Sunday, July 15, 2012

Mengenang Sosok Soedjatmoko

Cahyono Eko Sugiharto posted in Forum Kedaulatan.

Sosok Soedjatmoko yang telah wafat sekitar 20 tahun yl, mungkin telah tidak banyak dikenali oleh generasi sekarang, termasuk di lingkungan intelektual muda. Dalam pandangan kepada kaoem intelektual, Soedjatmoko selalu mengajak untuk kita tidak terjebak pada pada hal-hal yang dogmatis. Atau menghindari pemikiran intelektual kita menjadi dogmatis. Sehingga menghambat diri kita sendiri untuk melakukan pembaharuan2, jika diperlukan.

Dalam pemikirannya, Soedjatmoko selalu mengajak kita melihat realitas sosial secara multidimensial. Tanpa itu kita akan terjebak pula pada pandangan yang sempit, karena diwarnai oleh latar kultural dan komunal kita. Sehingga dialog-dialog lintas kalangan, menjadi penting artinya, di dalam menjawab semua itu.

Di jamannya, ia seorang pemikir yang 'trampil' mendeskripsikan kondisi kemasyarakatan pada masa kini, dng sebab2 masa lalu dan akibat ke masa depan secara tulisan mau pun lisan. Dengan 'jernih' pula sosok Soedjatmoko, cekatan dengan menulis maupun berbicara dalam mempertautkan segala persoalan kemasyarakatan dari segi sosial. ekonomi, politik dan perkembangan iptek serta pilihan solusinya. Dalam mengungkapkan wawasannya, sosok ZSoedjatmoko berusaha menghindari cara2 demagogis, tetapi lebih kepada memacu pembangkitan kesadaran intelektual audiensnya.

Uraian pemikiran dan gagasan Soedjatmoko tidak saja relevan pada jamannya, namun mampu sebagai 'penjelas' terhadap persoalan2 kemanusiaan yg dihadapi masyarakat di jaman sekarang. Dan, memang masalah-masalah kemanusiaan pada tiap jaman selalu berulang, seperti ketidakadilan, peniscayaan dan masalah2 yang konkrit dalam kebtuhan hidup. Seperti kesehatan, perumahan, pendidikan serta hak-hak Publik lainnya. Namun pada puncak produktivitas pemikirannya di tahun 50an hingga jelang akhir hayatnya di akhir dekade 80an, tidak banyak dari kita saat itu yang memikirkan persoalan kemanusiaan secara holistik, tanpa pretensi untuk menguntungkan salah satu pihak di bidang politik dan atau ekonomi.

Menulis bagi Soedjatmoko, merupakan bagian dari semangatnya untuk menjelaskan kepada masyarakat, tentang persoalan-persoalan sosial dan kemanusiaan yang dihadapi masyarakat. Di dalam tulisannya, ia juga mengingatkan bahwa tidak hanya kekuasaan yang otoriter saja, dapat menimbulkan praktek-praktek de humanisme. Tetapi dalam masyarakat itu sendiri pun, ada berlangsung praktek de humanisme.

Oleh karena itu pembangunan untuk kemanusiaan, juga menjadi bagian dari peran masyarakat. Dengan demikian pada masyarakat akan mengetahui, dan dapat melakukan sendiri self-control terhadap praktek de humanisme yang dilakukan golongan-golongan di masyarakat. Itu adalah bagian dari persoalan pembangunan kemanusiaan yang harus diatasi oleh masyarakat itu sendiri, sebelum dapat meng introdusir hal-hal yang baru atau inovatif. Inilah yang sering menjadi titik perhatian utama Soedjatmoko, dalam banyak tulisannya, yakni seputar Manusia dalam Pembangunan dari dekade 50an hingga dekade 80an.

Menampilkan Soedjatmoko saat ini, sebagai sebuah penghargaan dalam rangka peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan. Karena dia salah satu tokoh pemikir penting Indonesia, setelah generasi Sukarno, Hatta dan Tan Malaka. Uniknya Soedjatmoko tidak mengambil sudut posisi pemikiran tentang Nasionalisme dan Sosialisme seperti biasa dilakukan Sukarno, Hatta dan Tan Malaka. Tetapi kerap menjelaskan masalah Humanisme secara holistik. Tentu pandanganya tak lepas dari latar ke Indonesia nya. Dan Humanisme adalah salah satu unsur pokok atau sila dari Pancasila, seperti halnya Nasionalisme dan Sosialisme.

Dari aspek tsb posisi Soedjatmoko cukup penting sebagai penjelas serta penjabar salah satu sila dari Pancasila. Walau ia tidak bermaksud untuk tiap pemikiran dan tulisannya selalu dikaitkan dengan Pancasila. Terutama setelah ia makin dikenal luas di tataran internasional sebagai pemikir pembangunan dan kemanusiaan, karena pandangan-pandangannya tentang kemanusiaan menyangkut masalah yang terjadi di berbagai negara. Sehingga menjadikan penghargaan dan alasan berbagai pihak di dunia mendukungnya untuk menjabat Rektor kedua Universitas PBB yang berada di Tokyo, Jepang dari September 1980 sampai Oktober 1987.

No comments:

Post a Comment

Related Posts