Friday, October 29, 2021

Kepailitan vs PKPU

Kepailitan dan PKPU: Apa bedanya?


Kepailitan mungkin lebih banyak dikenal kalangan masyarakat, meskipun tidak secara dalam kenapa dan bagaimana sebuah perusahaan itu dinyatakan pailit secara hukum. Namun lain halnya dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), masih banyak masyarakat yang mempertanyakan apa itu PKPU meskipun kedua hal ini memiliki keterkaitan dan berada dalam satu undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pailit merupakan sebuah keadaan dimana seorang debitor tidak mampu membayar utang hingga melewati jatuh tempo. Pailit sangat berbeda dengan bangkrut, bangkrut adalah keadaan rugi meskipun tidak memiliki utang. Sedangkan PKPU adalah upaya perdamaian yang ditawarkan debitor untuk menyelesaikan utang-utang tersebut agar tidak dinyatakan pailit. Untuk penjelasannya mari kita simak penjelasan singkatnya berdasarkan UU 37/2004.


Permohonan Pailit dan PKPU

Kreditor atau debitor sendiri melalui kuasa hukumnya bisa mengajukan permohonan pailit maupun PKPU kepada Pengadilan Niaga yang hanya ada di 5 Pengadilan Negeri di Indonesia (PN Jakarta Pusat, PN Medan, PN Makassar, PN Semarang, dan PN Surabaya). Permohonan ini diajukan terhadap debitor yang memiliki lebih dari 1 kreditor yang memiliki tagihan sudah jatuh tempo dan dapat ditagihkan. Permohonan bisa langsung permohonan pailit kepada debitor dengan kemungkinan munculnya proses PKPU didalamnya, ataukah mengajukan permohonan PKPU yang berpotensi pada akhirnya pailit jika tidak terjadi kesepakatan. Jika sekilas masyarakat memandang bahwa proses ini sama, namun sebenarnya memiliki perbedaan yang sangat prinsip terkait konsekuensi hukumnya.

Proses hukum jika melalui permohonan pailit, maka setelah dinyatakan pailit oleh majelis hakim, pengadilan akan memilih dan menetapkan Kurator serta Hakim Pengawas untuk pemberesan aset sebagai boedel pailit serta mengumpulkan para kreditor dan menghitung seluruh tagihan kreditor.

Sedangkan proses hukum jika melalui permohonan PKPU, maka setelah dinyatakan debitor dalam masa PKPU oleh majelis hakim, pengadilan akan menetapkan Pengurus dan Hakim Pengawas untuk mengumpulkan kreditur dan melakukan penghitungan jumlah tagihan serta meminta debitor untuk menyampaikan proposal perdamaian yang berisi skenario penyelesaian semua tagihan.

Untuk mengumpulkan seluruh kreditor dan menetapkan jumlah tagihan, kurator atau pengurus harus mengumumkan putusan pailit atau PKPU di 2 surat kabar yang terdiri dari 1 surat kabar nasional dan 1 surat kabar lokal. Kemudian setelah semua kreditor menyampaikan tagihannya, kurator atau pengurus akan melakukan pencocokan tagihan dengan utang yang diakui oleh debitor, hingga didapatkan jumlah tagihan tetap yang akan ditetapkan oleh majelis hakim.

Dalam proses pailit, debitor memiliki hak untuk menyampaikan perdamaian kepada kreditor dalam maksimal 8 hari sebelum diselenggarakan rapat pencocokan piutang. Sedangkan dalam proses PKPU, debitor memiliki waktu untuk menawarkan dan membahas proposal perdamaian melalui rapat kreditor selama 45 hari (masa PKPU Sementara) dan diperpanjang hingga 270 hari (masa PKPU Tetap). Kreditor memiliki hak untuk sepakat atau tidak sepakat dengan skema perdamaian (homologasi) yang ditawarkan debitor baik secara aklamasi maupun voting.


Upaya Hukum

Pemilihan proses hukum ini sangat tergantung pada kejelian advokat dalam melihat kemungkinan terjadinya pemulihan atas kerugian yang diderita oleh kreditor. Jika proses hukum dilakukan melalui permohonan pailit, ketika debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan maka debitor maupun kreditor dapat melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Namun berbeda halnya jika memilih proses hukum melalui permohonan PKPU, jika tidak terjadi kesepakatan damai antara debitor dan kreditor dalam 270 hari, maka debitor otomatis dinyatakan pailit dan baginya tidak ada upaya hukum lagi.

Adapun kelebihan dari proses melalui permohonan pailit, debitor masih memiliki upaya hukum dan juga hak menyampaikan perdamaian jika dirasa mampu melakukan pembayaran terhadap tagihan kreditor. Di sisi lain kreditor sudah mempersiapkan resiko terburuk jika pada akhirnya harus menerima ketika boedel pailit tidak bisa memenuhi total tagihan dan pembayaran secara pari passu pro rata (setelah kreditor preferen dan separatis).

Sedangkan kelebihan dari proses permohonan PKPU, adalah ada waktu yang cukup Panjang untuk membahas skema perdamaian yang memungkinkan debitor dan kreditor bersepakat.

oleh: Ardian Pratomo (Lawyer di MANP Lawyers Litigation & Corporate)


Sumber :

https://manplawyers.co/2019/11/08/kepailitan-dan-pkpu-apa-bedanya/

Wednesday, October 27, 2021

Maskapai Alitalia Gulung Tikar

Maskapai Ini Bangkrut, Pramugarinya Demo Tanggalkan Pakaian

Rabu, 27 Oktober 2021 | 05:00 WIB

Maskapai penerbangan nasional Italia, Alitalia, terpaksa gulung tikar. Maskapai penerbangan tersebut melakukan penerbangan terakhir pada Minggu lalu, setelah beroperasi selama 74 tahun.

Penerbangan terjadwal terakhir Alitalia adalah perjalanan kembali dari Cagliari ke Roma, yang mendarat tak lama setelah pukul 11 malam pada Kamis 14 Oktober 2021.

Alitalia bangkrut akibat terlilit utang selama lebih dari 10 tahun, dan masuk ke administrasi khusus pada 2017. Namun, mereka tetap tak mampu menyelamatkan perusahaan itu dari kebangkrutan.

Maskapai Alitalia kemudian digantikan oleh maskapai nasional baru, ITA, yang mendapat kucuran dana senilai 1,35 miliar Euro atau Rp22,3 triliun dari Pemerintah untuk menyelesaikan pengambilalihan.

Ternyata, keputusan tersebut disambut dengan kemarahan pegawai, karena ITA hanya akan memperkerjakan 3.000 dari sekitar 10.000 karyawan Alitalia. Para petinggi serikat pekerja mengatakan, mereka yang bekerja untuk ITA, dibayar jauh lebih rendah. 

Dalam minggu-minggu sebelum Alitalia bangkrut, para pekerja melakukan pemogokan dan aksi unjuk rasa. 

"Kami di sini pertama-tama mengungkapkan rasa sakit kami dan juga solidaritas untuk semua rekan kami yang dipaksa menandatangani kontrak yang memalukan," kata Cristina Poggesi, salah satu dari banyak pramugari yang melakukan protes di Roma, dilansir Euronews, Selasa 26 Oktober 2021. 

Para mantan pramugari Alitalia pun menanggalkan seragam lama mereka sebagai aksi demonstrasi menentang pengambilalihan tersebut. Berdiri berbaris di atas Capitoline Hill, para pramugari mulai menjatuhkan tas bahu mereka, kemudian perlahan melepas jaket, rok, dan sepatu hak tingginya.

Dengan hanya mengenakan pakaian dalam, mereka kompak berteriak, "Kami adalah Alitalia!" Dalam demo tersebut, para mantan pramugari Alitalia itu bermaksud menekan Pemerintah Italia agar memperpanjang tunjangan pengangguran selama lima tahun.


Sumber :

https://www.viva.co.id/gaya-hidup/inspirasi-unik/1417242-maskapai-ini-bangkrut-pramugarinya-demo-tanggalkan-pakaian?page=all&utm_medium=all-page

https://news.detik.com/foto-news/d-5781867/maskapai-bangkrut-pramugari-alitalia-demo-buka-baju

Monday, October 25, 2021

Krisis di Inggris Makin Ngeri

Krisis di Inggris Makin Ngeri, 2 Hal Ini Biang Keladinya

Inggris saat ini sedang dilanda krisis. Krisis ini ditandai dengan harga energi yang melambung diikuti dengan permasalahan rantai pasokan kebutuhan.

Hal ini pun memicu peringatan musim dingin yang akan sangat sulit di negara tersebut. Pasalnya dalam musim dingin kebutuhan masyarakat seperti energi untuk pemanas hingga bahan makanan akan mengalami peningkatan yang pesat.

"Kami tahu ini akan menjadi tantangan dan itulah mengapa kami tidak meremehkan situasi yang kami hadapi," kata Menteri Bisnis Kecil Inggris Paul Scully sebagaimana dilaporkan CNBC International, Sabtu (25/9/2021).

Sementara itu, pemandangan permasalahan pasokan sudah mulai terlihat di beberapa supermarket dan SPBU. Dalam laporan Sky News, barang-barang seperti bahan pangan sehari-hari, makanan peliharaan, daging dan ayam, bir, elektronik, dan peralatan rumah sudah mulai terlihat kosong.


Penyebab Krisis

Krisis yang terjadi di Inggris ini disebabkan oleh dua hal utama yakni kenaikan harga gas alam dan tarif listrik serta permasalahan distribusi yang terkait dengan aturan imigrasi baru di Negeri Ratu Elizabeth itu.

Kenaikan harga energi ini dipengaruhi oleh sikap London yang ingin berpindah fokus kepada bahan bakar rendah emisi. Walhasil, pembangkit batu bara mulai dinonaktifkan dan gas alam mulai menjadi primadona energi.

Hal ini pun mulai mendorong kenaikan permintaan akan gas. Tak hanya itu, kenaikan permintaan ini ditambah dengan perbaikan ekonomi pasca pandemi dan juga musim dingin

Ini nyatanya tidak bisa diimbangi dengan suplai gas. Suplai menjadi terbatas karena disebabkan oleh beberapa hal mulai dari penghentian fasilitas produksi di AS, hingga adanya isu manipulasi perusahaan gas Rusia Gazprom untuk mendongkrak harga.

Hal ini pun menyebabkan harga gas alam terkerek tajam. Bila dibandingkan sejak Januari 2021, harga gas alam telah naik hingga 250%. Kenaikan ini juga akhirnya membuat kenaikan tajam tarif dasar listrik di negara revolusi industri itu.

Penyebab kedua adalah gangguan distribusi. Gangguan ini disebabkan oleh kurangnya jumlah supir truk di negara itu akibat peraturan imigrasi yang semakin ketat pasca Brexit. Hal ini membuat supir truk. yang kebanyakan merupakan imigran, harus segera pulang ke negaranya.

Dilansir dari CNBC International, kini jumlah pengemudi truk berkurang signifikan dan membuat pengiriman bahan bakar dan barang menjadi terhambat. Beberapa pengusaha bahkan memberikan insentif agar ada lebih banyak yang mengambil pekerjaan tersebut.

Bahkan ada yang menawarkan gaji 70.000 poundsterling atau US$ 95.750 per tahun, jumlah ini setara Rp 1,36 miliar (kurs Rp 14.200). Selain itu, ada pula bonus untuk bergabung senilai 2.000 poundsterling.

Dengan adanya krisis gas ini, London akhirnya memilih untuk kembali menggunakan batu bara. Hal ini diakui perusahaan pembangkit listrik, Drax, Kamis (23/9/2021).

Ketergantungan pada gas alam yang harganya naik dua kali lipat sejak Mei, membuat otoritas mengambil jalan ini sebagai solusi listrik tetap menyala bagi warga.

"Fasilitas ini (PLTU) telah memenuhi peran penting dalam menjaga lampu warga agar tetap menyala saat sistem energy berada di bawah tekanan yang cukup besar," kata Drax dalam sebuah pernyataan ke AFP.

Drax memiliki PLTU terbesar di negara itu. Terletak di Yorkshire Inggris Utara.

"Kami sadar, negara ini mungkin memiliki masalah mendesak sekarang dan jika ada sesuatu yang dapat dilakukan Drax, kami akan melakukannya," tegas Chief Executive Will Gardiner kepada Financial Times.


Kincir

Beberapa pihak menilai bahwa yang terjadi di Inggris inimenunjukkan bahwa memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 untuk mendorong penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan bukanlah hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan.

Ekonomi Financial Times, Martin Sandbu, mengatakan bahwa diperlukan sebuah era transisi yang tepat sebelum merubah fokus energi kepada sumber yang ramah lingkungan. Harus ada batu loncatan yang diambil sebelum semua pihak dapat menerima energi yang bersih.

"Secara keseluruhan, strategi energi jangka panjang Eropa mengarah ke arah yang benar tetapi tidak cukup kuat," ujarnya.


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20210927103316-4-279371/krisis-di-inggris-makin-ngeri-2-hal-ini-biang-keladinya/2

Tuesday, October 12, 2021

Jepang Dihantam 'Tsunami' Kebangkrutan

Jepang Dihantam 'Tsunami' Kebangkrutan, Ribuan Bisnis Tutup

Jepang juga terkena dampak pandemi di sisi bisnis. Ada ribuan bisnis yang tutup akibat virus Covid-19 melanda negara tersebut.

Per 3 September lalu, menurut laporan Teikoku Databank mengatakan terdapat 2.000 bisnis dan perusahaan yang bangkrut. Sementara jumlah kewajiban dari kebangkrutan senilai 620,6 miliar yen atau sekitar Rp 80 triliun.

Kebangkrutan pertama terdeteksi pada 26 Februari 2020. Sementara itu pailit terbanyak dilaporkan pada Juli 2021 yakni sebanyak 179 kasus.

Laporan tersebut menyebut kebangkrutan tertinggi berada di kawasan metropolis. Tokyo menjadi kota dengan laporan terbanyak yakni 442 kasus dan 217 kasus berada di Osaka.

"Secara teritorial,jumlah kebangkrutan tertinggi masih didominasi oleh wilayah metropolis. Secara rinci, 442 kasus ditemukan di Tokyo, diikuti oleh 217 di Osaka, 113 di Kanagawa, 90 di Hyōgo, dan 85 di Aichi," tulis laporan itu dikutip Nippon.com, Minggu (26/9/2021).

Sektor restoran terdapat 336 dari seluruh kebangkrutan atau 16,8%. Setelahnya ada industri kontruksi dengan 203 kebangkrutan dan industri pariwisata sebanyak 199 kasus.

Sementara itu pada kuartal II 2021, pertumbuhan ekonomi Jepang naik 0,3%. Peningkatan itu terjadi di wilayah metropolis seperti Tokyo dan Osaka yang mengalami penguncian ketat saat gelaran Olimpiade lalu.

Saat Olimpiade Tokyo yang berlangsung Juni hingga Agustus tersebut, diketahui banyak atlet dari luar negeri yang datang ke Jepang untuk bertanding.


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20210926114721-4-279216/jepang-dihantam-tsunami-kebangkrutan-ribuan-bisnis-tutup

Wednesday, October 6, 2021

1.298 Perusahaan Ajukan Pailit Terdampak Wabah COVID-19

1.298 Perusahaan Ajukan Pailit Terdampak Wabah COVID-19, Apindo Was-was

Kamis, 09 September 2021 | 11:00 WIB


Wabah virus corona jadi hantaman luar biasa bagi dunia usaha. Banyak perusahaan yang secara perlahan bangkrut. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU hingga kepailitan menjadi perhatian para pelaku usaha dan pemangku kepentingan. 

Disampaikan oleh Ketua Satgas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk PKPU dan Kepailitan Eka Wahyu Ningsih, ada 1.298 permohonan PKPU dan pailit selama tiga semester terakhir.

Data itu merujuk pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri di lima pengadilan niaga per Agustus 2021.

Menurutnya, PKPU dan kepailitan yang dihadapi perusahaan selama pandemi dapat berimbas pada naiknya jumlah pengangguran. Hal tersebut nantinya dapat menghambat upaya pemulihan ekonomi nasional.

“Ini yang menjadi badai dari kepailitan dan PKPU di Indonesia yang mau tidak mau akan menghambat pemulihan ekonomi nasional, itu yang menjadi concern Apindo,” ujar Eka, Selasa (7/9/2021) dikutip dari Solopos.com --jaringan Suara.com.

Apindo berharap, pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (Perppu) Pengganti Undang-Undang (UU) Moratorium UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU sampai dilakukannya amandemen terhadap aturan itu.

Dampak wabah terhadap perusahaan jadi perhatian para pemangku kepentingan, yakni Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, KSSK terus melakukan pantauan secara detil atas perkembangan korporasi di berbagai level dan sektor usaha. Ia juga menyoroti kemampuan perusahaan bangkit dari wabah.

“Hal yang akan identifikasi lebih dini terutama potensi risiko yang mengancam keberlangsungan usaha korporasi dan potensi risiko spill over effect-nya terhadap stabilitas sistem keuangan,” ujar Sri Mulyani pada Jumat (6/8/2021) lalu.

Pandemi Covid-19, dianggap forum kelompok 20 ekonomi utama menyebabkan scarring effect atau luka mendalam dalam perekonomian negara-negara dunia. Pailit membuat luka ini makin parah.

“Kami sekarang perhatikan adalah risiko dari restrukturisasi, PKPU, juga terjadinya kenaikan PKPU dan kepailitan,” ujarnya.

KSSK menilai bahwa perlu terdapat penilaian seberapa dalam luka akibat Covid-19 terhadap perekonomian melalui pemantauan dan identifikasi dunia usaha. 


Sumber :

https://www.suara.com/bisnis/2021/09/09/110025/1298-perusahaan-ajukan-pailit-terdampak-wabah-covid-19-apindo-was-was?page=all

Monday, October 4, 2021

Badai PKPU di Meja Hijau

Badai PKPU di Meja Hijau, Modus Apa Serius?

17 September 2021

Pandemi membuat penurunan daya beli. Akibatnya korporasi limbung. Pinjaman kepada pihak ketiga tidak terbayarkan. Kreditur hingga pemasok meminta kepastian pelunasan utang dengan menyeret korporasi ke pengadilan. Namun, ada juga modus pailit atau penundaan pembayaran utang untuk menghindar dari kewajiban. Siapa yang benar?

Kesibukan terekam jelas di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, (15/9/2021). Para hakim niaga harus memproses empat perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam satu hari kerja.

Tiga perkara memasuki tahap penunjukkan juru sita, sedangkan satu perkara lainnya baru memulai sidang perdana.  

Sejak pandemi terjadi, gugatan PKPU dan kepailitan melonjak bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penyebabnya, kinerja ekonomi baik secara makro maupun mikro limbung akibat pandemi. Daya beli pun merosot.

Lesunya perekonomian memukul para pelaku usaha. Kondisi ini berimbas pada penurunan cash flow perusahaan yang berujung  ancaman gagal bayar utang jatuh tempo.

Celakanya, di tengah kondisi yang serba sulit, perusahaan atau pihak yang sedang terdampak pandemi justru panen gugatan pailit dan PKPU. Mereka seolah terjebak dalam pilihan bayar utang atau dipailitkan.

Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus mengonfirmasi fenomena lonjakan gugatan tersebut.  Dalam situs itu, tercatat permohonan perdata khusus PKPU dan pailit jika dihitung sejak awal tahun (year-to-date) mencapai 428 kasus per 14 September 2021. 

Artinya jika menghitung 22 hari kerja per bulan, setiap hari para Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat harus menangani dua sampai tiga perkara perdata.  

Catatan ini tentu mengabaikan hari libur sepanjang periode perhitungan. Jika memasukkan libur, jumlah perkara yang harus ditangani akan naik berlipat. 


Menariknya, fenomena lonjakan permohonan pailit dan PKPU, tidak hanya di Jakarta. Lonjakan perkara juga terjadi di berbagai wilayah. Di kota Semarang misalnya, jumlah permohonan perdata khusus mencapai 56 perkara, Medan mencapai 47 perkara, sedangkan Makassar ada 9 berkas perkara.  

Tidak mengherankan, jika Asosiasi Pengusaha Indonesia mengklaim ada sebanyak 1.289 permohonan PKPU dan Pailit dalam tiga semester terakhir. Terhitung hingga akhir Agustus 2021.  

Adapun dari ribuan perkara ini, terdapat 22 perkara yang diajukan oleh perbankan dan lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 

Sementara itu, pemohon lainnya berasal dari pemasok, rekan bisnis, bahkan kreditor yang berasal dari perusahaannya sendiri. Perinciannya 21 perkara permohonan sepanjang tahun berjalan dan satu lainnya carry over tahun lalu. 

 Perkara itu secara berurutan dari yang paling banyak yakni QNB Indonesia (4 perkara), OCBC NISP (3 perkara), Maybank (3 perkara), Bank Danamon (2 perkara), CTBC Indonesia (2 perkara), Bank Permata (2 perkara), Bank CIMB Niaga (1 perkara), Bank Syariah Indonesia (1 perkara), KEB Hana (1 perkara), BRI (1 perkara) dan Lembaga Penjamin Simpanan (1 perkara). 

 Khusus QNB, pengajuan PKPU bisa menjadi lima perkara jika memperhitungkan gugatan dari kantor di Singapura pada akhir 2020 lalu. 

 Aestika Oryza Gunarto, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) menyebutkan PKPU dan pailit hanyalah salah satu alternatif penyelamatan ataupun penyelesaian kredit bermasalah. 

"Pada dasarnya BRI memiliki berbagai cara dalam melakukan penyelamatan ataupun penyelesaian kredit bermasalah, baik yang dilakukan melalui upaya damai maupun melalui saluran hukum," katanya kepada Bisnis, Rabu (16/9/2021). 

BRI memang hanya mengajukan satu pailit yang di Pengadilan Niaga Semarang. Sementara pertanyaan yang sama yang dilayangkan kepada Bank Permata, QNB, hingga BRIS sampai berita ini ditayangkan belum direspons. 


BERKELIT DARI KEWAJIBAN UTANG

Para pengusaha menuding gugatan pailit dan PKPU yang melonjak signifikan adalah cara kreditur untuk 'memaksa' debiturnya membayar tunggakan utang.

Meski demikian, tak semua dugaan itu tepat. Pasalnya dalam beberapa kasus, PKPU justru jadi ‘modus’ beberapa perusahaan untuk berkelit dari kewajiban utang.

Seorang praktisi hukum yang fokus di bidang kepailitan bahkan membenarkan adanya praktik tersebut.

PKPU kerap menjadi jalan pintas bagi suatu perseroan untuk keluar dari tagihan utang. Dengan status PKPU, suatu perseroan akan mempunyai waktu untuk negosiasi atau menawarkan proposal restrukturisasi utang.

Bisnis telah mencatat beberapa modus yang dilakukan perseroan untuk melakukan PKPU atas dirinya sendiri. Modus itu biasanya dilakukan dengan menggandeng pihak ketiga, bisa seorang pegawai, anggota keluarga, atau korporasi baik yang langsung maupun tidak langsung memiliki afiliasi dengan termohon PKPU.

Skemanya, pihak terafiliasi itu mengajukan PKPU terhadap termohon. Permohonan itu kemudian dikabulkan oleh pengadilan. Termohon praktis menyandang status PKPU. Dengan demikian, segala bentuk penagihan utang atau cicilan pembiayaan dari kreditur lain atau non pemohon PKPU praktis akan berhenti. 

Praktik itu lazim, karena undang-undang memberikan banyak proteksi bagi perseroan atau pihak yang telah menyandang status PKPU.

Dalam Pasal 242 Undang-undang Kepailitan dan PKPU, misalnya, dijelaskan bahwa suatu pihak yang sedang dalam status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) tidak dapat dipaksa membayar utang.

Itu artinya, semua tindakan eksekusi maupun penagihan utang yang telah dilakukan oleh kreditur lain harus ditangguhkan. Dengan demikian, perseroan hanya fokus untuk melunasi atau menegosiasikan utang kepada kreditur pemohon PKPU, tanpa takut ditagih dan asetnya disita oleh kreditur lainnya.

Bisnis, telah mengumpulkan beberapa kasus yang cukup menarik untuk membedah konflik kepentingan di balik maraknya gugatan PKPU. Kasus pertama adalah PKPU Grup Sritex dengan PT Bank QNB Indonesia Tbk. Kasus kedua adalah perseteruan antara Maybank Indonesia dan PT Pan Brothers Tbk (PBRX).

Dua contoh kasus ini laik menjadi perhatian. Pasalnya, kasus ini melibatkan kreditur perbankan dan debitur yang sama-sama memiliki nama besar di industri, terutama tekstil dan produk tekstil.

Perbedaannya, dalam kasus Sritex, perusahaan ini berstatus PKPU setelah kalah di pengadilan melawan CV Prima Jaya. PKPU Sritex sempat memunculkan isu tak sedap. Sebab, ada dugaan CV Prima Jaya memiliki hubungan dengan Sritex.

Keberadaan CV Prima Jaya dan nilai utang inilah yang sempat mendapat sorotan dari pihak QNB.  Bank asal Qatar ini adalah lawan PKPU pemilik Sritex, Iwan Setiawan Lukminto.

Kejanggalan makin kuat karena utang yang disengketakan hanya Rp5,5 miliar. Padahal dalam laporan Keuangan Sritex 2020, perseoran memiliki kas senilai US$187,64 juta. Artinya dari sisi finansial, emiten tekstil itu sebenarnya memiliki kemampuan untuk membayar utang kepada Prima Jaya.

Meski demikian, pihak Sritex melalui Joy Citradewi selaku Kepala Komunikasi Perusahaan, menegaskan bahwa dugaan rekayasa gugatan PKPU yang tengah dialaminya dan 3 anak perusahaannya adalah tidak benar. 

Sritex juga menampik hubungan antara Direktur CV Prima Karya, Djoko Prananto dengan keluarga besar Lukminto.

Sementara itu, dalam kasus PKPU Pan Brothers versus Maybank Indonesia, permohonan PKPU ditolak, lantaran ada putusan moratorium dari Pengadilan Tinggi Singapura.

Namun sengketa utang piutang antara Maybank vs emiten berkode saham PBRX itu tak sampai di situ. Usai permohonan PKPU ditolak pengadilan, Maybank mengambil langkah lebih radikal. Kali ini, mereka berniat mempailitkan Pan Brothers.

Permohonan diajukan, dan kasusnya masih dalam tahap persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sayangnya pihak PN Jakarta Pusat tak memberikan respons saat ditanya mengenai tren permohonan PKPU saat ini.

"Belum sempat meminta data, nanti kalau sudah sehat ya, " kata Humas PN Jakarta Pusat Pusat Bambang Nurcahyono, beberapa waktu lalu.


ADA CELAH GUGATAN BELEID LAMA

Lonjakan permohonan memperlihatkan adanya celah dalam rezim Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang berlaku saat ini. Rezim Kepailitan dan PKPU yang berlaku masih sangat sederhana, karena tidak mengatur threshold atau ambang batas nilai utang yang di PKPU-kan. 

Pasal 222 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU, misalnya, hanya mengatur pengajuan PKPU dapat dilakukan jika kreditur memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Tak ada angka pasti, berapa baseline yang dijadikan syarat bagi pihak, baik individu maupun korporasi, untuk mengajukan PKPU. Akibatnya, setiap pihak yang dianggap terikat dengan perjanjian utang piutang dengan suatu perseroan begitu mudah mengajukan PKPU ke pengadilan. 

Dalam kasus Sritex, emiten tekstil yang telah menyandang status PKPU sejak 6 Mei 2021, misalnya, perusahaan yang memiliki size economy cukup besar ini kalah melawan CV Prima Karya. Padahal, nilai utang yang disengketakan hanya Rp5,5 miliar.

Selain masalah ambang batas, masalah lain yang perlu menjadi sorotan serius adalah kerancuan mengenai pihak yang berhak mengajukan PKPU. Rezim PKPU existing mengatur bahwa pihak yang berhak mengajukan PKPU adalah debitur dan kreditur.

Padahal, best practice yang berlaku di sejumlah negara, pengajuan PKPU atau moratorium pembayaran utang seharusnya menjadi hak debitur. Bukan kreditur.

Pakar Hukum Kepailitan Universitas Indonesia yang juga Ketua Tim Penyusun Naskah Akademik Revisi UU Kepailitan, Teddy Anggoro, beberapa waktu lalu mengatakan kelemahan itu menunjukkan bahwa dalam UU Kepailitan perlu segera diamandemen.

Teddy menyebutkan bahwa bahwa saat ini naskah akademik amandemen UU Kepailitan mulai dibahas. 

Rencananya, amandemen UU Kepailitan akan menguatkan sejumlah substansi dalam beleid tersebut . Pertama, syarat PKPU akan ditambah jika sebelumnya 1 kali utang, ke depan akan ditambah menjadi 2 kali utang jatuh tempo. 

Kedua, tim penyusun naskah akademik juga akan menentukan ambang batas minimum utang yang dimohonkan PKPU ke pengadilan.

Ketiga, amandemen UU Kepailitan juga akan menganulir substansi dalam Pasal 222 ayat 3 soal kewenangan kreditur bisa mengajukan PKPU. Teddy berpendapat kewenangan mengajukan PKPU adalah hak dari debitur bukan kreditur. 

"Nanti di RUU amandemen kewenangan kreditur mengajukan PKPU akan saya hilangkan pak. Jadi ke depan enggak ada lagi debitur digugat PKPU sedangkan dia masih mampu membayar utangnya," katanya seperti dimuat Bisnis, Rabu (19/5/2021).


MORATORIUM PKPU & KEPAILITAN

Di sisi lain, kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah melakukan moratorium melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).  

Pasalnya, ramainya perkara pailit tidak semuanya utang piutang yang seharusnya ditagihkan ke pengadilan. Dinilai ada penyimpangan atau moral hazard dari permohonan PKPU dan pailit yang diajukan kreditur kepada perusahaan di tengah pandemi Covid-19. 

Ketua Satgas Apindo untuk PKPU dan Kepailitan Eka Wahyu Ningsih mengatakan hampir 95 persen pemohon PKPU dan kepailitan berasal dari kelompok kreditur yang menginginkan terjadinya pembayaran segera dari debitur.  

“PKPU semata-mata menjadi momok bagi debitur kalau PKPU perdamaian ditolak, dia langsung jatuh pailit dan tidak ada upaya hukum, tidak bisa banding kasasi,” kata Eka saat memberi keterangan pers di Kantor Apindo, Jakarta Selatan Selasa (7/9/2021).  

Malahan, kata Eka, terdapat sejumlah celah hukum dari UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang memberi kemudahan pemohon untuk mempailitkan perusahaan termohon.  

Apindo mendorong pemerintah untuk menerbitkan Perppu Moratorium UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU sampai dilakukannya amandemen terhadap undang undang tersebut.  

“Pertumbuhan ekonomi nasional yang melambat, peningkatan jumlah pemutusan hubungan kerja dan pengangguran yang disertai peningkatan kasus PKPU dan Kepailitan terhadap perusahaan yang menghasilkan nilai tambah ekonomi tinggi telah menimbulkan kondisi kedaruratan nasional,” kata dia. 

Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebutkan PKPU dan kepailitan adalah langkah memberi kepastian bagi semua pihak. 

Dia menilai PKPU menegaskan debitur harus menunaikan kewajibannya sebagai pertanggung jawaban terhadap kreditur keuangan, perbankan, maupun non-perbankan.  

"Dalam kondisi tidak lagi bisa menunaikan kewajibannya, maka PKPU harus dibuka. Karena di PKPU itu akan menjadi transparan, berapa sebenarnya aset riil dari perusahaan, bagaimana kinerja keuangannya, [apakah] memungkinkan tidak dilakukan semacam kesepakatan bersama. Kalau kesepakatan bersama tidak bisa, maka masuk dalam proses kepailitan," tutur Bhima kepada Bisnis.com, Senin (6/9/2021). 

Menurut Bhima, lonjakan kasus PKPU dan kepailitan saat situasi krisis merupakan hal yang biasa. Hal ini juga terjadi di negara lain yang kini terdampak oleh pandemi Covid-19. 

Direktur Eksekutif LBH Konsumen Jakarta Zentoni mengatakan desakan moratorium itu bakal ditunggangi oleh debitur yang memiliki itikad tidak baik untuk menghindari kewajiban pembayaran utang di tengah pandemi belakangan ini.   

“UU 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU saat ini masih relevan dan tidak perlu direvisi sebab adanya kesetaraan dalam UU tersebut baik dari sisi pengusaha sebagai debitur maupun dari sisi konsumen sebagai kreditur,” kata Zentoni melalui keterangan tertulisnya. 

Sementara itu,  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) terus melakukan pemantauan secara detail atas perkembangan korporasi di berbagai level dan sektor usaha. 

"Kami sekarang perhatikan adalah risiko dari restrukturisasi, PKPU, juga terjadinya kenaikan PKPU dan kepailitan," ujarnya pekan lalu.  

KSSK menilai bahwa perlu terdapat penilaian seberapa dalam luka akibat Covid-19 terhadap perekonomian melalui pemantauan dan identifikasi dunia usaha. Nantinya, KSSK akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lainnya, atau otoritas untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi.


Penulis : Anggara Pernando & Edi Suwignyo

Editor : Hendri T. Asworo


Sumber :

https://plus.bisnis.com/read/badai-pkpu-di-meja-hijau-modus-apa-serius?

Related Posts