Sunday, July 15, 2012

Pakar Keselamatan Transportasi di General Motors

Annisa Mutia

Keselamatan transportasi merupakan hal yang sangat penting bagi negara-negara berpopulasi besar, terutama negara maju. Lihat saja aturan keselamatan di Amerika Serikat, Cina, dan India, yang begitu ketatnya diatur dalam sebuah undang-undang. Hingga menjadi lumrah bila penelitian keselamatan transportasi di negara-negara tersebut terus berkembang sangat dinamis.

Seharusnya, Indonesia seba-, gai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, juga memberlakukan peraturan keselamatan transportasi yang sama ketatnya. Namun faktanya, Indonesia justru menjadi salah satu negara dengan undang-undang keselamatan transportasi yang sangat minim, bila tak ingin disebut seadanya. Padahal, di negeri ini jenis kendaraan bermacam-macam.

Itulah penilaian sekaligus kerisauan yang disampaikan Sigit Puji Santosa, doktor keselamat-an transportasi lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat. Bukan sekadar pernyataan tanpa bobot, ucapan itu diungkapkan sebagai bagian dari kepedulian sosok pakar keselamatan transportasi yang kini menjabat sebagai Global Manager Engineering kawasan Eropa dan Asia di General Motors Company ini.

"Kita perlu mencontoh Cina, yang sekarang memiliki perundang-undangan transportasi sangat ketat," kata Sigit ketika ditemui Republika di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sigit adalah salah satu ilmuwan Indonesia yang sukses meniti karier di luar negeri. Dia menjadi bagian dari ratusan anggota Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (1-4) yang mengikuti International Summit

(IS) 2010 di Jakarta, 16-18 Desember 2010.

Karier keilmuan Sigit di Amerika bermula ketika dia mendapat beasiswa S-2 pada 1997 di Department of Mechanical Engineering MIT. Sementara itu, gelar strata satu diraihnya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Kemudian, pada 1999, Sigit meneruskan pendidikan doktor dalam bidang keselamatan transportasi juga di MIT dan mendapat gelar Doctor of Mechanical Engineering. Penelitiannya berjudul Crashworthiness of Ultralight Metal Structures.

"Saya telah menghasilkan 14 penelitian dan lebih dari 60-an technical paper yang . semuanya tentang keselamatan transportasi," ungkap Si- git saat menceritakan kembali perjalanan keilmuannya.

Meski telah melakukan banyak penelitian pada bidang keselamatan transportasi, baik di MIT maupun penelitian untuk perusahaan tempatnya bekerja, Sigit mengaku kesulitan dalam rriematenkan penelitiannya. "Masalah pengurusan hak paten sangat kompleks. Terlebih lagi, hasil temuan di bidang keselamatan transportasi. Di AS, penelitian tersebut sudah sangat berkembang dan kompetitif," katanya menjelaskan.

Menurut Sigit, tidak semua temuan bisa dipatenkan meski potensi temuan itu banyak. Kendala utama untuk mematenkan di bidang ini lantaran sulitnya proses pa-ten di Amerika. "Apalagi banyak implikasi perundang-undangan," ujarnya.

Sigit mengatakan, perlu kehati-hatian untuk mematenkan suatu temuan. Pasalnya, dalam proses mematenkan temuan, jika tidak berhati-hati, akan menimbulkan hal yang justru tidak menguntungkan. Apalagi, peraturan hak paten di Amerika sangat dinamis, selalu terus berkembang.

"Jadi, kita menjaga rahasia saja untuk perusahaan tempat kita bekerja, teknologinya kita yang tahu atau bisa dibawa di negara berkembang," tutur dia.

Pada pertemuan IS 2010 yang berlangsung belum lama ini, Sigit ikut dalam klaster Inovasi IPTEK. Para ilmuwan yang tergabung dalam klaster itu menyatakan, kerja sama antara ilmuwan Indonesia di luar negeri dan mitranya di dalam negeri untuk pengembangan keilmuan regional development and environment di Indonesia perlu terus dibangun.

Para ilmuwan Indonesia di luar negeri diharapkan pula dapat mengembangkan sumber dayanya di luar negeri untuk kepentingan pembangunan lingkungan, kota, dan wilayah di Indonesia. "Karena penelitian di Indonesia banyak kendalanya, mulai dari teknologi sampai masalah biaya, jadi perlu kerja sama juga dengan pihak swasta untuk membuat inovasi di bidang teknologi," cetus Sigit.

Meski kini lebih banyak menghabiskan waktu di Amerika, Sigit tetap memperhatikan dunia penelitian di Tanah Air. Tanpa ragu, dia bahkan mengkritik iklim penelitian di perguruan tinggi Indonesia yang dinilai belum kondusif karena para dosen lebih banyak disibukkan pada aktivitas pengajaran.

"Penelitian di perguruan tinggi harus ditingkatkan. Sayangnya, selama ini dosen hanya teaching (mengajar), seharusnya mereka juga lebih giat meneliti," ujarnya.

Selain itu, Sigit mengatakan, perguruan tinggi juga perlu membuat suatu konsorsium atau kerja sama dengan kalangan perusahaan swasta atau BUMN agar penelitian dapat berlanjut dan diterapkan ke industri. "Konsorsium harus mulai dikembangkan."

Saat disinggung mengenai banyak anak cerdas dan berbakat Indonesia yang belajardi luar negeri, Sigit menganggap itu bukan masalah. Seperti di India, kata dia, juga banyak pelajarnya yang keluar negeri dan setelah itu kembali ke India membawa modal dan ilmu.

"Maka harus ada kebijakan yang terintegrasi, perlu ada wadah untuk ilmuan dan kalangan industri. Itu pen-" ting karena kalau mau investasi di sini mesti ada technological research," paparnya.

Sigit berjanji akan tetap berkontribusi untuk Indonesia sesuai keahliannya. Namun, sekarang dinilainya bukan waktu yang tepat untuk kembali ke Tanah Air,

Dia ingin menimba ilmu dan keahlian mengenai keselamatan transportasi lebih dalam lagi di negeri Paman Sam. "Perlu pengalaman kerja dan keahlian yang lebih banyak lagi agar ilmunya bisa dibawa pulang," ujarnya. ed budi raharjo


Sumber: http://bataviase.co.id/node/508270

No comments:

Post a Comment

Related Posts