Tuesday, March 26, 2013

Lakhes: Dialog tentang Keberanian

Oleh: Andre Vincent Wenas,MM,MBA
(twitter@andrewenas)

“…memanglebih cocok, menurutku, bila yang mengurusi hal-hal penting [dalam pemerintahan] adalah orang yang memiliki hikmat tinggi.” – Sokrates, dalam dialog Lakhes (Mari Berbincang Bersama Platon, Keberanian (Lakhes), penerjemah & penafsir: A.Setyo Wibowo, iPublishing, 2011).

***

   Seperti bakal ketiban durian runtuh, program stimulus ekonomi Jepang senilai 10,3 trilyun Yen (setara US$ 116 milyar), yang mau tak mau mesti ditempuh PM Shinzo Abe demi mendongkrak pertumbuhan sampai 2% sambil mencetak 600 ribu kesempatan kerja di Jepang, akan ikut menguntungkan Indonesia juga! Apa pasal? Rupanya Jepang adalah salah satu negara tujuan ekspor terbesar Indonesia. Namun sayangnya sejauh ini neraca dagang Indonesia-Jepang masih menunjukkan angka defisit di pihak Indonesia. Ekspor kita ke Jepang (Jan-Nov 2012) senilai US$ 15,904 milyar, dengan besaran impor US$ 21,110 milyar, sehingga angka defisitnya US$ 5,206 milyar. Seperti dikemukakan Wakil Menteri Keuangan RI, Mahendra Siregar, “Kalau Jepang tumbuh baik, implikasinya ke mitra-mitra ekonomi utamanya juga akan tumbuh baik.”

   Ini adalah salah satu perubahan konstelasi ekonomi global yang memberi kesempatan pasar (market opportunity) bagi para pebisnis Indonesia. Namun sayangnya lagi, dipembukaan tahun ular ini, ibu kota Jakarta malahan dilanda banjir musiman. Banjir musiman artinya – sebetulnya – sudah bisa diprediksi! Namun toh – lagi-lagi – dampaknya negatifnya masih tetap belum mampu dikelola dengan sikap antisipatif. Akibat langsungnya  adalah: layanan perbankan tutup, klaim asuransi meningkat, pusat-pusat perdagangan lumpuh, transportasi mandeg, banyak industri manufaktur/kawasan industri berhenti berproduksi, arus logistik terhambat, dll. Ini semua mengakibatkan kerugian material  yang diduga mencapai angka trilyun rupiah, belum lagi hilangnya kesempatan-kesempatan (opportunity-lost) yang tak ternilai. Sepertinya, kesempatan bisnis di awal tahun hanyut diterjang banjir.

***

   Pasar bersama ASEAN (AEC: ASEAN Economic Community) tinggal dua tahun lagi, 2015. Kabar dari kementerian perindustrian kita agaknya suram. Dari indikator daya saing (competitiveness) Indonesia masih di posisi 46, jauh di bawah Singapura (nomor 2), Malaysia (nomor 21) dan Thailand (nomor 39). Dari score-card perbandingan antar negara, menteri perindustrian MS Hidayat mengakui kesiapan kita masih di bawah tetangga-tetangga di ASEAN (Thailand, Malaysia, Laos dan Singapura).  Komoditi andalan kita masihlah di sekitaran: mineral, pakaian jadi, produk kayu, produk kimia dan mesin non-elektronik. Semua ini artinya masih mengandalkan kekayaan sumber alam (tambang), hutan dan tenaga kerja murah. Ekspor produk-produk non-migas kita ke negara-negara ASEAN turun 3% (Januari-November 2012) dibanding periode sama ditahun sebelumnya. 

   Pekerjaan rumah yang tidak dikerjakan ternyata banyak sekali. Di bidang infrastruktur (fisik dan regulasi) yang kondusif untuk pertumbuhan ekonomi, sampai aspek pengembangan sumberdaya manusia, juga yang berkaitan dengan kepemimpinan, pendidikan, keadilan, kepastian hukum, dll. Hantu ketakutan mengambil keputusan terus gentayangan merongrong sendi-sendi kepemimpinan para elite negeri. Roda pemerintahan (governance) terasa berat bergerak, laksana roda pedati yang terjebak dalam kubangan penuh lumpur pasca banjir.

***

  Pemerintah dan pelaku usaha (swasta, BUMN dan koperasi) adalah agensi kembar dari Indonesia Inc. Kerjasama (kooperatif) – bukannya kolusi yang koruptif – sangatlah dibutuhkan. Yang pertama menyiapkan infrastruktur fisik dan regulasi yang adekuat, sedangkan pelaku usahanya ya menjalankan usaha-usaha yang kontributif untuk membebaskan (freedom) masyarakat dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan.

  Keberanian, sebagai keutamaan (virtue) kepemimpinan, memang tidaklah mencapai rumusan yang definitif bahkan dalam dialog intelektual Sokrates yang direkam Plato itu. Namun berkali-kali disebutnya bahwa keberanian adalah  tentang  hikmat yang merangkumi semua hal baik dan jahat di dalam perspektif masa apa pun. Keberanian tak bisa dipersempit dalam pengertian tentang hal-hal yang mesti ditakuti dan dipercayai belaka. Sehingga bila Sokrates di atas berkata, “…memang lebih cocok, menurutku, bila yang mengurusi hal-hal penting [dalam pemerintahan] adalah orang yang memiliki hikmat tinggi,” berlaku bagi setiap pemimpin pemerintahan maupun korporasi. Ia senantiasa menantang agar dengan hikmat  sertiap pemimpin menggaris dengan tegas disposisi etisnya.  Berani memilih yang baik tertinggi (summum bonum) untuk keseluruhan masyarakat (bonum commune), bukan berpihak pada proses pembusukkan (corruption). 

   Persaingan di tingkat liga ASEAN adalah konstelasi bisnis jangka pendek yang segera akan kita hadapi bersama. Waktunya singkat, maka situasinya jadi kritis. Ada urgensi untuk keberanian dalam memimpin Indonesia Inc. melewati belokan-belokan tajam di arena pacuan bisnis global. Selama ini keutamaan keberanian para pemimpin terasa pudar. Yang tersisa cuma penjilat, kaum oportunis serta pembonceng gratisan (free-rider) yang sejatinya adalah pengecut. 

(twitter@andrewenas)
----------------------------------------------------------
Artikel dari Majalah MARKETING, edisi Februari 2013

STRATEGIC MANAGEMENT SERVICES
Email: strategicmanagementservices@yahoo.com

No comments:

Post a Comment

Related Posts