 for a $2 item she doesn't need but is on sale. 

6. The easiest way to find that missing inventory is to place a new 
PO. 

7. Demand forecasters are like Slinkies. Not really good for 
anything, but you still can't help but smile when you see one tumble 
down the stairs. 

8. Employer: "For this buyer's job, we need someone who is 
responsible." 
Applicant: "I'm the one you want. In my last procurement job, 
every time there was a problem, they said I was responsible." 

9. If you're a supplier and you think nobody cares if you're 
alive, try missing a couple of delivery dates. 

10. There are two theories to getting an accurate forecast. Neither 
one works. 

Dead Stock

Ijinkan saya memberi pencerahan. Secara umum "inventory" untuk orang finance merupkan satu "asset". Akan tetapi untuk kita di jurusan operasi harus menganggapnya satu "liability" karena tiap satu unit inventory yang disimpan tidak mempunyai nilai (value). Karena inventory yang disimpan dan tidak dijual menaggung kos - opportunity cost. Kalo tidak disimpan, opportunity cost nya dlm bentuk interest yang bisa dapet apabila wang itu diinvestasi di bank. Kalo bicara slow moving atau regular inventory maka cost of money akan terikat sampei waktu stok itu dapet dijual. Akan tetapi kalo dead stock, itu akan mendatangkan kos yang lebih tinggi dan merupakan risiko obsolosence dlm mana kos nya akan masuk obsolesence cost, dan lain kos lagi yang terkait termasuk write down kos apabila stok itu mati terus dan harus di buang atau dijual below cost of good sold (COGS) nya. 

Garis ukur stok tersebut sebelum kita deklarasi skrap tergantung dasar policy organisasi masing masing. Garis umum: apabila stok itu dirancang sudah tentu perancanaan itu di buat atas pertimbangan lakunya stok itu - fast mover, medium atau slow mover? Yang harus hati2 adalah medium dan slow mover oleh karena stok tipe ini mengandung risiko obsolesence. 

Semoga teman teman lain dapet memberi pencerahan seterusnya.

Salam
Ramlee

Sumber : milis Asosiasi Logistic Indonesia

AUDIT : Antara Mengapa dengan Bagaimana?

Sebagian besar perhatian kita terhadap proses audit pada umumnya telah difokuskan pada "bagaimana" tetapi, yang sebenarnya adalah "mengapa?" Audit operasi bagaimanapun sangat sulit untuk di lakukan. Memang, ada yang mungkin percaya bahwa ada cukup potensi hasil untuk membenarkan upaya tersebut. Sama seperti orang sakit, gudang memiliki kemampuan untuk tergelincir ke dalam kesulitan. Biasanya, masalah tidak mogok tiba-tiba, tapi merayap hampir tak terlihat, dan dan sering membutakan kita dari membuat sesuatu untuk memperbaiki. Kemerosotan hubungan pelanggan adalah salah satu contoh masalah yang sangat sulit untuk mendeteksi sampai terlambat dan merusakan. 

Manajemen mencari benchmark, atau standar, dan ini sering belum didirikan karena pengukuran belum disimpan. Bila pengumpulan data menjadi bagian proses audit, maka mudah untuk membuat dan merevisi standar kinerja. Manajemen ingin terus menerus meningkatkan profitabilitas, tetapi hanya sedikit orang yang dapat andalkan metrik untuk mengukur profitabilitas operasi gudang. Pengukuran juga berfungsi sebagai data dasar untuk mempertimbangkan teknologi baru. Titik awal pertimbangan sebegitu adalah untuk membuat perkiraan yang wajar dari keuntungan yang akan terjadi jika teknologi baru diperoleh. 

Apabila proses diaudit, Anda akan cenderung untuk mengungkap redundansi dalam bentuk laporan dan tugas yang diberikan. Dengan audit ini kita dapat informasi akan hubungan SDM didalam melakukan kinerja untuk memberi "early warnings" akan berlakunya permasaalahan. 

Kami juga mengaudit sisi fisik bisnis ini: Fasilitas, housekeeping, dan inventory. Proses audit memberikan indikasi awal perkembangannya. 
Ketika kita meneliti "mengapa" dari proses audit, masing-masing 
poin-poin ini akan dipertimbangkan secara lebih rinci.

sumber : Asosiasi Logistic Indonesia

Perbedaan Pergudangan dengan Cross-docking

Perbedaan pergudangan dengan cross-docking:

Cross docking merupakan methode untuk meningkatkan velocity inventori dan mengurangkan biyaya karena melalui cross dock, barang tidak di simpan di dalam gudang (kalau ada hanya sekadar beberapa jam) i.e. apabila sampai, aktiviti receiving, putaway, dan pick, pack dan shipping itu berlaku di sistem dan bukan melalui aktiviti physical. Barang akan langsung di salurkan oleh sistem melalui e.g. sistem conveyor ke shipping dock dimana beberapa truk telah sedia menunggu untuk distribusi selanjutnya. 

Ada bermacam bentuk crossdocking tergantung kepada kesediaan supplier dan juga tahap informasi (atau level of IT). Sebagai contoh, kalau informasi mengenai tujuan spesifik (customer destination) sudah di ketahui supplier sebelum waktu mereka ship, maka supplier akan bisa palletize mengikut customer dan kebutuhun tertentu. Hal seperti ini sangat cocok kerana ia akan memastikan waktu yang cukup pendek di gudang nanti. Tahap IT juga penting untuk memperbolehkan penggunaan bar coding, RFID etc untuk mempercepatkan lead time.

sumber : milis Asosiasi Logistic Indonesia

Demand and Supply Integration: A Key to Improved Supply Chain Performance

By Dr. Theodore P. Stank, Associate Dean for Executive Education and Dove
Professor of Logistics, University of Tennessee April 14, 2011.

Companies have
historically separated the processes used to plan for, and manage, demand from
those used to supply the resources and labor to meet it. The problem with this
business model is that the companies using it are often unable to consistently
ensure that supply meets demand.

Too often, the demand
and supply functions are not synchronized, resulting in a shortage of the
products that customers actually want and/or a surplus of products that are not
wanted. Companies are trapped in a pattern of reacting to the whims of the
marketplace without developing a proactively designed supply capacity

Curiously enough, such
companies often are the victims of their own success – marketing programs that
are not integrated with supply capacity end up creating more demand than the
company can fulfill.

To create a more
efficient and effective business model, companies must acknowledge that they
need to integrate demand and supply systems. At the University of Tennessee, we
call this business model Demand
and Supply Integration, or DSI.

Dell serves as an
early example of successfully implemented DSI.

In 1999, the author
ordered a computer three weeks before Christmas. It was a gift for his sons,
and, as such, he had a very specific time frame in which to receive it. So when
he received a confirmation email stating the computer would be ready on
February 16, 2000, he replied that he needed the computer much earlier.

A service
representative researched the delay and explained that the backlog was due to
the fact that the 400 megahertz Pentium chip he had ordered was particularly
popular. Rather than leaving a customer dissatisfied, the service rep suggested
a way around the supply chain bottleneck. For an additional $50, Dell could
upgrade the Pentium chip and ship the computer within a week. The author
readily agreed, and the computer was received well before December 25. The
customer’s needs had been met and at a price that was reasonable to him.

What did Dell do
right? First they had a system in place enabling customer service
representatives to readily access sales, marketing, and supply chain
information. This system allowed the service representative to do far more than
just “empathize” with the problem. The service rep was able to work with the
customer within the company’s current supply chain limitations and ensure
satisfaction.

How often have you
gone to a store for a specific item only to be told that it will not be
available for a week or more? Frequently that is the only assistance you
receive. You either purchase the product somewhere else or become frustrated
with the delay. Either way, you are less than satisfied with the store’s
service.

Through close
relationships that facilitate information sharing at the system level, DSI
allows companies to serve end-users better. It empowers each member of the
supply chain to develop immediate and appropriate solutions to problems as they
arise. It requires that managers not only focus on their own goals, but also
learn to look to the larger organization (including external supply chain
members such as retailers and end-users) as a whole. Goals must be agreed upon
corporately and worked toward in unity.

One key element of DSI
is development of an integrated sales
and operations planning (S&OP) process to facilitate
systemic information sharing. This provides a formalized procedure to begin
synthesizing a company’s operational plan with its demand plan. The operational
plan consists of manufacturing, procurement, distribution, finance, and related
human resource plans

Operational plans
include such items as monthly production schedules, extended contracts for raw
materials with supply chain partners, and any plans to expand manufacturing
capacity internally and/or with partners. In the demand plan, sales and
marketing determine what should be sold and marketed… and when (given the
supply capabilities of the firm). Demand plans may involve suppressing demand
for products or services that are capacity constrained, or shifting demand from
low- to high-margin items.

Once more, Dell serves
as a model for effective creation and implementation of a sales and operations
planning process to facilitate DSI. In the fall of 2003, California dock
workers organized a strike that brought imports into the largest West coast
ports to a standstill.

While most companies
weather such supply chain disruptions by holding weeks (or even months) of
domestic safety stock, Dell’s business model only provides for a few day’s
supply of product on hand. Regardless, Dell needed to keep end-users happy. To
continue providing product to its customers, Dell was left with only one
option; it had to use expensive air freight to transport supplies from Asian
vendors to the U.S. Company executives realized that one major constraint to this
plan was the cost of transporting bulky cathode ray tube (CRT) computer
monitors by air

Dell’s demand and
supply managers created an alternative plan; they determined that they could
“shape demand” by offering end-users the opportunity to buy flat screen
monitors for the same price as the older ones. It would still be costly to
transport monitors by air, but the cost of moving the flat screens was much
lower than that for the bulkier and heavier CRT monitors

Dell might not make as
much money on the deal, but their end-users were significantly more satisfied
with their “free” upgrades. Essentially, they changed the monitor market
overnight, a development for which competitors’ supply chains were not
prepared. This sort of dynamic solution is only possible when organizations
embrace a business model that integrates demand and supply processes.

Lest we think Dell is
the only practitioner of DSI, consider the relationship between Whirlpool and
Lowe’s. Every week, this retailer and vendor have a DSI conference call to
discuss what appliances are selling in the stores and Whirlpool’s capacity to
make product. Often, the discussion revolves around a particular model that is
selling at a higher-than-expected rate in Lowe’s.

As executives from
both companies related in a speech to the University of Tennessee Supply Chain Management Forum,
this often results in Whirlpool quickly flexing its supply chain to make more
of the high-selling product and deliver it to Lowe’s customers (perhaps, in the
process, shifting capacity away from products for which Lowe’s is experiencing
lower-than-anticipated demand). However, sometimes the answer is that Whirlpool
and/or its suppliers do not have the capacity to make more of the product in
question. It then becomes a question of demand shaping for Lowe’s.

What promotions,
in-store displays, and sales incentives can Lowe’s implement to shift demand
from the capacity-constrained model to one that the supply chain has more
capacity to deliver?

In this way, Lowe’s,
Whirlpool, and their suppliers execute DSI across the entire supply chain,
recognizing that DSI is not just about managing supply, but also about managing
demand.

While the stories
shared here have been successes, incorporating DSI is not simple. There are
many potential obstacles. The most common pitfall is misunderstanding the role
of DSI within the organization. It should not be subject to company politics or
artificial financial targets or quotas. Rather DSI should be used to establish
organizational financial targets without preconceived ideas of the end result

Often this requires a
reframing of corporate (and even the entire supply chain) culture, a shift that
only occurs with a significant investment of time and labor on the front end.

In addition, DSI
necessitates another company change:  strong, effective customer
integration. For that to occur, information must already flow easily between
departments. A company must shift its focus from product and supply to
customer, market, and supply chain. The transition is challenging, yet the
ultimate value of DSI is undeniable. 
Source: http://www.scmr.com/article/demand_and_supply_integration_a_key_to_improved_supply_chain_performance/

Ibu Rumah Tangga – Pakar Logistik dan Supply Chain Management Terbaik di Dunia

Masak iya sih? ... Begitulah reaksi spontan menanggapi judul diatas.  Ada yang menyangsikan, apriori
bahkan lebih banyak yang menyangsikan bahkan tidak percaya jika menyaksikan, mendengar atau merasakan pernyataan ini.  Jika anda memang termasuk kelompok seperti diatas, maka silakan anda telaah lebih lanjut lagi.

Pertama kali ijinkanlah saya menerangkan sedikit tentang Logistik dan Supply Chain dalam bahasa sederhana di hari ibu, 22 Desember 2011 ini.  Adalah Logistik berasal dari Military Science dan bahkan telah ada semenjak jaman Romawi dahulu.  Berasal dari kata “Logis” dan “Thickos” atau dalam bahasa sederhana dapat dikatakan berpikir secara rasio dengan menggunakan angka sebagai tolak ukurnya.  


Dalam perkembangannya lebih lanjut Logistik tumbuh menjadi bagian dari ilmu Industrial Engineering dan sekarang ada juga yang menempatkan bagian part of Management. Logistik yang merupakan bagian dari Supply Chain Management mempunyai beberapa aktivitas manajemen pokok seperti; Procurement/Pengadaan, Warehousing/Pergudangan, Inventory /Persediaan, Production/Operasi, Transportasi/Distribusi, Customer
Services/Pelayanan dengan melibatkan flow of goods, flow of information dan flow of money.

Dalam bahasa saya yang sederhana dapatlah juga dikatakan bahwa Logistik adalah ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana menurunkan cost tanpa mengurangi kualitas secara efektif dan efisien seperti yang diinginkan pelanggan.

OK, baiklah kita lihat satu persatu aktivitas Logistik yang dilakukan oleh ibu Rumah Tangga sebagai berikut:
 
Procurement/Pengadaan: 
Aktivitas ini bertanggung jawab akan mencari sourcing raw material, energy maupun resources lainnya.  Seorang ibu Rumah Tangga dengan sangat terampilnya dapat menerangkan dan menunjukkan source of resources yang dimaksud.  Mulai dari beli kangkung, wearing apparel, mencari PRT, sekolah anak, kursus anak, laundry, berurusan dengan tukang sayur tradisional sampai urusan dengan modern retail.
  
Bahkan dalam pelaksanaannya, perlu dilakukan survey dan sampling ke beberapa supplier (bahkan dalam case tertentu semua supplier) untuk mendapatkan komparison harga dan kualitas.  Meskipun dalam penentuan pemilihan supplier ternyata ditetapkan membeli dari supplier yang dikunjungi pertama kali.  Hal tersebut terkadang memang membuat frustasi lawan jenisnya – apalagi yang bukan berasal dari dunia Logistik. 
Kepiawain menawar atau bargaining tidaklah diragukan bahkan didukung oleh body gesture yang seakan-akan tidak membutuhkan supplier yang bersangkutan dengan melakukan gerakan meninggalkan supplier dengan harapan dipanggil.   


Semua dilakukan dalam konsep Logistik, yaitu mencari resources dengan kualitas terbaik dengan harga terekonomis (baca: terendah) atau bahkan menerapkan prinsip economic of scale, tentunya  dibawah pimpinan Procurement Manager, yaitu ibu Rumah Tangga.
 
Warehousing/Pergudangan:
Memangnya ada gudang di rumah?  Barangkali selama ini belum terpikir oleh anda sampai hari ini, tapi ijinkanlah saya memberitahukan anda untuk melihat kulkas sebagai miniatur sebuah gudang modern.  Di bagian bawah kulkas untuk penempatan Fast Moving and Medium Moving serta bagian freezernya untuk Cold Chain dan Slow Moving area.  

Telah terbagi areal untuk sayur mayur, telur, daging dan lain sebagainya yang tidak boleh mixture bahkan forbidden.  Bayangkan jika Ice Cream Magnum ditaruh disebelah terasi, maka akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan tentunya.  Dengan sekali lirik stock level yang telah ada di kulkas maupun yang disimpan di tempat lain dapat membuat kegiatan Procurement kembali diadakan.
   
Selain kulkas, tentunya masih ada tempat lain yang dijadikan gudang penyimpanan dan terkadang hanya diketahui olehnya seorang, misalnya tempat menaruh uang lebihan belanja dari suami. 
Dapatlah dikatakan bahwa penataan kulkas atau gudang lainnya berada dibawah pimpinan Warehouse Manager, yaitu Ibu Rumah Tangga.
 
Inventory/Persediaan:
Aktivitias ini tentunya erat kaitannya dengan ilmu pergudangan.  Dengan memperhatikan stock level of goods dengan sekali lirik seorang ibu Rumah Tangga dapat langsung memutuskan kapan waktunya untuk kembali melakukan Procument Activity.  Penempatan persediaan dengan kaidah SKU/Stock Keeping Unit memang telah ‘mendarah daging’ bagi seorang ibu Rumah Tangga.  Lihatlah bagaimana seorang ibu Rumah Tangga
membuat urutan yang menakjubkan untuk mematchingkan kombinasi antara sepatu, tas serta pakaian dengan konsep Life Cycle yang dapat memadukan ketiganya secara sequent waktu pendek, menengah dan panjang sesuai tuntutan pasar (baca: suami, anak, arisan, reuni, gosip, nongkrong di mall, dll).  Inventory/Persediaan menjadi sesuatu hal yang dinamis dan tidak membosankan dibawah pimpinan Inventory Manager, yaitu ibu
Rumah Tangga.  

Sedikit catatan disini bahwa ada sedikit keengganan dari ibu Rumah Tangga untuk melakukan proses berikutnya yaitu Disposal alias pembuangan/penghancuran waste atau used goods.  Untuk hal Disposal, lebih banyak ibu Rumah Tangga yang menerapkan prinsip anticipation in advance, walaupun contohnya, sepatunya telah out of
date, karena mereka tahu bahwa mode sepatupun mempunyai Life Cycle yang selalu berulang.
 
Production/Operasi:
Yang terlintas jika mendengar Production activities adalah kegiatan manufacturing atau pabrik.  Lantas dimanakah letak pabriknya?  Jawabannya adalah di dapur yang memang merupakan tempat perubahan Raw
Material menjadi Finished Goods sesuai dengan keinginan pelanggan.   Kegiatan manufacturing ini tentunya tekait erat dengan kegiatan Procurement, Warehousing serta Inventory.   Umumnya kegiatan Manufacturing ini berkaitan erat dengan budget yang diterima dari suami. 


Input akan menentukan proses.  Proses akan menentukan output.  Output akan menentukan loyalitas pelanggan
demikianlah kira-kira alur pikir yang dipakai.  Sebagai contoh, nasi goreng enak yang dibuat oleh seorang  ibu Rumah Tangga untuk anak dan suaminya akan menjadi cerita lain, jika garam yang dipakai untuk memproduski nasi goreng adalah garam Inggris.
 
Berlainan dengan common manufacturing yang memproduksi finished goods berdasarkan stamping dan dies yang telah ditentukan alias spesialisasi, kata kunci manufacturing seorang ibu Rumah Tangga sebagai
Production Manager atau Manufacturing adalah differensiasi alias keunikan selain quality, tentunya.
Bagaimana dengan peribahasa nenek moyang kita yang mengatakan bahwa cinta bisa lahir dari perut?
 
Transportasi/Distribusi:
Kegiatan memindahkan suatu produk dari point of origin ke point of destination inipun dilakukan seorang ibu Rumah Tangga dengan memakai beberapa constraint yang ajaib.  Jika anda seorang laki-laki, bisakah anda membayangkan harus mentransportasikan atau mendistribusikan diri anda sendiri ke arisan atau melakukan kegiatan Procurement dengan tetap memakai high heel sementara harus berjuang mendapatkan tempat hanya untuk berdiri di Busway dengan tetap menjaga keutuhan make up, misalnya.  Antar jemput anak ke sekolah ataupun tempat les memperlihatkan kepiawan dalam mempergunakan time management.   


Disisi lain pendistribusian juga memperlihatkan kepakaran seorang ibu Rumah Tangga sebagai Distribustion Manager untuk membagi porsi gaji suaminya agar kegiatan Procuremen, Warehousing, Inventory serta Transportasi atau Distribusi. 
 
Customer Service/Pelayanan:
If it is to be, it is up to Customer.  Demikianlah prinsip bisnis sekarang.  Customer is the King, as long as they
pay.  Demikianlah tambahannya.  Prinsip menyenangkan hati pelanggan ini dengan dasar listening and understanding memang menjadi senjata maut seorang ibu Rumah Tangga.  Empati dan simpati merupakan kombinasi yang membuat seorang ibu Rumah Tangga mau mendengarkan curahan hati, baik terprogram maupun colongan dari rekan bicaranya.  Bahkan hal inilah yang dapat membuatnya menangis menyaksikan sinetron Winter Sonata maupun merasakan kegelisahan seorang Julia Perez menanti restu ibunda.


Sebagai contoh lainnya, jika ada seorang bayi rewel di  tengah malam yang dapat menciptakan suasana kurang kondusif, maka solusi terbaiknya ada di tangan ibu Rumah Tangga. Siapa yang menguasai informasi dialah yang menguasai pasar.  Siapa yang menguasai pasar dialah yang menguasai bisnis.  
Prinsip inilah yang kemudian diterapkan dengan baik oleh ibu Rumah Tangga.  Dengan cepat ibu Rumah Tangga dapat mendeteksi kegundahan anak-anaknya maupun kecentilan suaminya.
Di sisi lain, kegiatan Customer Service ini memang mempunyai sisi lain alias gosip alias wanna know urusan orang.  Siapakah salah satu barisan yang paling pertama mendengar bahawa Nikita Willy sedang jalan dengan Miguel atau Ayu Ting Ting ngebet nikah kalau bukan ibu Rumah Tangga selaku Customer Service Manager.
 
 
Other/Tambahan:
Sebagai tambahan dapatlah dikatakan bahwa kegiatan Logistik mempunyai ciri khas lain, yaitu Demand Forecasting, Safety, Detail dan Continous Improvement yang dalam bahasa sederhana itu berarti antisipasi apa
yang diinginkan pelanggan, main aman, terperinci dan selalu mengingkan lebih baik.   
Sekumpulan ciri-ciri yang dimiliki oleh seorang ibu Rumah Tangga – pakar Logistik dan Supply Chain terbaik di dunia.  Selamat hari ibu.

Salam Logistik dan Supply Chain,
R. Didiet Rachmat Hidayat, A.Md, SE, M.Si

Related Posts