Ramdhania El Hida - detikFinance
Jakarta - Peringkat Indeks Logistik Indonesia tertinggal jauh dibandingkan
negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Salahnya satunya karena biaya
logistik di Indonesia termasuk yang termahal yaitu sebesar 24%.
Dirut PT Pelindo II RJ Lino mengakui saat ini sistem logistik di pelabuhan dalam
negeri masih jauh tertinggal dari negara lain. Tahun ini peringkat indeks
logistik Indonesia berada pada urutan ke-75.
Sementara jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti, Singapura, peringkat
tersebut sangat jauh tertinggal, Negara Singa itu sudah menempati posisi kedua.
"Itu logistik performa indeks ini nomor 75 jauh jika dibanding Singapura itu
nomor dua, di bawah Malaysia, di bawah Thailand," ujarnya saat ditemui di Gedung
Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (15/9/2011).
Menurut Lino, hal tersebut terjadi karena belum transparannya informasi terkait
barang-barang yang dikirim eksportir saat di pelabuhan.
"Sekarang ini di logistik kita terpisah-pisah ya, sehingga jaminan customer kita
bahwa barang yang dikirim itu dimana itu nggak ada, kalau kirim barang ke
Indonesia, masuk pelabuhan, jadi black box. Nah ini nggak boleh, karena di dunia
di mana-mana sudah canggih kita saja masih ketinggalan," ujarnya.
Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan proses ekspor impor di
Indonesia masih terbilang tinggi sekitar 24% dari GDP (gross domestic bruto) .
Sementara Malaysia hanya 15% dan Jepang 10%
"Terkait dengan cost, itu logistic cost kita tuh kurang lebih sekitar 24%,
sedangkan Malaysia 15%, Amerika dan Jepang 10%," ungkapnya.
Begitupun dengan masa jeda barang, di Indonesia waktu jeda barang-barang impor
itu bisa 5,5 hari. Hal ini membuat Indonesia tidak kompetitif jika dibandingkan
dengan Amerika yang memiliki jeda waktu sekitar 1,2 hari, Rotterdam Belanda 1,1
hari, dan Singapura kurang dari 1 hari.
Untuk itu, tambah Lino, pihaknya mengharapkan dengan program Indonesia Logistic
Community Services (ILCS) dapat membantu menekan semua permasalahan tersebut.
Dengan menggandeng PT Telkom, Tbk, program ini bisa membuat sistem secara online
sehingga biaya bisa ditekan semaksimal mungkin serta waktu pengurusan pun bisa
dipersingkat.
"Kita harapkan dan ini logistik cost kuta bisa ditekan dan indeks prestasi kita
dapat membaik," tegasnya.
Selain itu, biaya yang tinggi akibat adanya preman pelabuhan pun bisa dikurangi.
"Itulah ILCS itu dikembangkan karena orang itu pakai orang "tengah". Masih
banyak yang pakai orang tengah. Banyak yang punya kontainer itu tidak mau datang
ke Priuk. Dengan ini bisa langsung, dengan sendirinya orang tengah itu akan
hilang. Itu karena sistemnya tidak ada. Sehinggga orang kirim barang gak tau
kapan barangnya keluar dan berapa biayanya orang itu bisa tahu dengan itu, masih
di mana," ujarnya.
Dengan demikian, minimal biaya ekspor impor negara bisa ditekan menjadi 15%.
Diharapkan paling tidak seperti Malaysia dalam 3-4 tahun ke depan.
Sumber: detik.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Related Posts
-
Kamar mandi / toilet biasanya dilengkapi dengan perlengkapan untuk buang air kecil maupun besar. Kamar mandi yang dilengkapi dengan urina...
-
Salah satu senjata ampuh para eksekutif untuk meningkatkan kariernya kini adalah dengan menempuh jalur pendidikan keprofesian bersertifi...
-
Cerita di Balik Penutupan Pabrik Panasonic dan Toshiba Penutupan tiga pabrik Toshiba dan Panasonic di Indonesia membawa dampak pemutusa...
-
Sebaiknya PPIC dibagi menjadi: PPIC Planner, bertugas untuk membuat perencanaan atau MPP (Master Production Plan) dan MRP (Material Req...
-
What exactly is 5S? Simply stated, a 5S is the structured method to organize the work place. As evidenced by its name, there are 5 steps ...
No comments:
Post a Comment