Mengelola kinerja perusahaan (managing corporate performance) secara efektif barangkali merupakan salah satu kiat kunci untuk melesatkan bisnis ke arah yang kian menjulang. Dalam konteks inilah, pengembangan key performance indicator yang sistematis makin dirasa sebagai sebuah kebutuhan yang nyaris tak terelakkan.
Key performance indicators(atau sering disingkat KPI) sejatinya memang sebuah elemen vital dalam setiap proses pengelolaan kinerja perusahaan. KPI sendiri merupakan serangkaian indikator kunci yang bersifat terukur, dan memberikan informasi kepada kita sejauh mana kita berhasil mencapai sasaran kinerja yang dibebankan kepada kita.
Jika Anda ingin mendapatkan Free Katalog KPI untuk bidang SDM, Marketing, Finance dll, silakan klik DISINI.
Ada sejumlah catatan penting yang mungkin kudu dicermati manakala kita hendak menerapkan sistem manajemen kinerja karyawan berbasis KPI. Disini kita akan mendiskusikan tiga catatan diantaranya.
Catatan yang pertama, harus diakui tidak mudah mengidentifikasi KPI (key performance indicators) secara tepat untuk setiap posisi yang ada. Ada sejumlah posisi yang mudah menyusun KPI-nya, seperti orang di bagian pemasaran, penjualan ataupun bagian produksi. Namun agak tricky untuk mengembangkan KPI orang-orang di bagian support atau administrasi. Semisal apa sih KPI yang cocok untuk seorang sekretaris (jumlah senyuman kepada atasan dalam sehari? Atau jumlah kesalahan dalam menyusun agenda perjalanan sang bos?).
Idealnya, setiap perusahaan bisa menyusun semacam katalog KPI untuk semua posisi yang ada didalamnya (saya sendiri tengah menyusun katalog KPI ini secara rinci untuk semua posisi yang ada di perusahaan, dan kalau sudah selesai, barangkali bisa dipublikasikan secara gratis melalui blog ini). Sebagai misal, KPI untuk bagian penjualan/pemasaran tentu saja volume penjualan, atau jumlah kunjungan ke prospek, atau brand image index, dan sejenisnya. Untuk bagian SDM, contoh KPI yang lazim misalnya durasi proses rekrutmen, tingkat turn over karyawan, skor kepuasan pegawai, ataupun level produktivitas karyawan.
Catatan yang kedua, sesungguhnya yang tak kalah penting adalah menyiapkan sistem monitoring pencapaian KPI. Banyak perusahaan yang telah menyusun KPI dengan cukup baik namun mandek di tengah jalan lantaran absennya sistem pendukung dan monitoring yang baik. Sebagai misal, perusahaan sudah memiliki KPI mengenai skor kepuasan karyawan, namun ternyata mereka tidak memiliki tools untuk mengukurnya.
Atau contoh lain, bagian IT memiliki KPI mengenai rata-rata durasi perbaikan desktop, namun mereka tidak memiliki tabel monitoring untuk mencatat berapa lama rata-rata proses perbaikan mereka. Contoh lainnya lagi, sebuah bagian memiliki KPI mengenai jumlah komplain pelanggan yang bisa diselesaikan dengan tuntas; namun kemudian lupa mengembangkan mekanisme untuk mengukur proses itu. Atau bahkan definisi dan kriteria “diselesaikan dengan tuntas” ini juga tidak ada deskripsinya seperti apa.
Contoh diatas menunjukkan betapa pentingnya sistem monitoring dan pendukung untuk mendokumentasikan data realisasi KPI. Hanya dengan dukungan skema monitoring inilah, pencapaian KPI setiap bulan atau setiap triwulan bisa dikelola dan dikendalikan dengan optimal.
Catatan ketiga, tanpa sistem monitoring yang baik, pengembangan kinerja pada akhirnya bisa berujung pada apa yang saya sebut sebegai “KPI Gaming”. Atau permainan KPI. Dan biasanya gaming ini rentan terjadi pada bagian-bagian support function atau bagian administrasi. Harus diakui dimensi KPI untuk bagian-bagian ini biasanya bermuara pada dua hal yakni : tingkat akurasi penyusunan laporan (misal laporan keuangan, laporan administrasi karyawan, data penjualan, atau laporan akuntansi) dan ketepatan waktu penyusunan laporan.
Nah tanpa sistem monitoring yang rapi, data pencapaian KPI untuk dua hal diatas bisa diisi dengan sekenanya. Alhasil, yang sering terlihat data pencapaian KPI mereka cenderung selalu “bagus” (misal tingkat akurasi selalu 100%, dan ketepatan waktu selalu dinyatakan on time; padahal kriteria ketepatan waktu sendiri mereka mungkin belum punya standarnya yang baku). Jika demikian yang terjadi (dan saya sering melihatnya), maka skor KPI bagian-bagian support dan administrasi selalu cenderung tinggi (rata-rata selalu diatas 95!).
Demikianlah, tiga catatan ringkas mengenai proses penerapan manajemen kinerja berbasis KPI (key performance indicators). Saya kira jika tiga elemen diatas bisa dicermati, diatasi dan kemudian dikelola dengan tekun, maka tentu ini akan memberikan sumbangan yang besar bagi peningkatan kinerja bisnis.
You can not manage what you can not measure. Jadi kalau pekerjaan Anda tidak bisa diukur dengan baik (melalui KPI), boleh jadi itu pertanda organisasi atau kantor Anda tidak dikelola dengan baik.
Sumber :
Key performance indicators(atau sering disingkat KPI) sejatinya memang sebuah elemen vital dalam setiap proses pengelolaan kinerja perusahaan. KPI sendiri merupakan serangkaian indikator kunci yang bersifat terukur, dan memberikan informasi kepada kita sejauh mana kita berhasil mencapai sasaran kinerja yang dibebankan kepada kita.
Jika Anda ingin mendapatkan Free Katalog KPI untuk bidang SDM, Marketing, Finance dll, silakan klik DISINI.
Ada sejumlah catatan penting yang mungkin kudu dicermati manakala kita hendak menerapkan sistem manajemen kinerja karyawan berbasis KPI. Disini kita akan mendiskusikan tiga catatan diantaranya.
Catatan yang pertama, harus diakui tidak mudah mengidentifikasi KPI (key performance indicators) secara tepat untuk setiap posisi yang ada. Ada sejumlah posisi yang mudah menyusun KPI-nya, seperti orang di bagian pemasaran, penjualan ataupun bagian produksi. Namun agak tricky untuk mengembangkan KPI orang-orang di bagian support atau administrasi. Semisal apa sih KPI yang cocok untuk seorang sekretaris (jumlah senyuman kepada atasan dalam sehari? Atau jumlah kesalahan dalam menyusun agenda perjalanan sang bos?).
Idealnya, setiap perusahaan bisa menyusun semacam katalog KPI untuk semua posisi yang ada didalamnya (saya sendiri tengah menyusun katalog KPI ini secara rinci untuk semua posisi yang ada di perusahaan, dan kalau sudah selesai, barangkali bisa dipublikasikan secara gratis melalui blog ini). Sebagai misal, KPI untuk bagian penjualan/pemasaran tentu saja volume penjualan, atau jumlah kunjungan ke prospek, atau brand image index, dan sejenisnya. Untuk bagian SDM, contoh KPI yang lazim misalnya durasi proses rekrutmen, tingkat turn over karyawan, skor kepuasan pegawai, ataupun level produktivitas karyawan.
Catatan yang kedua, sesungguhnya yang tak kalah penting adalah menyiapkan sistem monitoring pencapaian KPI. Banyak perusahaan yang telah menyusun KPI dengan cukup baik namun mandek di tengah jalan lantaran absennya sistem pendukung dan monitoring yang baik. Sebagai misal, perusahaan sudah memiliki KPI mengenai skor kepuasan karyawan, namun ternyata mereka tidak memiliki tools untuk mengukurnya.
Atau contoh lain, bagian IT memiliki KPI mengenai rata-rata durasi perbaikan desktop, namun mereka tidak memiliki tabel monitoring untuk mencatat berapa lama rata-rata proses perbaikan mereka. Contoh lainnya lagi, sebuah bagian memiliki KPI mengenai jumlah komplain pelanggan yang bisa diselesaikan dengan tuntas; namun kemudian lupa mengembangkan mekanisme untuk mengukur proses itu. Atau bahkan definisi dan kriteria “diselesaikan dengan tuntas” ini juga tidak ada deskripsinya seperti apa.
Contoh diatas menunjukkan betapa pentingnya sistem monitoring dan pendukung untuk mendokumentasikan data realisasi KPI. Hanya dengan dukungan skema monitoring inilah, pencapaian KPI setiap bulan atau setiap triwulan bisa dikelola dan dikendalikan dengan optimal.
Catatan ketiga, tanpa sistem monitoring yang baik, pengembangan kinerja pada akhirnya bisa berujung pada apa yang saya sebut sebegai “KPI Gaming”. Atau permainan KPI. Dan biasanya gaming ini rentan terjadi pada bagian-bagian support function atau bagian administrasi. Harus diakui dimensi KPI untuk bagian-bagian ini biasanya bermuara pada dua hal yakni : tingkat akurasi penyusunan laporan (misal laporan keuangan, laporan administrasi karyawan, data penjualan, atau laporan akuntansi) dan ketepatan waktu penyusunan laporan.
Nah tanpa sistem monitoring yang rapi, data pencapaian KPI untuk dua hal diatas bisa diisi dengan sekenanya. Alhasil, yang sering terlihat data pencapaian KPI mereka cenderung selalu “bagus” (misal tingkat akurasi selalu 100%, dan ketepatan waktu selalu dinyatakan on time; padahal kriteria ketepatan waktu sendiri mereka mungkin belum punya standarnya yang baku). Jika demikian yang terjadi (dan saya sering melihatnya), maka skor KPI bagian-bagian support dan administrasi selalu cenderung tinggi (rata-rata selalu diatas 95!).
Demikianlah, tiga catatan ringkas mengenai proses penerapan manajemen kinerja berbasis KPI (key performance indicators). Saya kira jika tiga elemen diatas bisa dicermati, diatasi dan kemudian dikelola dengan tekun, maka tentu ini akan memberikan sumbangan yang besar bagi peningkatan kinerja bisnis.
You can not manage what you can not measure. Jadi kalau pekerjaan Anda tidak bisa diukur dengan baik (melalui KPI), boleh jadi itu pertanda organisasi atau kantor Anda tidak dikelola dengan baik.
Sumber :
keren mas..
ReplyDeleteartikelnya sangat bermanfaat