Oleh: Andre Vincent Wenas
“Semuanya dalam keadaan bergerak-mengalir, panta rei,” begitu ujar filsuf
Herakleitos sekitar 2500 tahun lampau. Lalu, 1500 tahun kemudian (persisnya
tahun 1014), Uskup Agung Wulfstan dalam sebuah kotbahnya di York mengatakan,
“Dunia bergerak dengan cepat dan tengah mendekati titik nadirnya.”
***
Yang ingin dikatakan, berita tentang perubahan itu sendiri bukanlah barang
baru. Hal yang mungkin telah membuat banyak orang kaget dan terkesima oleh
gerak perubahan yang ada sekarang adalah lantaran kondisi ketidaktahuan
(ketidaksadaran)nya sendiri. Sejarah jika dikaji akan banyak memberi pelajaran
dan hikmat untuk meniti masa kini menuju masa depan.
***
Manajemen, pada hakekatnya adalah ilmu sekaligus seni mengelola perubahan.
Artinya, pada tataran kelompok, bagaimana mentransformasikan organisasi dari
suatu kondisi tertentu menuju kondisi ideal.
Jadi, sudah pada galibnya jika manajemen sebagai sistem dan para manajer sebagai
agensinya senantiasa bergiat di tengah ketegangan-kreatif ini. Selalu mencari
cara terbaik (paling efisien dan efektif) dalam rangka mencapai tujuannya.
Tujuan itu sendiri, pada gilirannya, akan terus ditarik ke suatu arah yang lebih
tinggi lagi. Inilah aspek dinamisnya.
Manajemen akan selalu bekerja seturut cara penalaran tertentu. Secara naluriah –
di dalam ruang lingkup pengaruhnya – ia akan mengusahakan suatu kondisi
keteraturan (order). Keteraturan adalah prasyarat, landasan untuk mencapai
tingkat efisiensi dan efektifitas tertinggi. Dari situ bangunan konseptual
perencanaan dibangun. Perencanaan diperlukan demi optimalisasi penggunaan sumber
daya. Optimal artinya pemakaian yang minimal untuk mencapai hasil maksimal.
Akibat tuntutan pertumbuhan, dan tekanan lingkungan bisnis, maka realitas
manajemen organisasi menjadi dialektika yang kerap terkesan paradoksal. Ia mesti
membangun suatu tingkat kestabilan tertentu di tengah guncangan yang ada, dan
pada saatnya – jika diperlukan – merekayasa guncangan di tengah kondisi
kestabilan (baca: kemapanan yang melenakan). Sintesisnya adalah perencanaan
strategis.
Namun persoalannya, perencanaan strategis (model dulu) yang disusun dalam
tahapan 1 tahun sampai 5 tahunan, bahkan 10 tahun atau 25 tahun ke depan, saat
ini dirasa kurang kurang memadai lagi. Tantangannya, bagaimana perencanaan
strategik bisa dibuat jika asumsi-asumsi yang jadi fundamentalnya kerap berubah
secara cepat dan signifikan?
***
Dalam setiap kondisi turbulen akibat perubahan faktor eksternal yang tinggi
intensitasnya, senantiasa mengakibatkan situasi kerawanan (lekas kena, tidak
kebal). Kerawanan ini akibat tekanan kuat faktor eksternal, atau karena memang
kondisi internalnya yang rapuh dan tidak siap lantaran tidak antisipatif
sikapnya.
Di sinilah Philip Kotler, mahaguru manajemen pemasaran kaliber dunia yang kali
ini berpasangan dengan John Caslione, konsultan manajemen, menawarkan sebuah
model yang secara praktis bisa dipakai para manajer untuk menyiasati dan
sekaligus mengambil kesempatan yang muncul dari kondisi kerawanan itu.
Intinya, demi menghindari organisasi terjebak dalam kondisi kerawanan,
diperlukan suatu daya-lenting (resiliency) yang cukup tinggi. Laksana seorang
pesilat yang bisa melenting lincah keluar dari kepungan musuh dan bisa
menyiasati kondisinya sedemikian rupa sehingga mampu bertahan dan bahkan keluar
sebagai pemenang.
Model yang ditawarkan terdiri dari 3 tahap: Pertama, perlu dibangun sebuah
mekanisme peringatan-dini (Early-Warning System), yang intinya adalah sebuah
sistem manajemen informasi yang bisa berfungsi sebagai radar yang cukup peka
untuk menangkap sinyal-sinyal perubahan.
Kedua, dari informasi yang terus mengalir kemudian dikonstruksilah beberapa
skenario kunci. Lalu yang terakhir, memilih skenario serta strateginya. Di tahap
ini, dimensi kepemimpinan dan keberanian mengambil keputusan menjadi
imperatif.
Model ini (Kotler & Caslione menyebutnya: the chaotic model) mesti diputar
dengan disiplin yang ketat. Dan untuk menerapkan model itu dipersyaratkan
perubahan perilaku tertentu dari para pimpinan:
Mereka harus mau melihat perubahan dengan mata kepalanya sendiri. Caranya bisa
dengan mengunjungi tempat-tempat di mana perubahan itu sedang terjadi, bukan
sekedar dengan membacanya dari majalah bisnis, atau mendengar dari konsultan,
atau sekedar tahu dari laporan staf. Ini semua karena akselerasi perubahan yang
terjadi berbanding lurus dengan tingkat komitment keterlibatan yang dituntut
dari para pemimpinnya. Tingkat komitmen dan keterlibatan ini, pada gilirannya
berbanding lurus dengan tingkat pemahaman realitas bisnisnya. Tingkat pemahaman
inilah yang bakal menentukan kualitas keputusan yang diambil.
Para pembuat keputusan mesti menghilangkan saringan informasi yang bisa
mendistorsi kenyataan. Pastikan bahwa kejernihan pandangannya tidak disensor
oleh laporan-laporan bergaya ABS yang pekat berlumur kepentingan.
Aksi terobosan sangat disarankan, seperti misalnya bicara langsung dengan mereka
yang tidak jadi pelanggan Anda. Atau pergi makan malam dengan karyawan Anda yang
paling berani berpikir-bebas. Free-thinkersini tidak terbebani kepentingan
office-politics.
Dibandingkan dengan buku, “Marketing in Crisis: Marketing Therapy, Menyerang
Pasar dan Mengambil Manfaat dari Krisis Ekonomi”ditulis oleh Dr. Rhenald Kasali
(Penerbit Gramedia, 2009) yang dengan cara sangat menarik memberi penekanan pada
dimensi kepemimpinan serta aspek OD (organization development) yang berangkat
dari kondisi Indonesia untuk menyiasati kerawanan yang diakibatkan terpaan
krisis global (yang dimulai dari Amerika), maka buku Kotler & Caslione ini bisa
dianggap mewakili pandangan yang datang dari kawasan yang telah mengakibatkan
krisis global itu terjadi.
Buku ini dilengkapi juga dengan pelbagai matriks dan tabel yang memuat perincian
hal apa saja yang mesti diukur atau diperhatikan. Terhadap upaya Kotler &
Caslione yang lewat buku ini menawarkan suatu kerangka-berpikir dan seperangkat
konsep praktis menyiasati krisis, persis di saat guncangan itu sedang terjadi,
jelas menunjukkan kepiawaian mereka dalam praksis ilmu manajemen pemasaran yang
mereka ajarkan sendiri.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Related Posts
-
Kamar mandi / toilet biasanya dilengkapi dengan perlengkapan untuk buang air kecil maupun besar. Kamar mandi yang dilengkapi dengan urina...
-
Cerita di Balik Penutupan Pabrik Panasonic dan Toshiba Penutupan tiga pabrik Toshiba dan Panasonic di Indonesia membawa dampak pemutusa...
-
Sebaiknya PPIC dibagi menjadi: PPIC Planner, bertugas untuk membuat perencanaan atau MPP (Master Production Plan) dan MRP (Material Req...
-
Di beberapa perusahaan, divisi penyimpanan (store) untuk mengelola persediaan (inventory) sering mempunyai beberapa nama, seperti divisi...
-
What exactly is 5S? Simply stated, a 5S is the structured method to organize the work place. As evidenced by its name, there are 5 steps ...
No comments:
Post a Comment