Oleh: Andre Vincent Wenas,MM,MBA.
(twitter@andrewenas)
“Dalam mempertahankan nasion, kita mempertahankan hari esok, bukan hari kemarin kita.” - Jose Ortega y Gasset, dalam “La Rebelion de las Masas”.
***
Sewaktu mencermati perusahaan semacam: Whole Foods Market, W.L. Gore, dan Google, seperti yang diceritakan Gary Hamel & Bill Breen (The Future of Management, HBS Press, 2007) kita laksana dibangunkan dari lamunan praksis manajemen konvensional selama ini. Inovasi bukan diperlukan dalam tataran produk atau offerings-nya saja. Tapi “manajemen” itu sendiri perlu direnovasi lewat inovasi-manajemen (bedakan dengan manajemen-inovasi, yang lebih menekankan inovasi produk barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan). Inovasi-manajemen lebih menjangkau tataran paradigma, dan akhirnya perilaku manajemennya juga lahir-baru.
Memastikan terjadinya inovasi-manajemen perlu dekonstruksi paradigma. Istilah dekonstruksi ini mengandaikan penghancuran (destruksi) dan sekaligus pembangunan (konstruksi) paradigma. Sehingga Gary Hamel & Bill Breen kembali menegaskan: “History’s most consistently victorious armies and navies have been those that were able to break with the past and imagine new ways of motivating, staffing, training, and deploying warriors. They have been management innovators.”
Dalam kasus lain, kita juga kagum dengan paparan Victor Fung, William Fung & Jerry (Yoram) Wind, dalam publikasi mereka, Competing in a Flat World, 2007. Komprehensif mereka mendeskripsikan bagaimana perusahaan gurem di Hongkong akhirnya berjaya di pelataran global lantaran cerdas membaca gerak business-landscape dunia dan cerdik memanfaatkan pelbagai peluang yang muncul akibat semakin ratanya batasan bisnis global.
Kembali saya merenung, apa sih fondasinya sehingga mereka bisa tegar merambah dan menang secara kreatif inovatif dalam mengapitalisasi peluang bisnis global? Dalam konsep berpikirnya Kaplan & Norton (Balanced Scorecard) dimensi paling dasar adalah 'learning & growth' (biasanya aspek manusia, perspektif pembelajarannya). Dengan membereskan aspek 'learning & growth' maka dampaknya pada 'internal process' organisasi akan kondusif bagi keberhasilan di perspektif pelanggan yang pada gilirannya bakal menjamin 'business results' (biasanya aspek finansial). Jadi, bagaimana seharusnya isu pembangunan manusia ini didekati?
***
Simak ucapan Gajah Mada, CEO 'Majapahit Inc', suatu korporasi global tujuh abad yang lalu: "Untuk menyatukan seluruh wilayah Nusantara tak cukup dengan duduk di atas kursi di belakang meja sambil menyalurkan perintah. Aku tak percaya ada keberhasilan dengan cara itu. Aku amat yakin sampai mendarah daging, untuk mewujudkan mimpi besarku, tak ada pilihan lain kecuali menyingkirkan nafsu 'hamukti wiwaha'. 'Hamukti wiwaha' adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan nikmat duniawi. Menikmati tingginya derajat dan pangkat, menikmati hidup tiada hari tanpa 'bujang handrawina' (pesta makan minum) merupakan salah satu pilihan yang bisa kuambil mengingat aku adalah seorang mahapatih yang menjalankan pemerintahan mewakili raja. Akan tetapi bukan 'hamukti wiwaha' yang kuambil. Aku memilih lawan katanya, yaitu 'hamukti palapa'. Hanya semangat 'lara lapa' (hidup menderita) atau 'palapa' yang bisa mengantarku meraih apa yang aku impikan. Orang menyebut, aku tidak
akan makan buah palapa, tidak makan rempah-rempah. Apa pun kata mereka, pilihan 'hamukti palapa' yang kuambil adalah semata-mata berprihatin. Tanpa dilandasi prihatin, sebuah doa yang dipanjatkan kepada Hyang Widdi tak terkabulkan. Tanpa prihatin, sebuah kerja besar tidak membuahkan hasil." (dari pentalogi novel 'Gajah Mada', buku ke-5: Madakaripura Hamukti Moksa, karangan Langit Kresna Hariadi, 2007).
Zaman ini orang menyebutnya semangat asketis. Sayangnya etos macam ini sangat tidak populer di tengah budaya instan sekarang. Kalau Gajah Mada bisa, kita pun mampu. Menggali energi sejarah, demi mengembalikan percaya-diri menyongsong masa depan.
***
Jose Ortega y Gasset (1883-1995) dianggap tokoh pelopor cendekiawan Spanyol menuju zaman modern. Eksistensinya dalam kancah wacana intelektual negaranya membawa pencerahan, kerena kolega cendekiawan saat itu masih terbelenggu ide-ide kolot yang butek dan menyesatkan. Gasset adalah seorang esais dan pemikir, ia terkenal karena spektrum aneka tulisan sosiologisnya menjangkau jauh ke masa depan.
Gajah Mada maupun Ortega y Gasset telah memainkan peran sejarahnya dengan baik. Anda para profesional (partikelir maupun pelat-merah) juga terpanggil menjawab panggilan sejarahnya masing-masing. John F. Kennedy yang legendaris bilang, "Man has to do what he mustm in spite of all consequences." Ada harga yang mesti dibayar, memang begitulah adanya. Pantun kuno kita pernah mengajarkan: berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Tapi mengapa dalam tempo 3-4 dekade belakangan, etos ini sepertinya 'murca' dari sanubari bangsa, diganti semangat hedonis tanpa tedeng aling-aling?
(twitter@andrewenas)
------------------------------------------------
Artikel dari Majalah MARKETING, edisi April 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Related Posts
-
Kamar mandi / toilet biasanya dilengkapi dengan perlengkapan untuk buang air kecil maupun besar. Kamar mandi yang dilengkapi dengan urina...
-
Performa Industri: Quality, Productivity, Safety, Cost. Manakah yang perlu diprioritaskan? Banyak sekali metode-metode yang dapat dipakai un...
-
Di beberapa perusahaan, divisi penyimpanan (store) untuk mengelola persediaan (inventory) sering mempunyai beberapa nama, seperti divisi...
-
Salah satu senjata ampuh para eksekutif untuk meningkatkan kariernya kini adalah dengan menempuh jalur pendidikan keprofesian bersertifi...
-
3Q6S yaitu aktivitas 6S untuk menjadikan perusahaan yang 3Q Adapun 6 S terdiri dari Seiri, Seiton, Seiso, Sheiketsu, Shitsuke, dan SAHOO. ...
No comments:
Post a Comment