Monday, July 29, 2019

Huawei PHK 600 Karyawan di AS

Buntut Perang Dagang, Huawei PHK 600 Karyawan di AS


Menyusul kebijakan pemerintahan Donald Trump yang memasukkan Huawei Technologies Co Ltd dalam daftar hitam, kini perusahaan tersebut akan melakukan PHK terhadap lebih dari 600 pekerjanya di Amerika Serikat. Karyawan yang mengalami perampingan adalah di bagian riset Futurewei Technologies.

Futurewei, yang mempekerjakan 850 orang di Amerika Serikat, mulai merumahkan pekerja sejak kemarin seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Selasa (23 Juli 2019.

Huawei adalah salah satu produsen peralatan telekomunikasi terbesar di dunia. Departemen Perdagangan AS pada bulan Mei menempatkan perusahaan pada "daftar hitam entitas" dan menilai perusahaan itu menimbulkan risiko keamanan.Departemen Kehakiman AS telah mengajukan tuntutan terhadap perusahaan yang dituduh melakukan pencurian rahasia dagang dan kejahatan lainnya.

Huawei menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pemutusan hubungan kerja berlaku mulai 22 Juli 2019. Alasannya adalah karena pembatasan operasi bisnis yang disebabkan oleh tindakan pemerintah AS. Daftar hitam perdagangan membuat Futurewei ilegal untuk mentransfer teknologi sensitif ke induk prusahaannya. Daftar hitam juga membatasi Huawei dari pembelian produk dari perusahaan teknologi AS.

Futurewei memiliki kantor di Silicon Valley dan wilayah Seattle, Chicago, dan Dallas. Perushaan itu telah mengajukan lebih dari 2.100 paten di berbagai bidang seperti telekomunikasi, jaringan seluler 5G, dan teknologi video dan kamera, menurut data dari Kantor Paten dan Merek Dagang Amerika Serikat. Seorang karyawan Futurewei yang tidak terkena PHK mengatakan pekerjaan terhenti sejak Huawei masuk daftar hitam yang merupakan imbas dari perang dagang yang dikibarkan AS-Cina.


Sumber :
https://bisnis.tempo.co/read/1227545/buntut-perang-dagang-huawei-phk-600-karyawan-di-as

Saturday, July 27, 2019

Rata-rata Gaji Fresh Graduate

Heboh soal Rp 8 Juta, Berapa Rata-rata Gaji Fresh Graduate?


Belakangan ini jagat maya dihebohkan dengan postingan salah satu akun media sosial. Postingan tersebut berisi keluhan atas tawaran gaji Rp 8 juta di salah satu perusahaan. Pemilik akun menolak gaji tersebut karena dianggap tak sesuai dengan dirinya yang lulusan Universitas Indonesia (UI).

Lantas berapa sih rata-rata gaji lulusan universitas?

detikFinance merangkum kisaran gaji dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data terkini yang disajikan adalah per Agustus 2018. Gaji ini digolongkan atas lamanya jam kerja.

Pada umumnya jam kerja adalah 8 jam dikalikan 5 hari kerja, yaitu 40 jam. BPS mencatat untuk lulusan universitas dengan jam kerja antara 35-44 jam per minggu adalah Rp 5.060.039. Untuk yang bekerja 25-34 jam per minggu adalah Rp 3.639.062, dan Rp 4.883.674 untuk yang lebih bekerja 45-59 jam per minggu.

Gaji di atas pun mengalami kenaikan dibandingkan hasil survei BPS pada Februari 2019, di mana saat itu lulusan universitas dengan jam kerja antara 35-44 jam per minggu adalah Rp 4.953.577.

Namun untuk yang bekerja 25-34 jam per minggu mengalami penurunan karena per Februari 2018 adalah Rp 3.786.942. Lalu untuk yang bekerja 45-59 jam per minggu naik dibandingkan Februari 2018 yang sebesar Rp 4.719.950.

Tentu saja gaji lulusan universitas lebih tinggi dibandingkan pendidikan di bawahnya. Gaji lulusan SD, SMP, SMA, dan universitas, jika dirata-rata adalah Rp 3.374.233 untuk jam kerja 35-44 jam per minggu.


Sumber :
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4640828/heboh-soal-rp-8-juta-berapa-rata-rata-gaji-fresh-graduate?utm_term=echoboxauto&utm_campaign=detikcomsocmed&utm_medium=oa&utm_content=detikfinance&utm_source=Facebook&fbclid=IwAR0uT2InVmIf7W9ieZxBqj_BSG3hGeNgbHXHtH0SNkCe70bXXlKBWcgOw90#Echobox=1564161165

Wednesday, July 24, 2019

Usulan Bangun Kawasan Ekonomi Khusus Industri di Jateng

Singapura Usul RI Bangun Kawasan Ekonomi Khusus Industri di Jateng

Trio Hamdani - detikFinance

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan Singapura mengusulkan agar Jawa Tengah dibangun kawasan ekonomi khusus (KEK) industri. Darmin mengatakan, saat ini memang belum ada KEK industri di Pulau Jawa.

Darmin menyampaikan hal tersebut usai rapat koordinasi (rakor) KEK industri di kantornya. Rakor tersebut dihadiri oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Darmin mengatakan memang belakangan ini banyak permintaan agar Pulau Jawa dibangun KEK industri. Kementerian Perindustrian pun mempelajari hal tersebut, dan telah ada kesepakatan mengenai itu.

"Ya kesepakatannya adalah KEK industri itu di Jawa boleh tapi ada kriterianya supaya jangan kemudian jangan mengganggu ke industri-industri lain yang sudah ada di luar KEK," kata dia di kantornya, Senin (22/7/2019).

Untuk itu perlu ada kriteria khusus, di mana KEK yang dibangun harus fokus pada industri berorientasi ekspor, industri substitusi impor, dan yang mengolah bahan baku, serta barang setengah jadi, termasuk kegiatan industri berteknologi tinggi.

"Memang ada juga seperti Singapura mengusulkan supaya Kendal (Jawa Tengah) itu diubah jadi KEK," jelasnya.

Airlangga secara terpisah menyebutkan, yang diprioritaskan adalah industri di sektor otomotif, tekstil, komponen, termasuk komponen elektronika. Kendal sendiri hanya salah satu contoh saja sebagai usulan Singapura. Jawa Timur sendiri berpeluang untuk dibangun KEK industri.

"Kalau di Jawa Timur terkait klaster digital. Kan kita mau imbangi klaster digital sekarang di BSD, Nongsa, Bandung. Sedangkan perguruan tinggi di Jawa Timur kan belum bergerak jadi kita coba push juga supaya lebih merata talentanya," tambahnya.


Sumber :
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4635222/singapura-usul-ri-bangun-kawasan-ekonomi-khusus-industri-di-jateng?utm_term=echoboxauto&utm_campaign=detikcomsocmed&utm_medium=oa&utm_content=detikfinance&utm_source=Facebook&fbclid=IwAR1d0yI_vPauJpzKKgdoG1W1mu3Tn6-A1H0ZEfRx4v2Y2l4gI324-Arqv-k#Echobox=1563838439

Automasi, Produktivitas dan Lapangan Kerja

Automasi bisa dongkrak produktivitas dan ciptakan pekerjaan baru

Aghnia Adzkia
13:57 WIB - Selasa, 23 Juli 2019

Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) didampingi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) dan Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan (kiri) berfoto bersama seusai membuka Indonesia Development Forum (IDF) 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (22/7/2019).

Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) didampingi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) dan Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan (kiri) berfoto bersama seusai membuka Indonesia Development Forum (IDF) 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (22/7/2019). |

Pertumbuhan produktivitas melalui sistem automasi dinilai berkontribusi 1,2 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2000 hingga 2015. Angka ini diprediksi terus tumbuh mencapai 1,4 persen mulai 2019 hingga 2030, merujuk hasil riset lembaga konsultan ekonomi dan strategi, AlphaBeta.

Selama 15 tahun, automasi mengadopsi teknologi yang bisa menyingkat waktu rata-rata 5,5 jam dari tiap pekerja.

“Automasi bisa menggandakan produktivitas dengan waktu yang lebih singkat dan menghasilkan output baru dan pekerjaan baru yang beragam,” ujar Managing Director Australia AlphaBeta, Toby Brennan, dalam diskusi bertajuk Future Jobs pada Indonesia Development Forum 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (22/7/2019).

Automasi terjadi di beragam sektor, seperti otomotif, pertanian, dan retail. Automasi bisa dalam beragam bentuk seperti penggunaan perangkat lunak, mesin, dan alat.

Analisis AlphaBeta dari hasil survei Indonesian Family Life Survey dan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Badan Pusat Statistik menunjukkan perubahan pola kerja untuk petani, sales, dan pekerja produksi.

Misalnya, sebelum automasi, petani lebih banyak menghabiskan waktu membajak sawah selama 6 jam. Dengan adanya penggunaan traktor atau teknologi lain, pekerjaan tersebut bisa dipersingkat dan waktu tersisa digunakan untuk berkoordinasi dengan pemasok barang.

Pekerja sales tak perlu lagi menghabiskan waktu 4 jam untuk mengatur uang yang masuk, alih-alih bisa mendampingi klien. Begitu juga dengan pekerja retail yang tak perlu menghabiskan waktu 3 jam untuk menjahit dengan tangan, tapi dengan mesin.

“Automasi memberikan ruang bagi pekerja untuk melakukan pekerjaan yang lebih rumit dan sulit,” kata Brennan.

Pada 2015, pekerja sektor informal seperti penjaga toko, asisten rumah tangga, dan buruh tani, yang mendominasi pekerja di Indonesia sebanyak 60 persen, menghabiskan 22 persen waktu kerja mereka untuk pekerjaan yang lebih rumit. Sementara pada pekerja sektor formal, sepertiga jam kerjanya dihabiskan untuk pekerjaan yang lebih rumit karena adanya automasi.

Dalam dunia bisnis, penetrasi teknologi automasi yang terus berkembang melalui kecerdasan buatan (artificial intelligence) tak dapat ditampik. Pekerjaan repititif mulai tergantikan oleh robot, seperti halnya pekerjaan wartawan yang menulis berita.

“Ada keresahan bahwa otomasi akan menghilangkan pekerjaan karena jenis pekerjaan makin berkurang. Padahal, itu tidak sepenuhnya terjadi," kata Brennan. "Pekerjaan memang makin berkurang karena otomasi, tapi jenis pekerjaan baru akan bermunculan, yang lebih rumit."

Brennan mencontohkan Gojek yang semula adalah call center untuk ojek daring, berubah menjadi aplikasi yang kemudian dapat mempersingkat waktu lama menunggu dan menghilangkan pekerjaan call center.

Dengan adanya teknologi, jenis pekerjaan baru bermunculan, seperti pengembang yang merancang aplikasi, atau pekerja lain di sektor teknologi, menurut Brennan.

World Economic Forum (WEF) memprediksi 75 juta pekerjaan akan tergantikan pada 2022 dan memunculkan 133 juta pekerjaan baru.

Pekerjaan seperti data entry, pelayanan pelanggan, akuntan, kasir, teller bank, pengacara, tukang pos, dan sekretaris termasuk di antara yang akan tergantikan dengan pekerjaan baru.

Pekerjaan yang bermunculan membutuhkan keterampilan di bidang teknologi dan data, seperti data scientist, big data specialist, pakar kecerdasan buatan dan machine learning, serta pekerjaan di sektor lain yang beririsan dengan teknologi.

Survei WEF pada 2018 terhadap 15 juta pekerja di 12 sektor di dunia menunjukkan sembilan teknologi yang akan diadaptasi oleh perusahaan sebelum 2022.

Teknologi paling populer yang mestinya tiap perusahaan sudah mulai menggunakan adalah analisis big data dan pengguna (85 persen responden sepakat). Teknologi lainnya seperti internet of things (75 persen), machine learning (75 persen), dan cloud computing (72 persen).

Adaptasi ini berpengaruh terhadap banyaknya pekerjaan yang dilakukan oleh manusia maupun robot. WEF merilis pada 2018, 71 persen dari total jam kerja dilakukan oleh manusia, sisanya mesin. Pada 2022, diperkirakan 42 persen dari pekerjaan akan dilakukan oleh mesin sementara manusia 58 persen.


Pentingnya kecakapan tambahan

Dengan adanya perubahan tersebut, dibutuhkan kecakapan tambahan yang sebelumnya tidak dimiliki.

CEO Agate Studio, Arief Widhiyasa, yang mengembangkan lebih dari 250 gim daring melalui beragam platform, menjelaskan bahwa industri membutuhkan pekerja yang memiliki kemampuan berpikir kritis, terbuka, dan punya daya saing yang tinggi.

“Pekerjaan dengan pola repitisi akan mudah digantikan oleh mesin. Jadi penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir komputasi, seperti bagaimana melakukan programming," ujar Arief dalam diskusi Future Jobs.

"Ke depan, perusahaan akan makin banyak mengembangkan interface mereka dengan programming."

Dengan terbukanya akses internet, dibutuhkan individu yang punya keinginan kuat untuk belajar dan mengembangkan keterampilan komputasi.

Menurut Arief, selain dorongan dari dalam, keterampilan di bidang teknologi juga perlu diterapkan di kurikulum pendidikan untuk menyiapkan calon pekerja yang berdaya saing tinggi dan sesuai dengan kebutuhan industri.

Hingga saat ini, Arief menilai ada gap yang tinggi antara kebutuhan industri dengan sistem pendidikan yang diajarkan. Menurutnya, kurikulum pendidikan yang mengacu pada zaman revolusi industri perlu diubah dengan pendekatan era informasi.

“Perlu ada perubahan, guru tidak hanya mengajar tetapi fasilitator yang menyemangati murid. Sementara proses pembelajaran bisa dilakukan melalui video atau metode lain,” katanya.

Hal senada diungkapkan Brannon, menurutnya pemerintah Indonesia yang saat ini belum siap menyongsong industri 4.0, perlu meratakan keterampilan mendasar untuk para pekerja di seluruh Indonesia.

“Pemerintah harus mendukung adanya automasi untuk mengurangi hambatan investasi dan perdagangan misalnya, atau menyederhanakan insetif pajak," kata Brannon.

"Pemerintah juga perlu meningkatkan keterampilan, lebih terbuka kepada pekerja asing agar terjadi transfer pengetahuan."


Sumber :
https://beritagar.id/artikel/berita/automasi-bisa-dongkrak-produktivitas-dan-ciptakan-pekerjaan-baru?utm_source=Facebook%20Ads&utm_medium=CPC&utm_campaign=Berta%20-%20Automasi%20dongkrak&fbclid=IwAR0R6m50E-4b2uWOHp1XayGI-hByPQrgWgCzUUJnklYWchAmnglCEPIMOXM

Related Posts