Wednesday, December 15, 2010

First Step

Langkah dalam membuat prosedur adalah dengan melakukan
1. Mapping proses pada bagian-bagian yang terkecil.
Misalnya proses : Menerima, menyimpan, mengeluarkan.
2. Mapping masing-masing proses dengan membagi pekerjaan tersebut
input - prosesnya - output
3. Dari langkah tersebut akan mempermudah kita untuk menentukan prosedur.

Delivery Time

Beberapa faktor delivery time:
1. Traffic Jam. Sedapat mungkin hindari waktu dan tempat yang sering terjadi kemacetan
2. Proses konsolidasi kendaraan pengangkut barang lama sehingga barang tidak langsung sampai ke tujuan. Ini bisa diatasi dengan sistem charter atau negosiasi awal pada jasa ekpedisi untuk memastikan barang bisa langsung jalan atau tidak.
3. Faktor alam (jalan rusak, gelombang laut tinggi).
4. Human error (missroute, sopir nakal). Gunakan GPS, terapkan system rewards
and punishment

Supply Chain

Tujuan utama dari Supply Chain adalah bagaimana perusahaan dapat mencapai tujuan menyiapkan produk dalam jumlah yang tepat, pada saat yang tepat, dilokasi yang tepat, dengan kondisi/kualitas yang tepat, bagi pelanggan yang tepat, dan semua itu dengan biaya yang tepat (sering kali adalah yang paling cost efficient).

Untuk mencapai hal tersebut harus melakukan Demand Planning yang sempurna, Strategi sourcing yang tepat, Strategi produksi yang paling ekonomis dan timely, dan strategy distribusi yang cost efficient.

Keempat fungsi tersebut adalah inti dari Supply Chain.

Kalau Logistics lebih mengacu pada taktik eksekusi dari strategi supply chain yang sudah ditentukan di atas.

Manajemen Pergudangan


Manajemen Pergudangan adalah suatu sistem dari bagian aktivitas Logistik. Manajemen pergudangan mencakup kegiatan dari mulai penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan pengeluaran barang dengan tata cara atau prosedur yang baku, agar selalu up to date(accountable, auditable and controlabel).

Monday, December 13, 2010

Forecasting In The Supply Chain

Introduction

In the modern supply chain, forecasting is necessary for companies that manufacture items for inventory and that are not made to order. Manufacturers will use material forecasting to ensure that they produce the level of material that satisfies their customers without producing an overcapacity situation where too much inventory is produced and remains on the shelf. Equally, the forecast must not fall short and the manufacturer finds them without inventory to fulfill customer’s orders. The cost of failing to maintain an accurate forecast can be financially catastrophic.

Forecasts are developed for a company’s finished goods, components and service parts. The forecast is used by the production team to develop production or purchase order triggers, quantities and safety stock levels. The forecast is not static and should be reviewed by management on a regular basis. This is to ensure that information on future trends, the internal or external environment is incorporated into the forecast to give a more accurate calculation.
Statistical Forecasting

In supply chain management software, the forecast is a calculation that is fed data from real time transactions and is based on a set of variables that are configured for a number of statistical forecast situations. Planning professionals are required to use the software to provide the best forecast situation possible and often this is left unchecked without any review for long periods. To best use the forecasting techniques in the supply chain software, planners should review their decisions with respect to the internal and external environment. They should adjust the calculation to provide a more accurate forecast based on the current information they have.

Statistical forecasts are best estimates of what will occur in the future based on the demand that has occurred in the past. Historical demand data can be used to produce a forecast using simple linear regression. This gives equal weighting to the demand of the historical periods and projects the demand into the future. However, forecasts today give greater emphasis on the more recent demand data than the older data. This is called smoothing and is produced by giving more weight to the recent data. Exponential smoothing refers to ever-greater weighting given to the more recent historical periods. Therefore a period two months ago has a greater weighting than a period six months ago. The weighting is called the Alpha Factor and the higher the weighting, or Alpha factor the fewer historical periods are used to create the forecast. For example, a high Alpha factor gives high weighting to recent periods and demand from periods for a year or two years ago are weighted so lightly that they have no bearing on the overall forecast. A low Alpha factor means historical data is more relevant to the forecast.

Historical periods generally contain demand data from a fixed month, i.e. June or July. However, this introduces error into the calculation as some months have more days than other months and the number of workdays can vary. Some companies use daily demand to alleviate this error, although if the forecaster understands the error, monthly historical periods can be used along with a tracking indicator to identify when the forecast deviates significantly from the actual demand. The level at which the tracking signal flags the deviation is determined by the forecaster or software and vary between industries, companies and products. A small deviation may require intervention when the product being forecasted is high-value, whereas a low-value item may not require the forecast be scrutinized to such a high level.
Non-Statistical Forecasting

Non-statistical forecasting is found in supply chain management software where demand is forecasted based on quantities determined by the production planners. This occurs when the planner enters in a subjective quantity that they believe the demand will be without any reference to historical demand. The other non-statistical forecasting that occurs is when demand for an item is based on the results of materials requirements planning (MRP) runs. This takes the demand for the finished good and explodes the bill of materials so that a demand is calculated for the component parts. The component demand can then be amended by the planner based on their assessment and knowledge of the current environment. The resulting forecast is based on current demand and will not incorporate any demand from previous periods. Many companies will use a combination of non-statistical and statistical forecasting across their product line.

Statistical forecasting is based on complex calculations and the future demand can be determined based on the demand from historical periods. The forecast gives the planner a guide to future demand, but no forecast is totally accurate and the planners experience and knowledge of the current and future environment is important in determining the future demand for a company’s products.

Source: About.com Guide

For more detail information, you can follow this link

URL: http://logistics.about.com/od/strategicsupplychain/a/Forecasting.htm

Wednesday, October 13, 2010

Office Safety

Saatnya Kita Melirik "Office Safety" didalam nyamannya ruang kantor.

Ruang kantor berpotensi juga untuk menyebabkan terjadinya insiden kecelakaan.

Beberapa Poin berikut ini adalah beberapa potensi terjadinya insiden kecelakaan dan hal hal yang perlu diperhatikan di ruang kantor beserta penjelasannya, yang bisa kita informasikan juga pada rekan rekan kerja kita atau melalui Safety Poster/ Workplace Safety Posters/ Poster K3 bertemakan Office Safety/ Keselamatan Kerja di Ruang Kantor.

Potensi Bahaya "Slip, Trip, Fall"

Untuk Mencegah potensi bahaya "Slip, Trip, Fall" atau terpeleset, tersandung atau terjatuh, maka sebaiknya dilakukan upaya upaya seperti memastikan bahwa jalan tidak ada penghalang, tidak licin, dan pasikan juga anda menggunakan alas kaki yang nyaman, aman, dan proporsional untuk berjalan.

Potensi Bahaya Cedera Otot

Untuk mencegah bahaya cedera notot, maka hendaklah setiap orang memperhatikan berat benda yang dibawa, arah dan jarak mengangkat benda dan disesuaikan dengan kemampuan prbadi. Perhatikan cara mengangkat benda yang aman.

Potesi Bahaya Terjepit

Hati hati ketika berada diantara dua benda sepeti pintu yang terbuka atau laci meja yang terbuka, karena berpotensi timbulnya bahaya terjepit.

Terbentur atau Membentur Benda di Ruang Kantor

Pastikan benda benda di ruang kantor yang disimpan atau yang sedang dipindahkan tidak menghalangi akses jalan sehingga dapat mencegah insiden terbentur atau membentur benda tersebut

Tata Letak Penyimpanan Benda

Pastkan benda benda di ruang kantor diletakan dalam posisi yang Aman dan tidak berpotensi terjatuh dan menimpa seseorang.

Faktor Egronomis

Perhatkan posisi Anda ketika bekerja seperti keika sedang duduk, sedang mengangkat benda, agar tetap memenuhi kriteria faktor faktor egronomis.

Kualitas udara dalam ruang kantor

Pastikan sirkulasi udara dalam dalam ruangan mengalir dengan baik sehingga kesegaran udara dalam ruang kantor tetap terjaga.

Kualitas Cahaya & Suara

Atur pencahayaan selama bekerja sehingga ruangan mendapat pencahayaan yang proporsional serta pastikan ruangan terbebas dari suara suara dari benda sekitar yang menimbulkan kebisingan.

Peralatan Elektronik

Cegah potensi bahaya tersengat aliran listrik dengan memperhatikan instruksi dalam pengunan alat alat lektronik di kantor, seperti selalu mematikan komputer apabila sudah tidak digunakan.

Kesiapan menghadapi kebakaran

Pastikan setiap karyawan yang berada di ruang kantor mengetahui prosedur menghadapai kebakaran seperti cara mengunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan mengetahui tempat APAR diletakan.

Sebagian hal hal diatas hanyalah sebgian kecil dari banyknya faktor yang bisa mendukung "Office Safety".

Anda memiliki tips tips bermanfaat lainnya yang bisa bermanfaat untuk para karyawan yang bekerja di ruang kantor ?. Kami tunggu tips bermanfatnya.

Salam Safety

Sumber: Materi Custom Design Office Safety Poster di: www.lorco.co.id

by Widi Safari

Monday, October 11, 2010

Good WareHouse Practice

Ada 7 Poin Penting seputar "Good WareHouse Practice" yang wajb diketahui.

Kesehatan dan Keselamatan Kerka atau K3 di ruang gudang merupakan tanggung jawab setiap pihak terutama mereka yang sering beraktivitas di ruang gudang. Berikut ini adalah 7 Poin Penting seputar "Good WareHouse Practice" yang bisa kita sosialisasikan kepada rekan rekan kita.

1. Kebersihan Lingkungan
* Pastikan gudang selalu dibersihkan secara rutin
* Tabel kebersihan yang meliputi area dalam dan luar gedung harus tersedia

2. Kebersihan Diri
* Setiap pihak yang berativitas didalam gudang wajib menjaga kebersihan selama berada didalam gudang.
* Dilarang merkok didalam area gudang

3. Letak Barang
Letakan barang dengan memberikan jarak minimal 45 cm dari tembo untuk memudahkan proses pemindahan atau pembersihan.

4. Pallet

* Pallet adalah alas yang digunakan dalam penyimpanan barang yang baik
* Pastikan pallet dalam keadaan kering dan bersih
* Rotasi stok sebaiknya dilakukan untu kemudahan proses pembersihan

5. Pemindahan Barang

* Gunakan sistem FIFO (Fist In First Out) yaitu dengan memindahkan dahulu barang berdasarkan tanggal produksi atau tanggal kadaluarsa
* Kelompokan barang barang hanya dengan yang sejenis saja
* Pisahkan barang yang rusak dengan barang yang baik
* Perhatikan health and safety regulations atau aturan K3 yang berlaku dalam hal packing instruction seperti ketentuan jumlah maksimal barang yang boleh ditumpuk, dsb.
* Tangani barang dengan hati hati
* Dilarang menggunakan tumpukan barang sebagai tempat beraktivitas seperti menulis, dan lain sebagainya, untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada barang.
* Gunakan hanya kontainer yang baik dan bersih untuk memindahkan barang ke tempat lain.

6. Tanda Pada Packaging
* Perhatikan dan patuhi tanda pada kemasan barang, seperti contoh sebagian tanda tersebut yaitu :
* Tanda gelas: Barang jangan dibanting
* Tanda Payung: Hindarkan Poduk dari basah,lembab dan panas
* Tanda dua tangan yang menopang barang : Tangani barang dengan hati hati oleh kedua tangan
* Tanda berupa angka degan tanda dua garis horizontal bertumpuk: menunjukkan jumlah maksimal barang yang boleh ditumpuk
* Tanda orang yang membuang ke tempat sampah: Peringatan agar kemasan yang sudah tidak dipakai agar dibuang ke tempat sampah.

7. Pegendalian Hama
Pengendalian hama yang efektif di dalam gudang dan sekitarnya harus diadakan secara rutin dan berkelanjutan

Ayo kita biasakan "Good WareHouse Parctice" agar tetap sehat dan selamat.

Salam Safety

By Widi Safari

Perancangan Gudang (Warehouse)


Rekan2, berikut ini saya sampaikan beberapa hal mengenai perancangan gudang yang merupakan hasil pengalaman praktis dalam melakukan perencanaan dan perancangan layout dan racking system gudang:

Output:
Rancangan layout dan racking system gudang beserta estimasi biaya.

Kriteria:
Efisiensi penggunaan ruang, maksimasi kapasitas penyimpanan gudang, dan kinerja operasional pergudangan yang tinggi.

Prinsip-prinsip dan Metodologi Perancangan:
- Perancangan gudang berdasarkan rencana strategis dan bisnis perusahaan.
- Perancangan dilakukan dengan menggabungkan konsep dan teori perancangan tata letak, serta menggunakan beberapa standar internasional dalam perancangan layout dan racking system untuk pergudangan. Proses perancangan mempertimbangkan pula konsep-konsep perancangan sistem kerja dan ergonomi untuk menghasilkan rancangan tempat dan sistem kerja yang aman, nyaman, efektif, dan efisien.
- Estimasi biaya untuk masing-masing rancangan dihitung berdasarkan kebutuhan investasi untuk pengadaan racking system dan material handling equipment (MHE) sesuai dengan jenis dan jumlah kedua peralatan tersebut masing-masing.
- Kebutuhan jenis-jenis MHE ditentukan berdasarkan volume dan karakteristik produk, serta ketinggian rak. Penentuan jumlah MHE dilakukan dengan mempertimbangkan volume produk dan antisipasi kerusakan alat tersebut. Pertimbangan antisipasi ini untuk menghindari berhentinya operasional pergudangan akibat tidak ada MHE cadangan atau pengganti.
- Hasil pengolahan data digunakan sebagai dasar perancangan layout dan racking system. Beberapa alternatif rancangan dibuat berdasarkan hasil pengolahan data dan informasi pertimbangan-pertimbangan dari pihak perusahaan.
- Untuk mendapatkan hasil rancangan terbaik, dilakukan analisis manfaat dan biaya (cost and benefit analysis), baik terhadap masing-masing rancangan usulan maupun kondisi saat ini.

Tahapan Perancangan:
(1) Pembahasan rencana strategis dan bisnis perusahaan:
- rencana strategis dan bisnis perusahaan, khususnya yang terkait dengan kebutuhan kapasitas gudang
- target peningkatan penjualan atau volume barang yang akan ditangani
(2) Observasi dan pengumpulan data lapangan, mencakup:
- gambaran dan data mengenai kondisi fisik gudang saat ini (atau lokasi/area gudang),
- karakteristik dan dimensi produk,
- dimensi karton yang digunakan.
- volume penjualan atau volume barang yang akan ditangani
- kecepatan aliran (flow rate) barang/produk
(3) Pengolahan dan analisis data, untuk:
- perhitungan/peramalan (peningkatan) volume produk yang akan ditangani dalam periode yang ditentukan.
- menghitung kebutuhan jumlah pallet position dan block stacking,
- menentukan material handling equipment, dan menghitung lebar lorong.
- menentukan tipe racking (mencakup penentuan jumlah level rack dan jumlah pallet per bay).
(4) Perancangan layout dan racking system:
- pembuatan gambar layout dan racking system.

Semoga bermanfaat.

Salam,
Setijadi
Logistics & Supply Chain Center (LOGIC)
Widyatama University

Tuesday, October 5, 2010

Warehouse Best Practices

By Martin Murray,

Companies are constantly trying to find ways to improve performance and warehouse operations is area where supply chain managers can focus to gain maximum efficiency for minimum cost. To get the most out of the operation, a number of best practices can be adopted to improve productivity and overall customer satisfaction. Although best practices vary from industry to industry and by the products shipped there are a number of best practices that can be applied to most companies.

When considering the level of effort involved in warehouse operations, the greatest expenditure of effort is in the picking process. To gain efficiencies in picking the labor time to pick orders needs to be reduced and this can achieved in a number of ways. Companies with the most efficient warehouses have the most frequently picked items closest to the shipping areas to minimize picking time. These companies achieve their competitive advantage by constantly reviewing their sales data to ensure that the items are stored close to the shipping area are still the most frequently picked.

Warehouse layout is also important in achieve greater efficiencies. Minimizing travel time between picking locations can greatly improve productivity. However, to achieve this increase in efficiency, companies must develop processes to regularly monitor picking travel times and storage locations.

Warehouse operations that still use hard copy pick tickets find that it is not very efficient and prone to human errors. To combat this and to maximize efficiency, world class warehouse operations had adopted technology that is some of today’s most advanced systems. In addition to hand-held RF readers and printers, companies are introducing pick-to-light and voice recognition technology.

In a pick-to-light system, an operator will scan a bar-coded label attached to a box. A digital display located in front of the pick bin will inform the operator of the item and quantity that they need to pick. Companies are typically using pick-to-light systems for their top 5 to 20% selling products. By introducing this system companies can gain significant efficiencies as it is totally paperless and eliminates the errors caused by pick tickets.

Voice picking systems inform the operator of pick instructions through a headset. The pick instructions are sent via RF from the company’s ERP or order management software. The system allows operators to perform pick operations without looking at a computer screen or deal with paper pick tickets. Many world class warehouse operations have adopted voice picking to complement the pick-to-light systems in place for their fast moving products.

Although many companies will not be able to afford new technologies for picking, we’ve seen here that there are a number of best practices that can be adopted to improve efficiency and reduce cost.

Source: About.com Guide

For more detail information, you can follow this link

URL: http://logistics.about.com/od/tacticalsupplychain/a/wms_best_prac.htm

Tuesday, September 28, 2010

Seberapa Cepat Anda Melaju?

Berapa kecepatan maksimal Anda saat melaju menggunakan kendaraan di area kerja maupun di jalan Raya?

Dalam sebuah pelatihan seorang safety officer yang tengah memberikan pelatihan keselamatan kerja kepada para pekerja. Setelah melihat suasana peserta yang sudah mulai mengantuk dan jenuh, sang safety officer mencoba untuk berinteraksi dengan bertanya kepada peserta pelatihan, “Saudara saudara berapa kecepatan maksimal berkendaraan di lingkungan kerja kita ?”. Sesaat para pekerja diam, dan tiba tiba seorang peserta menjawab “ Kecepatannya tergantung Pak”. “Tergantung apa maksud Anda ?”, sahut sang safety officer. “Tergantung waktunya pak, kalau waktu masuk kerja maka kecepatannya cukup lambat, kalau waktu pulang kerja, kecepatannya lebih cepat”. Seisi ruangan tertawa mendengar jawaban itu.

Terlepas dari berapa kecepatan berkendaraan yang aman di lingkungan kerja Anda, yang terpenting tetap aman dan disesuaikan degan kondisi di area kerja anda.

Yang tidak kalah penting dan perlu diketahui oleh setiap orang adalah bagaimana cara yang Aman dalam berkendaraan. Sampaikan kepada rekan dan keluarga pesan tips aman dalam kendaraan yang disingkat dalam akronim S.I.G.A.P. (diadaptasi dari Five Seeing Habits )

S= Sinyal (Make Sure They See You), gunakan sinyal lampu, klakson, dan tatapan mata sebagai alat komunikasi anda dengan pengendara lain dan pejalan kaki sehingga mereka mengetahui keberadaan mobil Anda.

I= Interval (Leave Yourself An Out), Jaga interval atau jarak aman mobil kita 2 sampai 4 detik (ukuran waktu normal otak untuk bereaksi terhadap suatu insiden didepannya) kepada kendaraan lain didepan kita.

G= Gerak, (Get The Big Picture) jaga ruang gerak anda diantara kendaraan kendaraan agar membuat Anda selalu bebas untuk bergerak menghindar bila diperlukan.

A= Awasi (Aim High In Steering), awasi objek didepan anda dengan jarak pandang dekat, sedang, dan jauh untuk mengetahui dan merencanakan arah mengemudi Anda

P= Perhatikan (Keep Your Eyes Moving), Perhatikan 3 daerah pengamatan yaitu spion kiri-kanan, tachometer dan indicator lainnya sehingga memudahkan reaksi terhadap perubahan kondisi lalulintas.

Ayo Aman Berkendaraan !
http://www.lorco.co.id/

Friday, September 24, 2010

Melahirkan Peradaban Baru

Oleh: Andre Vincent Wenas

“Malam musim panas itu hangat. Bulan sedang purnama. Dengan muram Kaeso memandangi bayangannya – sesosok pincang yang berjalan di sepanjang jalan-jalan Palatine yang gelap dan sunyi.”– Bab VIII Bayang-bayang Scipio, novel Steven Saylor, ROMA: Kisah Epik dari Zaman Romawi Kuno, 2007.
***

Joe Rospars adalah seorang whizzkid, umur 28 tahun, baru-baru ini ia jadi key-note speaker di Personal Democracy Forum (PDF) di Barcelona. Dia bilang, “Internet lowers the barriers for people to participate in the political process.” Buat kita di Indonesia, demokrasi ala facebook telah membuktikan kedigdayaannya dalam kasus cicak vs buaya. Tatkala parlemen di Senayan dan pressure-groups lainnya impoten lantaran terkooptasi, maka segenap jamaah-fesbukiyah bersatu padu menggalang opini publik melawan kekuasaan yang semena-mena. Tsunami opini publik yang digalang itu sementara ini berhasil menggulung niatan kaum jahiliyah yang ingin merampok masa depan bangsa ini dengan konspirasi jahatnya.

Fenomena di atas tentu saja menarik. Selain dimungkinkannya seorang pemuda belia bisa berceloteh di fora internasional, pada kenyataannya ia pun fasih juga dalam menyampaikan pesannya. Arus komunikasi tidak lagi terlahangi tembok perbedaan usia. Pertukaran ide berada dalam jalur bebas hambatan (budaya, prasangka). Memang, dorongan kekuatan teknologi telah meruntuhkan banyak hambatan komunikasi yang irasional. Wacana komunikasi argumentatif antar-subyek seperti yang diadvokasi Juergen Habermas nampaknya mulai mendapatkan platform-nya. Atau dalam wacana Hegelian kita melihat gerak sejarah ke depan dalam proses dialektika (tesis-antitesis-sintesis) yang ‘mengalami percepatan’ lantaran di-booster teknologi informasi. Tiang pancang pembangunan negara global dari nalar-universal mulai ditancapkan.

Caveat buat kaum laggards yang telmi (telat mikir) demi memahami lebih dalam fenomena dunia-datar (Thomas Friedman, The World is Flat, 2005) ini. Kompresi dan ekstensi spatio-temporal telah mendorong perubahan, bukan sekedar aksidentalia bahkan sampai di tataran paradigmatik.
***

Mayetika, berasal dari kata ‘maieutikos’ (Yunani) yang berarti seseorang yang bertindak sebagai bidan yang membantu proses kelahiran. Istilah ini diadopsi Sokrates sebagai metodenya, yakni membantu proses kelahiran juga, tapi bukan kelahiran bayi melainkan kelahiran pengetahuan, kesadaran, ide. Dalam maieutike-techne Sokrates, dikatakan bahwa orang sudah punya pengetahuan, tetapi pengetahuan itu perlu dikeluarkan, dilahirkan. Sebagaimana proses kelahiran, inheren di dalamnya rasa sakit, perlunya kesabaran dan perjuangan (hidup-mati), pengorbanan.

Proses melahirkan peradaban baru yang compatible dengan paradigma jaman yang baru memang bisa juga dirasa menyakitkan bagi sementara golongan. Ada ketidak-relaan yang mewujud dalam bentuk resistensi, mulai dari yang sifatnya kasat-mata sampai yang klandestin. Namun pilihannya sudah jelas, to be or not to be…
***

Pandangan di atas bisa dikatakan agak Neo-futuris sebagai oposisi pandangan Dystopian yang sangat kritis terhadap teknologi (Anthony G. Wilhelm, Democracy in the Digital Age, 2000). Alvin Toffler, yang merupakan pentolan neo-futuris bersama John Naisbitt, Jim Ruben, Richard Groper dan Nicholas Negroponte, telah mengingatkan bahwa untuk menghindari terjadinya ‘gegar masa-depan’ dalam arti ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan kemajuan (teknologi), maka manusia seharusnya terus menerus memperbaiki dan berpikir ulang (rethinking) mengenai tujuan sosial yang disebutnya dengan ‘demokrasi antisipatoris’. “Dengan meluncurkan sebuah proses besar pembelajaran sosial – sebuah eksperimen dalam demokrasi antisipatoris di banyak negara sekaligus – kita dapat menghadang tikaman totalitarian,” demikian Toffler.

Di lain pihak, kita juga mesti mempertimbangkan pandangan Dystopian (tokohnya: Husserl, Heidegger, Thoreau, Arendt dan Barber) yang sangat kritis terhadap aplikasi teknologi. Seperti diurai oleh Heru Nugroho dalam pengantar terjemahan buku Anthony G. Wilhelm, “Bagi Heidegger inti dari teknologi adalah cara untuk mengungkapkan atau menjadi suatu cara berpikir mengenai alam sebagai suatu cadangan tetap, sebagai suatu sumber untuk dipulihkan, ditata dan dikontrol. Sedang Thoreau menyindir bahwa teknologi hanya bersifat menolong.
Namun Arendt menyesali hilangnya hubungan manusia karena pemusnahan ruang-ruang publik yang muncul secara bersama dalam rezim totalitarian (maksudnya rezim komunikasi modern). Dalam hal ini romantisme Arendt adalah ketika ia berfikir bahwa demokrasi politik yang ideal adalah model Yunani kuno. Sementara Barber melihat komunikasi politik bermedia dengan kecurigaan, sebab komunikasi politik di ruang cyber adalah sesuatu yang abstrak, tak berbentuk dan anonim sehingga mudah terjadi penyimpangan.”
***

Dalam retrospeksi, kita mungkin juga sedang melihat bayang-bayang kita sendiri, yang berjalan terpincang-pincang meniti rute-rute asing dalam jaman yang baru. Namun kalau saat ini kita masih selamat berdiri tegak di sini, maka tatapan ke masa depan seyogianya berlensa optimis. Lakukan yang terbaik, siap sedia setiap saat, soal kiamat itu bukan urusan kita.

Thursday, September 23, 2010

Putra Indonesia Penemu Teknologi Inti Kontainer Lipat

Gunawan Kusuma, lahir tahun 1981, salah satu penemu apa yang disebut dengan mekanisme penyeimbang benda berbobot berat. Sistem ini merupakan teknologi inti dari kontainer lipat yang dikembangkan Holland Container Innovations(HCI).

HCI adalah perusahaan rintisan Universitas Teknologi Delft, yang mengembangkan kontainer lipat bagi transportasi udara dan laut. Berkat penemuan, kontainer dapat dikemas hingga sebesar seperempat dari wujud asli. Gunawan yakin kontainer lipat HCI menjadi titik tolak revolusi industri kontainer untuk semakin efisien dan berkelanjutan, dengan memberikan keuntungan ekonomi dan lingkungan hidup.

Gunawan Kusuma kini menduduki kursi CEO Holland Container Innovations. Di bawah kepemimpinan dia, HCI bekerja sama dengan pabrik kontainer. Ia juga membuat proyek pilot bekerja sama dengan perusahaan transportasi besar. Jika berjalan lancar, perusahaan-perusajaan pengapalan ini akan langsung memesan kontainer lipat HCI.

Gunawan Kusuma menerima gelar sarjana ganda, Cum-Laude, dalam bidang Product Design and Menchanical Engineering dari Universitas Utrecht Belanda dan Univeristas Petra Indonesia. Ia kemudian mengambil S2 di Universitas Delft, setelah lulus ia ditawari mengambil gelar Doktor. Namun naluri bisnisnya membuat ia meninggalkan kuliah dan memulai perusahaan Holland Container Innovations.

Green Challenge "Tantangan Hijau" 2010 merupakan perlombaan berhadiah 500 ribu Euro dalam bidang teknologi ramah lingkungan hidup. Selain Gunawan Kusuma asal Indonesia, finalis lainnya berasal dari Amerika Serikat dan Belanda. Pangeran Belanda Friso menjadi juri kehormatan, sekaligus menyerahkan hadiah kepada pemenang.

http://id.news.yahoo.com/repu/20100922/ttc-wow-putra-indonesia-penemu-teknologi-b3cfa56.html

Tuesday, September 7, 2010

Menentukan Prioritas Bisnis

Oleh: Andre Vincent Wenas


...setelah menjalankan pengelolaan organisasi bisnis selama ini, manajemen mulai kewalahan karena rasanya terlalu banyak produk atau bisnis yang harus diurus sekaligus. Koordinasi menjadi ruwet dan banyak konflik terjadi. Sangat dirasa perlu menyusun skala prioritas produk dan bisnis supaya semuanya bisa lebih terarah dan energi tidak terbuang percuma.

Empat kriteria mesti dipertimbangkan untuk menentukan prioritas: apa yang penting (important), apa yang mendesak (urgent), pertimbangan jangka-panjang vs jangka-pendek, dan apa yang realistis vs yang visioner.

Penting artinya relevan dengan tujuan (goals) perusahaan. Oleh karena itu menyusun tujuan dan sasaran perusahaan yang baik (dengan takaran SMART:
specific, measurable, attainable, reliable, time phased) merupakan prasyaratnya.

Mendesak (urgent) artinya mendahulukan berdasarkan pertimbangan waktu dan proses. Mana yang mesti didahulukan karena tanpanya proses berikutnya tidak mungkin dijalankan, atau mana yang mungkin berjalan paralel sehingga hemat waktu dan bisa memotong panjangnya proses.

Pertimbangan jangka-panjang vs jangka-pendek serta apa yang realistis vs visioner menggiring kita untuk melihat dengan jernih kenyataan organisasi dan sumber-sumber daya yang ada (kompetensi orang, modal uang, infrastruktur alat-alat, budaya perusahaan, dll). Mana yang sudah kita punya, mana yang belum dan bisa segera kita beli dengan modal yang ada. Mana yang membutuhkan aliansi strategis dengan pelbagai mitra eksternal (bank, pamasok, agen, konsultan, badan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dlsb).

Mesti diingat, bahwa dalam menyusun skala prioritas konsekuensinya adalah mereduksi beberapa aktivitas (tanpa mengorbankan esensi strategi). Karena realitas waktu dan sumberdaya yang terbatas maka Anda perlu memilih. Tentang pertimbangan jumlah berapa yang mesti menjadi prioritas membutuhkan rasionalitas analisa intelektual serta pertimbangan kebijaksanaan (wisdom) seni kepemimpinan.

Dalam bukunya “Know-How: The 8 Skills that Separate People Who Perform from Those Who Don’t (2007)”, konsultan bisnis Ram Charan, mengingatkan bahwa setelah prioritas ditentukan jangan lupa untuk mengalokasikan sumberdaya (modal uang, membangun kompetensi, infrastruktur, dll). “Without assigning resources, it isn’t a priority!,” tegas Ram Charan. Jika organisasi memiliki beberapa unit usaha dan beberapa product-line, maka kerangka kerja (framework) untuk mengalokasikan sumberdaya adalah sebagai berikut:

Pertama, buat matriks (tinggi-rendah) antara pertumbuhan revenue secara organik (organic revenue growth/ORG) dengan marjin arus-kas bebas (free cash flow margin/FCFM) untuk masing-masing unit usaha atau product-line. ORG dipakai untuk indikator pertumbuhan, sedangkan FCFM sebagai indikator tingkat pengembalian keuntungan (return). Arus kas bebas (free cash flow) bisa dihitung dari: pendapatan tunai dari operasi setelah dikurangi tiga hal, yaitu:
1) kas yang digunakan untuk aktivitas investasi yang esensial (misalnya, penggantian fixed-asset yang diperlukan demi menjaga kapasitas),
2) pembayaran cicilan hutang terjadwal,
3) pembayaran deviden normal (lihat: Robert N. Anthony, et.al,

Accounting: Text and Cases, McGrawHill, 1999). Sehingga didapat empat kuadran:
A) ORG tinggi-FCFM tinggi,
B) ORG tinggi-FCFM rendah,
C) ORG rendah-FCFM tinggi,
D) ORG rendah-FCFM rendah.

Maka jelaslah segmen bisnis di kuadran A (ORG tinggi-FCFM tinggi) adalah paling diinginkan. Sedangkan kuadran D paling kurang diminati. Namun analisanya belum stop di situ. Dalam tiap kuadran, perlu dilihat berapa belanja modal (capital spending) yang telah dilakukan pada tahun yang lalu, dan juga selama unit bisnis atau product-line itu ada. Pilah belanja modal masing-masing ke dalam tiga kategori: perawatan (maintenance), pertumbuhan (growth), dan efisiensi. Pada ujungnya, proses ini bakal mengukur berapa besar modal yang telah dihabiskan bagi tiap segmen dibandingkan dengan kinerja relatifnya di antara unit bisnis atau product-line lainnya.

Kedua, lakukan analisa prospektif dengan matriks (tinggi-rendah) antara market-attractiveness yang menggambarkan rata-rata tingkat pertumbuhan pasar (average market growth rate) sebagai sumbu vertikal, dengan financial-attractiveness yang merupakan campuran (blend) antara ORG dengan FCFM di sumbu horisontal. Dari empat kuadran, tentunya kuadran A di sini menikmati pertumbuhan revenue dan marjin arus kas bebas di atas rata-rata.

Jika analisa ini dilakukan regular, akan diperoleh informasi yang jelas di mana sumberdaya mesti dialokasikan, dan di segmen mana mesti ditarik. Gerak organisasi jadi lebih fokus.

.

(baca selengkapnya di artikel terlampir, dari Tabloid Bisnis KONTAN)

STRATEGIC MANAGEMENT SERVICES

Monday, September 6, 2010

Tactical Supply Chain Management

Tactical supply chain management decisions are made at a national or regional level to produce efficiencies and cost reductions. These articles examine the variety tactical decisions companies make and the effects of those decisions on the supply chain.
Operating A Procurement Card Program
The procurement card, or P-card, is a form of company credit card that is issued to employees who can then purchase goods and services without having to process the purchase through a traditional purchasing procedure, such as using purchasing requisitions and purchase orders.

This article looks at benefits and risks of the procurement card program.There are a number of different procurement card programs, some involve only the use of company approved vendors, while others allow any vendor to be used. The purchases made by an employee using a procurement cards are generally small and low value. A lot of negative reactions about procurement card programs are specifically targeted towards the abuse of the card by employees. However, the benefits of procurement programs are far greater than the risks and costs involved in operating the program.
Sales and Operations Planning
Sales and operations planning (S&OP), sometimes known as aggregate planning, is a process where executive level management regularly meets and reviews projections for demand, supply and the resulting financial impact. S&OP is a decision making process that makes certain that tactical plans in every business area are in line with the overall view of the company’s business plan.

The overall result of the S&OP process is that a single operating plan is created that identifies the allocation of company resources, including time, money and employees. Whereas strategic planning looks at the company’s plan years into the future, tactical plans look at the company’s business plan over the coming year. Tactical plans take into account overall strategies of the company, which are found in the strategic plan. Sales and operations planning are aimed to helping to provide companies develop and align the tactical plans developed by the various business areas. There are two approaches that are used in sales and operations planning; top-down planning and bottom-up planning.

Source: About.com Guide

URL: http://logistics.about.com/od/tacticalsupplychain/Tactical_Supply_Chain_Management.htm

Thursday, September 2, 2010

Manajemen Kinerja

Oleh: Andre Vincent Wenas

...demi meningkatkan kinerja perusahaan yang semakin besar (dalam jumlah orang), banyak yang mulai mencoba menerapkan manajemen kinerja, demi berusaha melakukan pengukuran seobyektif mungkin terhadap kinerja tim. Namun tidak jarang pula malah terjadi keresahan dan ketidakpuasan di antara anggota tim dengan para manajernya. Karenanya perlu diperhatikan prakondisi yang diperlukan agar penerapan manajemen kinerja ini bisa berdampak positif.

Salah satu tantangan terberat pemimpin bisnis adalah mengelola dan menyambungkan
kinerja anggota timnya dengan kinerja organisasi secara keseluruhan. Baiklah disadari sejak mula, bahwa Anda sebagai pimpinan seorang diri hanya dapat meningkatkan kinerja sedikit saja. Para karyawan masing-masing juga hanya bisa memperbaiki kinerja sedikit saja. Namun demikian, ketika Anda bersama karyawan Anda bersatu dalam pihak yang sama dan bekerja bahu-membahu, maka Anda pasti mampu meningkatkan kinerja secara signifikan. Hukum sinergi menjanjikan pertumbuhan eksponensial.

Sebagai langkah awal, perlu di pahami serta diwaspadai sungguh-sungguh terlebih dahulu, apa yang seharusnya dilakukan dalam manajemen kinerja dan apa yang tidak seharusnya dilakukan olehnya.

Kita mulai saja dari yang tidak seharusnya dilakukan dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Bahwa manajemen kinerja bukanlah cara untuk mengancam dan mengintimidasi karyawan supaya kinerjanya lebih produktif. Juga, manajemen kinerja bukanlah suatu metode untuk menyalahkan dan mencari-cari kesalahan karyawan. Dan yang penting sekali, bahwa manajemen kinerja bukan sarana untuk menyerang kepribadian dan sikap karyawan.

Jadi, apa itu manajemen kinerja? Ringkasnya, manajemen kinerja adalah seperangkat alat dalam aspek pengelolaan SDM yang digunakan untuk mengoptimalkan tingkat keberhasilan tiap karyawan. Bahkan bukan hanya setiap karyawan, tetapi ia juga berfungsi untuk mengoptimalkan kinerja setiap unit kerja, kinerja para manajernya dan akhirnya kinerja organisasi secara menyeluruh.

Perlu pembaharuan cara pikir, bukan dengan menoleh ke belakang (kita sering menyebutnya: menajemen kaca spion), namun dengan suatu gagasan cerdas untuk membangun kesuksesan sekarang ini dan terus ke masa depan. Kunci keberhasilan penerapan manajemen kinerja adalah komitmen keseharian para pimpinan bersama dengan seluruh tim untuk membuka jalur komunikasi dua arah, alias dialog. Bukan monolog (satu arah) atau duolog (dua pihak saling bicara tanpa ada yang mendengar!). hati-hati, manajemen kinerja bukanlah suatu perkara yang ramai dibicarakan hanya di akhir semester pada saat penilaian karya. Namun, manajemen kinerja adalah proses komunikasi terus-menerus (on going communication process).

Beberapa prakondisi untuk menerapkan manajemen kinerja dari Robert Bacal (bukunya: How to Manage Performance, McGraw-Hill, 2004) baik disimak: pertama, manajemen kinerja butuh investasi Anda sebagai pimpinan. Investasi waktu, pikiran dan kehadiran Anda. Manajemen kinerja di satu sisi sebetulnya tidaklah terlalu sukar. Memang ada bagian-bagian yang membutuhkan keterampilan tertentu, misalnya menterjemahkan dan menurunkan tujuan strategis perusahaan beserta indikasi ukuran keberhasilannya sampai menjadi indikasi ukuran keberhasilan tiap unit kerja, dan akhirnya diturunkan menjadi indikasi ukuran keberhasilan setiap individu karyawan. Berjenjang dari atas sampai karyawan di lapangan.

Kedua, adalah rasa tanggung-jawab bersama (shared responsibility). Agar rasa tanggung-jawab bersama ini muncul, syaratnya adalah keterbukaan atau transparansi, komunikasi dua arah. Jangan ada informasi yang terdistorsi oleh pelbagai kepentingan yang de facto bisa berakibat kontra-produktif. Distorsi informasi ini misalnya: laporan ABS, laporan tentang kejelekan karyawan lain (tanpa didukung data) sehingga mengakibatkan keharmonisan kerja terganggu. Ajak dan gugah tim Anda agar jadi bagian dari solusi (problem solver), bukan sekedar jadi pelapor masalah (problem reporter). Apa lagi kalau yang dilaporkan cuma keburukan atau kekurangan seseorang atau unit kerja tertentu. Sepakati bersama, bahwa yang didefinisikan sebagai suatu masalah dalam organisasi adalah: adanya kesenjangan (gap) antara target (standar) dengan kenyataan yang ada. Sehingga setiap orang disemangati untuk berani mengemukakan masalah, bukan menyembunyikannya.

Ketiga, senantiasa hargai dan dorong tim agar berani menyampaikan pendapat, berargumentasi dan bahkan memakai hikmat (wisdom)nya masing-masing. Apalagi jika
Anda memimpin tim yang berpengetahuan serta berketerampilan tinggi. Mereka perlu apresiasi bukan sinisme.
.

(baca selangkapnya di artikel terlampir, dari Tabloid Bisnis KONTAN)

STRATEGIC MANAGEMENT SERVICES

Wednesday, August 25, 2010

Pertanyaan vs Pernyataan

Mengubah Pikiran dengan Mengubah Pertanyaan menjadi Pernyataan

Mungkinkah dengan hanya mengubah pertanyaan dan pernyataan mampu mengubah pikiran kita ?

Pikiran tempat berkumpulnya motivasi, emosi positif dan negatif, tidak lah selalu dalam kondisi yang prima. Terkadang emosi negatif mendominasi sehingga menghasilkan perilaku yang kurang baik seperti tidak percaya diri, merasa sulit mendapatkan solusi dari setiap permasalahan, kinerja menjadi buruk, dan perilaku perilaku kurang baik lainnya.

Para pakar motivasi menyatakan bahwa dengan mengubah pertanyaan ataupun pernyataan diri akan suatu hal akan mengubah kondisi pikiran menuju kehidupan yang lebih berkualitas.

Berikut ini adalah 3 Pola ajaib yang bisa kita mainkan untuk merubah pertanyaan dan pernyataan diri sehingga berdampak pada perubahan menuju pikiran dan perilaku yang positif atau lebih baik.

1. Pola: "Kenapa…." diubah menjadi "Bagaimana caranya….(lawan kalimat pertama)"

Contoh pertanyaan:

"Kenapa saya malas bekerja?" diubah menjadi "Bagaiman caranya agar saya semangat bekerja ?"

"Kenapa hidup saya selalu gagal?" diubah menjadi "Bagaiman caranya agar hidup saya selalu sukses ?"

"Kenapa mereka selalu mengabaikan kampanye K3 ?" diubah menjadi "Bagaimana caranya agar mereka selalu memperhatikan dan menjalankan pesan dalam kampanye K3 saya ?"

(Sekarang giliran Anda untuk bermain main dengan pertanyaan tersebut)

Catatan: Pola pertanyaan "Bagaimana caranya" akan merangsang pikiran untuk langsung mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi.



2. Pola: Seharusnya saya… diubah menjadi Saya akan….

"Seharusnya saya bisa berprestasi?" diubah menjadi "Saya akan selalu berprestasi"

"Seharusnya saya bertindak cepat" diubah menjadi "Saya akan selalu bertindak cepat"

"Seharusnya mereka mengerti kalau tindakan itu berbahaya diubah menjadi "Saya yakin mereka akan mengerti kalau tindakan itu berbahaya"

(Sekarang giliran Anda untu bermain main dengan pernyataan tersebut)

Catatan: Pola pernyataan "Saya akan…" akan merangsang pikiran untuk optimis dan dengan sendirinya akan menacari solusi dari permasalahan yang dihadapi serta membiasakan solusi tersebut dalam kehidupan.



3. Pola: Jangan…. diubah menjadi …(lawan kata sesudah kata jangan)

"Jangan Telat" diubah menjadi "Datang Tepat Waktu ya..."

"Jangan Takut" diubah menjadi "Berani ya..."

"Jangan Buang sampah sembarangan" diubah menjadi "Buanglah Sampah pada Tempatnya"

(Sekarang giliran Anda untu bermain main dengan pernyataan tersebut)

Catatan: Pola pernyataan "…(lawan kata sesudah kata jangan)" memberikan instruksi langsung ke pikiran terhadap pesan yang ingin disampaikan. Pikiran tidak mengenal kata tidak atau jangan, yang ditangkap adalah kata sesudah jangan tersebut. Sama halnya ketika ada yang berkata pada kita "Jangan membayangkan seekor monyet", justru malah pikiran kita membayangkan seekor monyet.

Semoga dengan mengubah pertanyaan dan pernyataan diri dapat mengubah pikiran kita hingga menghasilkan perilaku yang selalu positif.



Salam Safety

Sumber: www.lorco.co.id

by Widi Safari

Thursday, August 19, 2010

Just in Time

Mengenal Sistem Produksi Tepat Waktu (Just In Time System)

Mohammad Syarwani

I. Sistem Produksi Barat

Sistem produksi yang paling banyak dipakai saat ini adalah yang berasal dari Eropa dan Amerika. Sistem produksi tersebut dikenal sebagai sistem produksi western. Ciri-ciri dari sistem produksi ini antara lain:

* melakukan peramalan dalam menentukan kuantitas produksi,
* melakukan optimasi dalam penjadwalan produksi, penentuan kebutuhan bahan,penentuan kebutuhan mesin, pekerja, dll.
* terdapatnya departemen pengendalian kualitas,
* terdapatnya gudang receiver dan gudang warehouse sebagai
penyimpan persediaan, dll.

Secara garis besarnya adalah masih terdapatnya unsur- unsur probabilistik dalam melakukan keputusan untuk masalah-masalah sistem produksi. Filosofi dasar dari sistem produksi western adalah bagaimana mengoptimalkan unsur-unsur sistem produksi yang tersedia. Hal ini memungkinkan karena negara-negara barat waktu itu masih memiliki resourcess yang cukup banyak.

Pada tahun 1970-an terjadi krisis minyak bumi yang sangat mempengaruhi industri-industri barat sebagai consumer terbesar. Sedangkan Jepang tidak begitu terpengaruh krisis tersebut karena Jepang sudah biasa hemat dalam menggunakan resources khususnya minyak bumi. Akibatnya industri-industri barat mengalami kemerosotan sedangkan sebaliknya di Jepang justru mulai muncul.

Pada tahun 1980-an sistem produksi jepang mulai menunjukkan keunggulan-keunggulannya sedangkan barat justru baru mulai merekonstruksi dan merestrukturisasi sistem produksinya baik melalui teknik-teknik produksinya maupun manajemennya. Pada tahun 1990-an Jepang nampak berkembang pesat dan jauh meninggalkan Eropa ataupun Amerika.

II. Sistem Produksi Jepang

Sistem produksi Jepang dikenal dengan nama Sistem Produksi Tepat-Waktu (Just In Time). Filosofi dasar dari sistem produksi jepang (JIT)adalah memperkecil kemubadziran (Eliminate of Waste). Bentuk kemubadziran antara lain adalah

Kemubadziran dalam Waktu, misalnya ada pekerja yang menganggur (idle time), mesin yang menganggur, waktu transport dalam pabrik tidak efisien, jadwal produksi yang tidak ditepati, keterlambatan material, lintasan produksi yang tidak seimbang sehingga terjadi bottle-neck, terlambatnya pengiriman barang, banyak-nya karyawan yang absen, dsb.

Kemubadziran dalam Material, misalnya terlalu banyak buangan (scraps, chips) akibat proses produksi, banyak terjadi kerusakan material atau material dalam proses, banyaknya material yang hilang, material yang usang, nilai material yang menurun akibat terlalu lama disimpan, dll.

Kemubadziran dalam Manajemen, misalnya terlalu banyak karyawan kantor, banyak terjadi mis-informasi antar departemen, banyaknya overlapping dalam penugasan, pelaksanaan tugas yang tidak efektif, sulit dalam koordinasi, dll. Jepang melakukan eliminate of waste karena jepang tidak punya resources yang cukup. Jadi dalam setiap melakukan pengambilan keputusan terutama untuk masalah produksi selalu menganut kepada prinsip efisiensi, efektifitas dan produktivitas.

Untuk dapat melaksanakan eliminate waste Jepang melakukan strategi sebagai berikut :

- Hanya memproduksi jenis produk yang diperlukan.
- Hanya memproduksi produk sejumlah yang dibutuhkan.
- Hanya memproduksi produk pada saat diperlukan.

Tujuan utama dari sistem produksi JIT adalah untuk dapat memproduksi produk dengan Kualitas (quality) terbaik, Ongkos (cost) termurah, dan Pengiriman (delivery) pada saat yang tepat, dan disingkat QCD. Tujuan utama ini bisa dicapai jika ketiga unsur berikut dapat dilaksanakan secara terpadu, yaitu Melakukan pengendalian kuantitas dengan baik.

Untuk dapat menentukan kuantitas yang tepat maka diperlukan sistem informasi yang baik. Sistem informasi untuk memproses produk tersebut di Jepang dikenal dengan istilah Kanban (kartu berjalan). Pelaksanakan pengendalian kuantitas akan berjalan dengan baik jika didukung oleh suplier dan consumer yang pasti dan tepat waktu. Jika hal ini dapat dilakukan maka kita akan dapat mengeliminir waste dalam material
sehingga konsep Zerro Inventory dapat dilaksanakan.

Melakukan pengendalian kualitas dengan baik.
Dalam melakukan pengendalian kualitas di Jepang dikenal dengan istilah TQC (Total Quality Control). Tujuannya adalah untuk dapat memenuhi konsep Zero Defect. Didalam sistem produksi di jepang tidak ada departemen pengendalian kualitas, tetapi yang ada adalah Quality Assurance (jaminan kualitas).
Konsep zero defect tersebut akan dapat berjalan dengan baik jika para pekerja diberi kewenangan (otonomi), agar tidak memberikan hasil produk yang tidak baik ke rekan kerja berikutnya sehingga tidak menyusahkan pekerja lainnya.

Menjunjung tinggi harkat kemanusiaan karyawan. Didalam sistem produksi dikenal 5 faktor produksi yang penting agar produksi dapat berjalan dengan baik yang dikenal dengan istilah Lima M, yaitu Man, Machine, Material, Money, dan Method. JIT tidak ingin menganggap Man hanya sebagai salah satu faktor produksi saja, tetapi lebih dari itu yakni ingin mengangkat harkat karyawan sehingga karyawan tersebut merasa
memiliki sebagian dari perusahaan. Untuk dapat melakukan ini ada 3 cara, yaitu :

a. Otonomi (kewenangan).
Karena karyawan sebagai pelaku dan penentu dalam proses produksi maka perlu kewenangan sehingga dapat mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan batasan tugas dan tanggungjawabnya.

b. Flexibility
Karyawan perlu mengetahui dan bisa melakukan pekerjaan- pekerjaan lain diluar pekerjaannya. Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi kebosanan (boredom) atau kejenuhan dan dapat melakukan subtitusi kerja lainnya jika karyawan yang ber-sangkutan absen.

Ditinjau dari segi manajemen adalah menguntungkan dalam segi pengkoordinasian karena setiap karyawan mengerti akan keterkaitannya dan tugas-tugas rekan kerjanya yang lain. Dengan cara tersebut akan didapat karyawan yang bersifat multifungsi. Jika karyawan diarahkan kepada pekerjaan yang bersifat Spesialisasi saja maka akan muncul
hal-hal negatif antara lain adalah kesulitan dalam mengkoordinasi karena timbulnya blok-blok atau pengkotakan antar job-nya masing-masing, tidak ada sifat gotong-royong dalam bekerja, antara karyawan tidak ada sifat kepedulian, dll.

c. Creativity
Jika wewenang, tanggung-jawab, job, dan flexibility sudah dimiliki setiap karyawan tetapi kreativitas belum tersalurkan maka akan muncul kejengkelan atau unek-unek dari karyawan tersebut. Untuk itu perlu adanya penyaluran kretivitas apakah dalam bentuk Urun rembug, brainstorming, atau yang lainnya. Dengan demikian akan terbentuk suatu Demokrasi dalam sistem produksi.

Sebagai penutup dapat dikatakan bahwa JIT sebenarnya berakar pada ilmu-ilmu barat. JIT dapat berjalan dan berhasil di Jepang karena didukung oleh budaya jepang yang sesuai. Jadi secara tidak langsung Jepang dapat memilih dan membudidayakan budaya asing yang baik untuk disesuaikan dan dikembangkan menjadi budayanya.

===
Pusat Studi ERP Indonesia
http://www.ERPweaver.com

Sunday, August 15, 2010

Baju Bayi Lucu

Lebaran akan tiba, kunjungi website untuk koleksi baju si kecil
http://www.kiranakirani.com/

-----------------------------------------

Mohon maaf, website diatas sudah terminated
Sebagai gantinya silahkan buka http://multiafebriani.blogspot.com/

Thursday, August 12, 2010

Integrasi Data Rantai Pasokan, Kunci dari Profit

Dalam supply chain management, data yang berdiri sendiri dari masing masing rantai akan menimbulkan biaya yang tinggi, membuat tidak fleksibel, dan akibatnya profitpun terancam. Bagaimana mengubahnya, berikut risalah tulisan dari F John Reh, About.com.

Integrasi Data.
Ketika perusahaan mulai berdiri, tidak banyak data yang diperlukan. Hampir semua data disimpan dalam kepala seorang pemilik perusahaan, pemasok atau pelanggan mendapatkan data dengan bicara panjang lebar.
Kemudian dengan berkembangnya perusahaan, maka mulailah data dibuat di beberapa tempat oleh beberapa orang, misalnya data produksi, data finansial, dan data marketing. Dan bicara panjang lebarpun sudah tidak bisa membuat data terkumpul dengan cepat, akibatnya proses finansial perusahaan jadi melambat, marketing jadi menurun, dan produksi jadi bulan bulanan. Akhirnya tumbuhlah kebutuhan untuk merangkum data data tersebut secara periodik, mingguan atau harian. Dan saat ini, dunia bisnis sudah membutuhkan lebih dari rangkuman periodik, dunia bisnis saat ini membutuhkan data yang saling terikat setiap saat, saling terhubung setiap saat, dan data yang akurat setiap saat. Real Time Visibility sudah dimulai.
Kunci sukses dan profit perusahaan perusahaan saat ini dan dimasa mendatang adalah seberapa cepat data terintegrasi dan seberapa akurat data tersebut. Dan itu melalui penguasaan teknologi informasi.

Langkah langkah integrasi data.
Untuk menata data data memang terdengar mudah, namun sangat besar tantangannya. Selain penguasaan teknologi informasi, dibutuhkan visi yang kuat, kemauan baja, kesabaran biksu, dan kedewasaan untuk mencapainya. Namun begitu berikut langkah langkah menuju data yang terintegrasi
1. Tentukan data data apa yang perlu di integrasikan [misal: finansial, purchasing, produksi, dan customer service].
2, Tunjuk siapa yang mengumpulkan dan mengolah data data tersebut.
3. Tentukan siapa pemilik data hasil integrasi tersebut, sebagai penanggungjawab atas kualitasnya.
4. Diskusi dengan pemilik data tersebut tentang apa yang diinginkan dari data integrasi itu, bukan hanya apa yang bisa didapatkan.
5. Tentukan bahasa standard, dan tempat dimana data itu akan diproses, diolah dan disimpan.
6. Adakan proses pengadaan berdasarkan hasil hasil spesifikasi diatas.
7. Terus satukan persepsi bahwa data itu nantinya adalah data integrasi dari perusahaan bukan lagi data masing masing bagian.
8. Aktifkan sistem integrasi data yang baru dan segera matikan sistem yang lama.
9. Saatnya memperhatikan dan mengevaluasi, apakah finansial status membaik.

Dengan integrasi data ini kita akan mengurangi biaya biaya produksi, meningkatkan produktifitas, dan profit akan terkontrol.

Tosan S
http://thepurchaser .blogspot. com

Monday, August 9, 2010

How to be a best in class Logistics customer

WEEKLY LINK

Published: 14/10/2009 at 12:00 AM

Newspaper section: Business

Knowing how to be a good customer is just as important as knowing how to treat customers well. Manufacturers, distributors and retailers often reward their best supply chain vendors, especially those that perform logistics services. Now what if the logistics service providers were to turn the tables and nominate their best customers? What would be the criteria for winning such an award? Robert J. Bowman of Global Logistics & Supply Chain Strategies highlights some tips for companies on how to be a "best-in-class" customer of a logistics provider in a poor economy.

Think in terms of the big picture: Companies on both sides of a contractual relationship need to align with the overall supply chain and business objectives of a particular category and its end consumers. For example a good relationship will give the provider some leeway in determining where to cut inventory or reduce overall service costs, whereas a traditional storage contractor would want a full warehouse.

Don't fixate on transactional pricing: Enlightened customers don't let the draw of a low-cost freight rate (with doubtful service levels) place the larger chain at risk. A good logistics provider can often help its customers save cost, as long as it's given the freedom to look at more than individual links in the chain. A reasonable approach to price must be preceded by a look at all the costs.

Set realistic expectations for outsourcing results: Going into a relationship, the customer's buying organisation might have failed to detail exactly what benefits the provider is expected to deliver. After that, poor communication between various levels of both organisations only serves to make things worse, leading to misunderstandings and finger-pointing. Putting the full details of the deal into writing can help to avoid the danger of "scope creep", whereby the provider's responsibilities range well beyond what was anticipated, without any clear intent behind the change.

Emphasise accurate data and automation: Lack of good data shouldn't be used as an excuse for failing to drive improvements in the customer's supply chain. The more accurate the data given to a service provider, the better the business case will be. Data integrity on the customer side is vital to establishing metrics to track ongoing performance, and crafting a relationship that benefits both parties over the long run.

Clear procedures and concise metrics: A series of key performance measurements and standardised procedures are essential to identifying and tracking the success of those programmes. If a service provider can highlight to its customer the exact amount spent on moving raw materials for each item produced, then costs can be reduced without eroding margin.

Focus on collaboration: In today's uncertain economy, it's only natural for companies to feel uncomfortable about committing themselves to an ironclad, multi-year contract. However, real collaboration involves the sharing of both risk and reward. That's especially crucial in rough economic times, when the provider can get stuck with excess transport and warehouse capacity if the customer opts out of a contract, changes its supply chain strategy or goes out of business.

Meet regularly with the service provider: There's no rule about how often partners should talk about major issues, but it should be monthly. Topics should include the state of the relationship, project plans, expectations of return on investment, and whether desired results are being achieved. The best-in-class logistics provider is usually ready to respond to unanticipated changes in the marketplace, economy or distribution network and will continually offer ideas for improving the customer's supply chain.

Get senior leadership involved: Senior-level reviews tend to occur once or twice a year, with quarterly reviews taking place at the general-manager level. The latter can involve individuals from various logistics or supply chain disciplines. The high-level talks will focus on how the parties are meeting their strategic objective, with a particular emphasis on any changes in facilities or distribution networks.

Pay your bills on time: For all that high-flown talk of collaboration and trust, outsourced logistics remains a low-margin business. In this economic climate people are looking to stretch out their payables, slow-paying clients can make or break a relationship, jeopardising the provider's profitability.

In Summary: The current economic crisis has providers thinking hard, not only about holding on to their customers, but selecting the right ones. A nervous or reactive client who demands across-the-board rate cuts but won't commit to a long-term engagement isn't going to attract many high-quality logistics entities, no matter how bad things are. Furthermore, any customer that fails to meet a provider halfway isn't going to derive full value from the relationship.

Weekly Link is co-ordinated by Barry Elliott and Chris Catto-Smith CMC of the Institute of Management Consultants Thailand . It is intended to be an interactive forum for industry professionals

Friday, August 6, 2010

Peti kemas Tanjung Perak naik

SURABAYA: Arus peti kemas yang dibongkar muat melalui sejumlah dermaga di Pelabuhan Tanjung Perak pada semester I/2010 mencapai 1,63 juta twenty foot equivalent units (TEUs) atau naik sekitar 16% dari capaian pada periode sama 2009 yang mencapai 1,38 juta TEUs.

Kepala Humas PT Pelabuhan Indonesia III Iwan Sabatini mengakui bila handling peti kemas yang dilakukan beberapa dermaga di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya selama periode 6 bulan pertama 2010 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Ada peningkatan sekitar 16%. Volume peti kemas semester I/2009 hanya 1,38 juta TEUs naik menjadi 1,63 juta TEUs pada semester I/2010. Itu merupakan hasil kontribusi PT Terminal Peti kemas Surabaya, PT Berlian Jasa Terminal Indonesia dan dermaga Nilam yang baru direvitalisasi," katanya kepada Bisnis kemarin.


Sumber: Bisnis Indonesia
Berita lengkapnya dapat anda baca pada link ini: http://web.bisnis.com/ecetak/135/transportasi-logistik/1id198397.html

Thursday, August 5, 2010

Changing Supply Chain Thinking

The supply chain is changing both domestically and internationally because of pressure to cut costs and increase efficiency and productivity. According to a recent Fleet Owner article, all people involved in making supply chain decisions will face shifts in their transportation strategies.

Shippers are trying to streamline their supply chains, while truckers are attempting to diversify their service offerings to meet transportation needs. Truckers also are trying to make their equipment as efficient as possible and are lowering travel expenses to improve their cost structure. The need for more efficient processes has formed at a time when there is increased pressure across supply chains. Customers now can demand supplies at any time and from anywhere, and suppliers must have the insight and execution to keep up.

“After the experience of the last 18 to 24 months, we know we need to be much more nimble in the future to drive efficiencies through a multidivisional company like ours while enabling us … to more rapidly respond to changing business dynamics,” says Charlie Chesnutt, senior vice president at Genuine Parts. He argues that purchased product should not matter because it depends on how the warehouses, trucks, and technology get it to the end customer. Their plans can be different, but the software should be the same. “It’s all about more precisely establishing the ‘what, when, how much, and why’ of the shipment and storage goods so our business as a whole can benefit from this supply chain shift,” says Chesnutt.

Source: APICS e-News

URL: http://www.apics.org/sitefiles/enews/enews_2010_05_18_full_version.html?utm_source=enews&utm_medium=email&utm_campaign=enews_100518#2

Wednesday, August 4, 2010

Cara Jembrana Menjadi Digital City

Monday, July 5th, 2010
oleh : A. Mohammad BS

Meski relatif miskin sumber daya alam, Kabupaten Jembrana mampu menjadi digital city yang kini menjadi rujukan daerah lain. Berbagai layanan canggih — seperti yang dirasakan warga negara-negara maju — sudah bisa dinikmati warga Jembrana. Salah satu kunci utama keberhasilannya: gotong-royong.

"Biar tidak kaya, yang penting inovatif dan kreatif." Prinsip ini sepertinya dipegang oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana. Betapa tidak, hingga tahun 2000, Jembrana tak lebih dari sebuah perlintasan arus wisatawan domestik dari Pulau Jawa menuju Denpasar. Jembrana tak memiliki sumber daya alam dan objek wisata yang menonjol. Tak mengherankan, dengan PAD Rp 2,3 miliar per tahun beberapa tahun lalu itu, Jembrana merupakan kabupaten dengan PAD terendah di antara 8 kabupaten dan kota di Bali.

Akan tetapi, dengan segala keterbatasannya, Jembrana justru kini bisa dibilang sebagai salah satu kabupaten paling modern di Indonesia — dibandingkan DKI Jakarta sekalipun. Jembrana juga bisa menjadi pionir dalam hal pemanfaatan teknologi informasi bagi peningkatan pelayanan kepada masyakaratnya.

Contohnya, sementara di DKI Jakarta para pegawai pemerintah dan warganya memiliki beberapa kartu (KTP, kartu pegawai, kartu Jamsostek/kartu asuransi, NPWP, dan sejumlah kartu lainnya), di Jembrana tidak seperti itu. Di kabupaten ini, setiap pegawai pemerintah dan siswa sekolah cukup menyimpan satu kartu yang memiliki beragam fungsi: sebagai KTP, kartu pegawai atau kartu pelajar yang merangkap kartu absen, kartu ATM hingga kartu untuk pembayaran belanja di kantin sekolah. Hebatnya lagi, kartu itu berisi data rekam medis dan berfungsi sebagai kartu berobat ke dokter atau rumah sakit. Kartu multifungsi itu disebut Jembrana Smart Card (J-Smart). Kartu ini boleh dibilang sebagai terobosan dari Pemkab Jembrana dalam rangka meningkatkan kinerja layanan publiknya dengan memanfaatkan TI.

Tak hanya itu. Ketika konsep digital city atau cyber city masih diwacanakan di seantero Indonesia, Jembrana sudah menerapkannya. Kabupaten yang terletak di bagian paling barat Pulau Bali itu merupakan contoh sukses dan dijadikan rujukan dalam pewujudan digital city.Dalam hal pemanfaatan TI, Jembrana memang selalu terdepan dan inovatif. Dan, keberanian Jembrana dalam mengadopsi solusi TI tersebut tidak lepas dari sosok Prof. Dr. drg. I Gede Winasa, sang bupati. "Kami ini miskin, tapi sombong," ucap Winasa dengan nada canda.

Maklumlah, sebagai daerah minus, Winasa malah berani-beraninya memutuskan memanfaatkan TI, yang tentu saja biayanya tidak murah. Sang bupati intelek ini memiliki keyakinan TI akan sangat membantu kemajuan daerahnya. Di sisi lain, pembenahan birokrasi dan SDM pun gencar dilakukan. Apa saja inovasi Jembrana dalam mempraktikkan e-government (e-gov) menuju kota digital guna memberikan pelayanan sebaiknya-baiknya kepada masyakaratnya?

Salah satu gebrakan awal Winasa adalah pengembangan website 2001. Tujuannya, mempermudah interaksi dengan warga. Namun, terbatasnya warga Jembrana dalam mengakses Internet menyebabkan hasil yang diharapkan tidak maksimal. Meski demikian, Pemkab Jembrana tak putus asa. Seiring dengan maraknya pemakaian telepon seluler, Pemkab menyiasatinya dengan mengembangkan layanan SMS gateway. , respons terhadap layanan SMSgatewayini cukup bagus. Setiap hari ratusan SMS berisi pengaduan hingga permohonan masuk ke Pemkab — yang dijawab dan ditindaklanjuti dalam waktu maksimum tiga hari.

Menurut I Komang Wiasa, Kepala Dinas Hubungan Komunikasi dan Informasi Kab. Jembrana, cepatnya respons terhadap SMS yang masuk, karena SMS itu langsung dilkomunikasikan ke bagian-bagian terkait secara elektronik sesuai dengan konsep "kantaya" (kantor maya). "Padahal, ketika mengawali menerapkan TI, Pemkab Jembrana tidak mempunyai SDM TI. Untuk itu, pada 2001 kami menjalin kerja sama dengan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT untuk mendapatkan teknologi dan dukungan teknis dengan anggaran terbatas," ujar Wiasa.

Salah satu megaproyek pengembangan TI yang dilakukan Pemkab Jembrana adalah Jimbarwana Network (J-Net) — infrastruktur jaringan yang mengintegrasikan kecamatan, desa dan sekolah-sekolah se-Kabupaten Jembrana — pada Maret 2007. Tujuan pengembangan J-Net adalah meningkatkan kualitas layanan publik, menjalankan kelola pemerintahan yang baik, meningkatkan kualitas pendidikan (e-learning), dan memasyarakatkan TI. "Konsep pengembangan TI Jembrana adalah e-development. tidak sekadar ingin menjadikan Jembrana sebagai daerah yang menjalankan e-government, melainkan perpaduan penerapan e-leadership, e-government, e-society, e-businessyang terhubung dalam infrastruktur, " Wiasa menuturkan.

Dijelaskan Wiasa, pembangunan backboneJ-Net dimulai dari pusat pemerintahan kabupaten yang berhubungan dengan Network Operating Center (NOC). Dari pusat jaringan backbonedipancarkan sinyal ke dua arah yang berbeda. Ke timur mengarah ke Kantor Camat Mendoyo dan Camat Pekutatan. Lalu, ke barat mengarah ke Kantor Camat Melaya. Diklaim Wiasa, jaringan backboneKab. Jembrana ini ditopang oleh perangkat teknologi tinggi Speed LAN (local area network)yang menjadi standar militer Amerika Serikat.

Dijelaskan Wiasa, pembuatan infrastruktur jaringan komputer di Jembrana menggunakan konsep De Militerized Zone (DMZ):semua server utama diletakkan pada daerah bebas gangguan keamanan yang diapit dua firewall. Firewall merupakan exterior firewallyang menggunakan perangkat bridge firewall(diletakkan pada NOC). Pada gatewaydiberikan fasilitas Virtual Private Network (VPN) untuk menjaga kerahasiaan pengiriman data, baik voicemaupun non-voicedari dan ke luar jaringan Kab. Jembrana. Adapun komputer clientdiberi softwareVPN Client. Firewallkedua diletakkan pada sisi intranet yang dilengkapi juga dengan VPN serveryang dipasang pada router. Fungsi VPN ini untuk menjamin kerahasiaan pengiriman data. Sebab, antara NOC dan clientmasih menggunakan wireless — keamanannya masih sangat rendah.

Pengembangan jaringan infrastruktur (backbone) J-Net ini menghabiskan biaya Rp 5 miliar. J-Net mempunyai kapasitas bandwidthhingga 11 Mbps — cukup besar dan cepat untuk mengirim data teks, data suara, ataupun data gambar/video. Bahkan, J-Net juga bisa digunakan untuk layanan VoIP dan video conference.

Diakui Wiasa, bagi Jembrana investasi untuk membangun J-Net ini sangat besar. Pendanaannya, selain dari APBD, juga dari sumbangan warga. Antara lain, tiap sekolah menyumbang Rp 30 juta, sumbangan tiap desa sebesar Rp 40 juta, dan kecamatan mengeluarkan Rp 60 juta. "Menjadikan Jembrana sebagai cyber citybenar-benar dilakukan secara gotong-royong, " ujar Wiasa bangga.

Hasilnya? Kini, J-Net bisa menghubungkan kantor kabupaten dengan lima kantor kecamatan, 51 kantor desa, 10 kantor kelurahan, 240 sekolah, puskesmas, rumah sakit dan telecenteryang ada di Jembrana. Hingga tahun ini ditargetkan jumlah titik jaringan berbasis Internet ini bisa mencapai 253.

Kehadiran J-Net pun telah memicu pengembangan dan implementasi sistem TI yang baru. Antara lain, Jembrana Satu Identitas Kesehatan (J-Sidik) yang mengintegrasikan Sistem Informasi Manajemen Pemerintah Daerah dengan sistem Jaminan Kesehatan Jembrana. Pengembangan terbaru yang digagas Winasa adalah Millenium Development Goals (MDGs) di mana pencapaian MDGs ditampilkan dalam bentuk peta digital yang menggambarkan kondisi MDGs di seluruh banjar di Kab. Jembrana. Mappingini dapat dimonitor oleh petugas posyandu, aparat desa, camat hingga bupati, dengan mengakses situs web yang terhubung dengan J-Net.

Selain itu, Pemkab Jembrana mulai memperkenalkan layanan e-ticket untuk keperluan transportasi massal dengan tarif murah — walaupun untuk sementara layanan ini baru bisa dinikmati pegawai negeri sipil (PNS). Melalui layanan e-ticket, setiap bus sudah dilengkapi komputer untuk membaca KTP SIAK milik PNS yang menumpang dan telah terintegrasi dengan rekening masing-masing sehingga langsung memotong Rp 1.000 untuk satu perjalanan.

Tidak hanya itu, sekarang masyarakat Jembrana bisa memanfaatkan komputer layar sentuh yang terpasang di Kantor Pemkab untuk mendapatkan informasi tentang layanan. Termasuk, biaya layanan sebelum mengajukan permintaan layanan. "Praktik calo dan korupsi sudah bisa diberantas," kata Wiasa.

Sekolah-sekolah di Jembrana pun sudah terhubung dengan program jaringan pendidikan nasional (jardiknas). Bahkan, J-Net juga dimanfaatkan sekolah untuk absensi, perpustakaan, kantin, video edukasi hingga saat pemilihan ketua OSIS (melalui cara e-voting).

Gebrakan terbaru Winasa adalah memanfaatkan TI untuk melakukan e-voting pemilihan kepala dusun dan kepala desa. Penerapan e-voting untuk menghemat biaya serta mempersingkat dan memudahkan proses pemilihan. Selain itu, dengan menggunakan kartu chipsebagai kartu identitas penduduk dan bagian dari sistem verifikasi, penyimpangan proses pemilihan dapat dihindari. Dengan sistem ini, calon pemilih hanya menggunakan kartu tanda penduduk yang sudah dilengkapi chip data untuk mendaftar, kemudian menuju bilik suara dan menyentuh gambar calon yang tertera pada layar monitor. Prosesi itu dilakukan tidak sampai setengah menit untuk satu pemilih. Hasil dari sistem ini bisa segera terpampang di layar monitor dan bisa dihitung seketika, sehingga siapa pemenangnya dan jumlah suara yang diperoleh bisa diketahui. "Menuju e-government harga mati yang dicanangkan Pemkab. Walaupun tidak sedikit kendala yang harus dihadapi, seperti keterbatasan dana, pengetahuan, infrastruktur serta budaya kerja," ujar Wiasa. "Jembrana sudah mencanangkan diri menuju cyber citydengan menempatkan TI sebagai tulang punggung dalam memberikan pelayanan agar menjadi lebih efektif dan efisien," Winasa menambahkan.

Menariknya, untuk mempraktikkan e-govdan menuju kota digital ini masyakarat Jembrana tidak dipungut biaya. Misalnya, untuk mengurus e-KTP dilengkapi chip, tidak ada biaya alias gratis. Saat ini 71% penduduk Jembrana telah memiliki e-KTP bisa difungsikan sebagai kartu berobat gratis, baik ke rumah sakit umum maupun swasta, pelayanan ambulan hingga ke rumah sakit rujukan di Denpasar juga digratiskan. Bahkan, di Denpasar, Pemkab menyediakan rumah singgah berkapasitas 20 kamar bagi masyarakat Jembrana dengan hanya menunjukkan KTP. Tidak hanya pembuatan KTP yang digratiskan, akta kelahiran dan akta perkawinan juga bisa didapatkan secara gratis.

Di sisi lain, perekonomian Jembrana pun mulai bergerak naik, yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Ketika mulai menjabat, Winasa mewarisi PAD sebesar Rp 2,3 miliar, tetapi belum habis masa jabatan pertamanya ia telah berhasil mendongkrak PAD Jembrana menjadi Rp 8,5 miliar. Sekarang, di akhir masa jabatan keduanya PAD Jembrana telah mencapai Rp 20 miliar. Tak mengherankan, ketika diadakan survei kepuasan rakyat terhadap pemerintah, nilainya 90,08%. Diklaim Winasa, dari 270.795 jiwa penduduk pada 2009, tercatat hanya 4.800 orang yang masih termasuk keluarga miskin. "Tahun 2010 ini Jembrana bisa bebas dari keluarga miskin," ujar Winasa menegaskan.

Selain itu, sekarang Pemkab Jembrana bisa memasok sendiri SDM TI yang dibutuhkan, dengan mendirikan Sekolah Tinggi Teknik Jembrana. Pada 2006 Pemkab hanya punya satu tenaga sarjana komputer, sedangkan pada 2009 meningkat menjadi 78 sarjana S-1, dua orang lulusan S-2, dan 14 tamatan D-3, serta dibantu juga oleh 200 mahasiswa dan 150 siswa dari SMK TI. Dengan SDM ini, Pemkab mulai bisa mengembangkan aplikasi sistem kepegawaian dan sistem informasi untuk Jaminan Kesehatan Jembrana. Memanfaatkan tenaga ini juga, Pemkab sukses melakukan sistem pelayanan satu atap, yang benar-benar hanya satu loket tanpa ada tatap muka karena semua dilakukan dengan komputer yagn menggunakan free open source software.

Pemanfaatan TI oleh Pemkab Jembrana dirasakan benar oleh Putu Suardika, warga Jembrana yang saat ini melanjutkan kuliah di Denpasar. Hanya dengan menunjukkan KTP SIAK, Putu dibebaskan dari seluruh biaya saat berobat di Nita Klinik, Denpasar. Sebagai mahasiswa di perantauan, Putu merasa sangat terbantu dengan adanya program digital cityini. "Saya harap Pemkab Jembrana bisa mengembangkan kerja sama dengan lebih banyak klinik swasta di seluruh kabupaten di Bali," katanya. "Selain itu," ia menambahkan, "saya bangga sekarang Jembrana banyak dilirik dunia karena keberhasilannya memanfaatkan TI, sehingga menjadi cyber citypertama di Indonesia."

Menurut catatan Wiasa, selama Januari hingga pertengahan Juni 2010 saja Pemkab sudah menerima 1.837 rombongan, baik pemerintah maupun swasta, yang ingin tahu bagaimana pemanfaatan TI di Jembrana. Agar tidak mengganggu kinerja, Pemkab terpaksa membatasi hanya bisa menerima tamu setiap Selasa, sesuai dengan jadwal bupati melakukan teleconferencedengan masyarakat umum dan aparat bawahannya di dusun-dusun.

Kehebatan Jembrana dalam pemanfaatan TI bagi kemaslahatan warganya diakui praktisi TI Gatot Santoso. Bahkan, Gatot berani menilai bahwa pemkab kabupaten ini sudah layak dijadikan contoh sebagai pemkab yang mempraktikkan e-gov daerahnya telah menjadi digital city. , secara umum, ia menilai penerapan e-gov sejumlah pemkab/pemkot di Indonesia belum merata. Masyarakat masih relatif sulit mengakses informasi, serta mengurus pembuatan kartu pengenal dan pencatatan lainnya (KTP, paspor, SIM, akta kelahiran, pindah alamat, pernikahan, dan sebagainya). Begitu pula, bila para investor ingin melakukan investasi di suatu daerah. Lain halnya di Kab. Jembrana. "level pemerintahan, Kab. Jembrana merupakan salah satu yang sudah leadingdalam penerapan digital city,"ujar Senior VP Wilayah Usaha Tengah PT Aplikanusa Lintasarta itu.

Menurut Gatot, ada beberapa kendala yang dihadapi pemkab/pemkot guna menuju kota digital. Pertama, perencanaan dan implementasinya biasanya masih dilakukan sendiri-sendiri. Padahal dalam konsep digital cityini, teknologi sifatnya standar. "Gunakan saja teknologi yang sudah standar di pasar, baik software, hardware sistem komunikasinya. Kunci utama adalah di sistem prosedur dan standardisasi, " Gatot mengingatkan. Dari sisi perencanaan, saat ini di beberapa tempat masih tergantung pada visi dan urgensi kepala daerahnya. Jika kepala daerahnya kurang mendukung ke arah ICT dan digital city, tentunya anggaran yang disediakan dan bisa dipakai menjadi nomor sekian. Selain itu, pelaksanaannya masih diberlakukan seperti proyek tahunan. Padahal, menurutnya, konsep digital cityseharusnya adalah proyek multi-yearsdan selalu berkesinambungan.

Kendala kedua, standardisasi yang berbeda menyebabkan interkoneksi antarsektor menjadi sulit. Misalnya, interkoneksi pemerintah dengan perbankan, sistem asuransi, rumah sakit dan institusi pendidikan. Perbedaan ini bisa dalam sistem prosedurnya, jumlah digit nomor penduduk/nasabah, interfacingsistem, dan sebagainya. "Untuk aspek perencanaan, seharusnya dilakukan pemerintah pusat. Dipimpin Kominfo dan melibatkan departemen-departem en terkait. Dalam pelaksanaannya, kembali ke konsep focus your own business," Gatot menyarankan.

Reportase: Silawati, Moh. Husni Mubarak/Riset: Rachmanto Aris D.


Sumber: Swa

Tuesday, August 3, 2010

Lean Supply Chain Management

By Martin Murray,

Introduction

Lean supply chain management is not exclusively for those companies who manufacture products, but by businesses who want to streamline their processes by eliminating waste and non-value added activities. Companies have a number of areas in their supply chain where waste can be identified as time, costs or inventory. To create a leaner supply chain companies must examine each area of the supply chain.

Procurement

Many businesses have complex purchasing operations. Large companies often have corporate purchasing groups as well as local purchasing. This can lead to vendors being given multiple contracts leading to variations in prices depending on location. Companies that practice lean supply chain management reduce their procurement function so that each vendor has one point of contact, one contract and offers one price for all locations. Businesses are looking to new technologies to assist them in improving procurement processes. These include internet based purchasing that allows requisitioners to purchase items from vendor’s catalogs containing company wide contract prices. Changes in payment options to vendors can also streamline processes. Companies that use a two-way match, which is payment on receipt rather than payment on invoice, will reduce resources in their purchasing department as well as improve supplier relationships.

Manufacturing

Lean supply chain management gained popularity in the manufacturing area as this is where significant improvement can be achieved. Manufacturing processes can be improved to reduce waste and resources while maintaining operational performance. Companies who have adopted lean supply chain practices have examined each of their routings, bill of materials and equipment to identify where improvements can be achieved.

Warehousing

Warehouse processes should be examined to find areas of eliminating waste of resources and non-value added steps. One area the companies should always be working on is the reduction of unnecessary inventory. The accumulation of inventory requires resources to store and maintain it. By reducing unnecessary inventory, a company can minimize warehousing space and handling, in turn reducing overall costs.
Transportation

Businesses who want to implement lean processes often look to their transportation procedures to see where they can be streamlined. In many instances companies find that their efforts to improve customer satisfaction leads to poor shipping decisions. Orders are shipped without combining additional orders to minimize costs or expensive shipping options are selected because of a customer request. Businesses often find that they are using a number of shippers unnecessarily when they could be reducing their shipping options and reduce overall costs.

Conclusion

Lean supply chain management requires businesses to examine every process in their supply chain and identify areas that are using unnecessary resources, which can be measured in dollars, time or raw materials. This will improve the company’s competitiveness as well as improve the company’s overall profitability.


Source: http://logistics.about.com/od/supplychainintroduction/a/Lean_SCM.htm

Monday, August 2, 2010

Creating a Logistics Strategy

By Martin Murray,
What Is a Logistics Strategy?

When a company creates a logistics strategy it is defining the service levels at which its logistics organization is at its most cost effective. Because supply chains are constantly changing and evolving, a company may develop a number of logistics strategies for specific product lines, specific countries or specific customers.
Why Implement a Logistics Strategy?

The supply chain constantly changes and that will affect any logistics organization. To adapt to the flexibility of the supply chain, companies should develop and implement a formal logistics strategy. This will allow a company to identify the impact of imminent changes and make organizational or functional changes to ensure service levels are not reduced.
What Is Involved in Developing a Logistic Strategy?

A company can start to develop a logistics strategy by looking at four distinct levels of their logistics organization.

Strategic:
By examining the company’s objectives and strategic supply chain decisions, the logistics strategy should review how the logistics organization contributes to those high-level objectives.

Structural:
The logistics strategy should examine the structural issues of the logistics organization, such as the optimum number of warehouses and distribution centers or what products should be produced at a specific manufacturing plant.

Functional:
Any strategy should review how each separate function in the logistics organization is to achieve functional excellence.

Implementation:
The key to developing a successful logistics strategy is how it is to be implemented across the organization. The plan for implementation will include development or configuration of an information system, introduction of new policies and procedures and the development of a change management plan.

Components to Examine when Developing a Logistics Strategy

When examining the four levels of logistics organization, all components of the operation should be examined to ascertain whether any potential cost benefits can be achieved. There are different component areas for each company but the list should at least include the following:

Transportation:
Does the current transportation strategies help service levels?

Outsourcing:
What outsourcing is used in the logistics function? Would a partnership with a third party logistics company improve service levels?

Logistics Systems:
Do the current logistics systems provide the level of data that is required to successfully implement a logistics strategy or are new systems required?

Competitors:
Review what the competitors offer. Can changes to the company’s customer service improve service levels?

Information:
Is the information that drives the logistics organization real-time and accurate? If the data is inaccurate then the decisions that are made will be in error.

Strategy Review:
Are the objectives of the logistics organization in line with company objectives and strategies.

A successfully implemented logistics strategy is important for companies who are dedicated to keeping service levels at the highest levels possible despite changes that occur in the supply chain.

Source: http://logistics.about.com/od/supplychainintroduction/a/strategy.htm

Thursday, July 22, 2010

Job Description Warehouse & Logistic


Berikut adalah job description dari sub divisi Warehouse & Logistic :
RECEIVING
1. Memastikan barang yang diterima (dari Supplier) dalam kondisi baik dan siap supply.
2. Memastikan barang di cek oleh QC person.
3. Melakukan penimbangan barang yang datang.
4. Memastikan penataan barang yang rapi, sesuai FIFO dan 1 part 1 location.

STORE KEEPER (Supply)
1. Men-supply barang ke Prod/Assy dengan baik dan benar (sesuai WO/DM).
2. Memastikan barang (komponen) yang kembali dari Prod/Assy dalam

SHIPMENT
1. Memastikan pengiriman dengan baik & benar (barang maupun jumlahnya)

ADMIN (Data Entry)
1. Mengupdate nota/mutasi in & out dengan benar dan tepat waktu.
2. Memastikan Stock Card bisa dipercaya (reliable) untuk digunakan oleh divisi lain.
3. Memastikan file-file tertata dengan rapi sehingga mudah saat dicari kembali.
4. Memberikan informasi tentang data stok/inventory barang (komponen atau barang jadi) kepada divisi lain.
5. Cycle count / stok opname.

Tuesday, July 6, 2010

Warehouse


Warehouse terdiri dari ware dan house. Ware secara harfiah berarti barang. Dan house adalah rumah. Jadi warehouse mempunyai arti yaitu rumah barang. Warehouse ini adalah sebuah rumah atau ruangan atau tempat untuk menyimpan barang-barang.

Monday, July 5, 2010

Supply Chain is More Than Just a Warehouse

Banyak orang dan pihak dari divisi-divisi dan deparetemen-departemen di perusahaan yang mempunyai anggapan bahwa urusan aliran data informasi dan aliran barang HANYA-lah urusan dari pihak divisi gudang atau departemen warehouse.
Sehingga divisi lain sering salah kaprah dengan menaruh barang yang tidak jelas statusnya juga ke divisi Gudang. Dan dari divisi Gudang sendiri juga tidak mengerti peranan dari Gudang, sehingga barang yang tidak layak disimpan juga diterima. Gudang menjadi amburadul dan perlu pembenahan.
Sehingga alur data informasi dan aliran barang bisa berjalan dengan lancar, dari Purchasing-Warehouse-Produksi-Assembly-Marketing bisa terintegrasi, seperti rantai.

Friday, July 2, 2010

Gudang

Gudang adalah sebuah ruangan yang digunakan untuk menyimpan berbagai macam barang. Setiap jenis bangunan bisa saja memiliki gudang, misalnya saja gudang pada bangunan pabrik, toko, dan bahkan rumah tinggal. Karena digunakan untuk menyimpan berbagai macam barang, biasanya gudang berpotensi untuk menyimpan debu. Karena itu, peletakan gudang perlu diperhatikan agar tidak mengganggu aktivitas lain dalam bangunan tersebut.

Gudang sebaiknya terletak di lokasi yang tidak lembab agar barang-barang kita tak gampang rusak. Asal tidak lembab, gudang bisa diletakkan di mana saja. Agar tak menghabiskan lahan pada rumah tinggal, gudang bisa diletakkan di bawah tangga atau di loteng. Biasanya gudang ini mencakup banyak sekali barang dan jenis-jenis lain.

referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Gudang

Thursday, July 1, 2010

Manajemen logistik (MANLOG)

Manajemen logistik merupakan bagian dari proses supply chain yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan keefisienan dan keefektifan penyimpanan dan aliran barang, pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point of origin), hingga titik konsumsi (point of consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan

Wednesday, June 30, 2010

Penataan barang menggunakan kaidah FIFO


Peletakan dan penataan barang menggunakan kaidah FIFO yaitu:
a. Jika barang diletakkan dengan arah atas - bawah, maka yang atas merupakan barang dengan kedatangan lebih lama
b. Jika barang diletakkan dengan arah depan - belakang, maka yang depan merupakan barang dengan kedatangan lebih lama
c. Jika barang diletakkan dengan arah kiri - kanan, maka yang kiri merupakan barang dengan kedatangan lebih lama
d. Jika barang dalam tumpukan jumlah banyak, maka panduannya adalah atas-bawah, lalu depan-belakang dan kemudian kiri - kanan

Tuesday, June 29, 2010

Logistik

Logistik merupakan seni dan ilmu mengatur dan mengkontrol arus barang, energi, informasi, dan sumber daya lainnya, dari sumber produksi ke pasar. Manufaktur dan marketing akan sulit dilakukan tanpa dukungan logistik. Logistik juga mencakup integrasi informasi, transportasi, inventori, pergudangan, dan pemaketan.

referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Logistik

Monday, June 28, 2010

Reuse, Reduce, Recycle

Reuse, menggunakan kembali barang yang masih layak dipakai

Reduce, mengurangi pemakaian barang yang bisa dihemat atau digunakan dengan lebih optimal

Recycle, mendaur ulang barang untuk digunakan kembali dengan fungsi yang lain

Sunday, June 27, 2010

Pure Logistic

One Part One Location

Memastikan part selalu dalam satu lokasi, untuk mempermudah dalam supply/issue ke line produksi dan untuk mengurangi miss place yang bisa berujung pada kehilangan part (discrepancy).

First In First Out

Suatu konsep dalam supply/issue ke line produksi dengan cara part yang pertama kali diterima itu adalah part yang pertama kali di-issue, dan seterusnya.

Accuracy

Merupakan hal wajib yang menjadi dasar logistik dengan memastikan jumlah aktual barang sama atau tally dengan jumlah yang ada di system (Oracle / SAP / Kartu Stok dan lain-lain).

Related Posts