Tuesday, June 11, 2013

Change Management Project vs IT Project


Tidak banyak yang mengerti perbedaannya sehingga pengadaannya cenderung ke IT Project.
PENGADAAN SISTEM mudah via berbagai tender, tetapi PENERAPAN SISTEM butuh CHANGE MANAGEMENT.

Titik-titik kegiatan dalam CHANGE MANAGEMENT diawali dengan kebutuhan CHANGE AGENT yang mampu menerobos SUMSUM BUDAYA PENGGUNA SISTEM yang memerlukan waktu yang panjang sehingga terjadi sesuai dengan bentuk efisiensi yang diinginkan.

Jika filosofi ini benar, maka mari kita lihat fenomena gerakan reformasi dunia logistik yang mana kita mengharapkan adanya suatu perubahan total.
Lalu kita akan terdorong untuk mulai meneliti berbagai pendekatan yang dilakukan oleh berbagai pelaku reformasi tersebut sebagai berikut:

Bagaimana situasi kini dunia logistik kita di Indonesia ?
Apakah cukup hanya dengan berbagai Master Plan yang dikibarkan yang kita semua sudah banyak dengar dalam forum-forum diskusi ?

Sudah banyak forum diskusi dilakukan, lalu kenapa Dunia Logistik belum berubah.
Sudah banyak "top-down" approach dilakukan, lalu kenapa juga Dunia Logistik gitu-gitu aja.

Coba ada ya judul tender pengadaan project yang berbunyi gini: Change Management Project in Logistic dengan RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat) mengacu pada TOR (Term of Reference) yang valid, justified, auditable dan sebagainya.
Jika kesadaran akan pengadaan project ini bisa terjadi maka paling tidak reformasi di Dunia Logistik ini bisa secara step-by-step terwujud menjadi lebih efisien dari sebelumnya.
Artinya tidak semena-mena Master Plan, Pembangunan Fisik, Pengadaan ICT sebagai tools (alat) pembantu manajemen tetapi juga aspek Change Management-nya yang dilengkapi dengan beberapa Change Agent yang mengerti aspek business process, aspek operasional inti pelaku bisnis (perusahaan) terkait dunia logistik dan memiliki inter-personel skill yang excelent sehingga mampu memobilisir suatu budaya lama menjadi budaya baru, mampu mengkombinasi powerful otoritas top-down pada beberapa kondisi tertentu dan tidak terjadi friksi, riak karena diimbangi dengan pendekatan bottom-up yang excellent.

Jika dunia logistik ini berubah sedikit demi sedikit dan para pelaku bisnis dunia logistik yang throughput produksi bertumbuh dalam satuan waktu kerja satu hari optimum maka kemakmuran para pegawainya, keluarga perusahaan di dunia logistik naik, memiliki buying power yang tinggi, sektor informal bertumbuh, kita Indonesia menjadi lebih makmur dari negara-negara tetangga kita seperti: Singapura yang konon hidupnya adalah menjadi pelabuhan transhipment di trafik lalu lintas kapal pada Selat Malaka.

Indonesia adalah negara kelautan dengan berbagai pulau-pulau, maka kondisi politis mulai dari pemerintah sampai pada kepentingan pengadaan tender project ICT, tender project Change Management di instansi pemerintah, maupun BUMN itu jangan tersusun seperti: pulau-pulau juga donk.
Kita yang di pulau-pulau "politis" ini harus ada nurani yang dalam pribadi masing-masing dan sadar dan melihat titik yang lain di atas kita, yakni: kebersamaan dalam koordinasi di dunia logistik; yang harus maju peradaban, budaya dan ekonomi.

Jika tidak demikian, maka para player (pemain) negara lain akan mulai masuk mendirikan PMA Freight Forwarder dan sebagainya dan alhasil mereka yang meraup profit keuntungan dunia logistik. Kita akhirnya hanya menjadi pegawai dan tidak bisa bersaing menjadi pelaku bisnis.

Regards,
Rudy Sangian

No comments:

Post a Comment

Related Posts