Friday, August 17, 2012

Restrukturisasi Sentra Produksi Global

Oleh: Andre Vincent Wenas,MM,MBA. 
(twitter@andrewenas)


“Globalization is such a diverse, broad-based, and potent force that not even today’s massive economic crash will dramatically slow it down or permanently reverse it. Love it or hate it, globalization is here to stay.” – Moises Naim, dalam “Think Again: Globalization”, Foreign Policy, March/April 2009.

***

  Sebuah perusahaan tekstil dan garmen asal Korea Selatan, Sae-A, diberitakan sedang membangun pabriknya di atas tanah seluas 60 hektar di kawasan Jatiluhur, Jawa Barat dengan nilai investasi sebesar 200 juta dolar. Proyek ini adalah untuk menunjang rencana ekspansinya di pasar Indonesia. Pabrik ini diperkirakan nantinya  bakal menampung sekitar 15 ribu pekerja. Di sisi lain, fenomena sebaliknya terjadi. Dilaporkan (Jakarta Post, Feb 12, 2010) bahwa PT Sriboga Raturaya (penghasil tepung terigu) mengancam pemerintah untuk memindahkan pabriknya ke Australia. Di samping PT Sriboga Raturaya ada 2 perusahan terigu lain yang juga mengajukan petisi keberatan atas dugaan praktek dumping yang dilakukan produsen terigu dunia, yakni PT Eastern Pearl FM dan PT Panganmas. 

  Sekedar perspektif, data FAO (2007) menunjukkan bahwa 10 besar produsen gandum dunia adalah (dalam jutaan metrik ton): China (109), India (76), USA (56), Rusia (49), Perancis (33), Pakistan (23), Jerman (21), Kanada (20), disusul Turki (17) dan Argentina (16). Walaupun tidak termasuk 10 besar dunia, Australia juga termasuk salah satu sentra produsen gandum global. Disinyalir bahwa terigu import dari Turki dan Australia dijual dengan taktik dumping. Tentu Aptindo (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia) protes keras. 

  Tepung terigu adalah “komoditi” yang bukan produk lokal lantaran gandumnya impor. Jadi yang disebut kandungan lokal ya cuma proses penggilingannya saja. Hasil investigasi tim KADI (komite anti-dumping Indonesia) menyatakan gandum asal Turki memang dijual dengan taktik dumping, sehingga bakal dikenakan tambahan bea masuk anti-dumping (BMAD) sebesar 18,69%-21,99%. Sedangkan investigasi atas terigu asal Australia tidak bisa dibuktikan adanya praktek dumping, sehingga tidak dikenakan BMAD.
  
  Dengan dinamika lingkungan global yang semakin intens, maka posisi daya saing dari setiap determinant-factors seperti yang dijelaskan Prof.Michael Porter (The Competitive Advantage of Nations, 1990) mestilah terus dicermati. Lantaran konstelasi dari factor-conditions, demand-conditions, related & supporting industries serta firm-strategy, structure & rivalry bisa saja telah mengalami perubahan signifikan akibat inisiatif strategis yang diambil aktor bisnis maupun pemerintah mancanegara. Dampaknya terhadap bisnis-model setiap korporasi di suatu negara juga akan cukup pekat. Para pemimpin bisnis dituntut untuk punya radar yang cukup peka dalam mendeteksi sinyal perubahan yang mungkin saja berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap organisasi yang diurusnya.

  Untuk kasus pabrik tekstil Korea yang memindahkan sentra produksi ke Indonesia demi mendekati pasar - karena memang Indonesia dijadikan sasaran pasar - adalah jelas dimaksudkan untuk mempertinggi posisi daya saing. Pertimbangan biaya-logistik (supply-chain-costs) tentu imperatif untuk maksud ini. Sementara aspek tenaga kerja murah - saat ini - sudah menjadi relatif terhadap kondisi lain seperti produktivitas, infrastruktur, previlege, dan insentif maupun program stimulasi lainnya dari pemerintah.

  Kasus kedua, pabrik tepung terigu jadi menarik lantaran sesungguhnya Indonesia adalah importir biji gandung - bahan komoditas untuk kemudian digiling menjadi tepung terigu. Boleh dibilang Indonesia tidak menghasilkan gandum - kalaupun ada, volumenya kecil sekali. Jadi di hulu tidak ada kepentingan petani gandum lokal, dan industri turunannya (pembuat roti, kue, gorengan, dan lainnya, dalam skala besar, menengah atau kecil, dan mikro) tidak peduli dari siapa mereka bisa membeli terigu. Yang penting mereka bisa dapat terigu dengan kualitas yang cocok dengan harga paling murah, demi meningkatkan daya saing melalui perbaikan cost-structure. Efisiensi adalah kata kuncinya. Sehingga, yang tinggal adalah kepentingan di hulu, yakni para importir dan penggiling gandum serta penjual terigunya.

  Dengan telah ditinggalkannya pola bisnis monopolitik-kolusif gaya Orba, memang konstelasi industri gandum-terigu ini - juga industri lainnya - sedang terimbas dampak restrukturisasi sentra-sentra produksi dan distribusi (supply-chain) dunia sampai nantinya tercapai titik ekuilibrium dalam efisiensi dan efektivitas produksi dan perdagangannya secara mondial.

***

  Adalah suatu kenyataan gejala globalisasi - yang menurut David Held berarti: " widening, deepening and speeding up of worldwide interconnectedness in all aspects of contemporary social life" - terus meruyak ke stiap sendi kehidupan masyarakat di mana pun (dimensi spatio-temporal). Dan krisis ekonomi dunia yang terjadi tidaklah bakal menghambat kesibukan antarbangsa, bahkan - menurut Moises Naim - sangat mungkin malah akan melipatgandakannya. Dan di dalam ekspansi gerakan internasionalisasi ini, peran negara dan identitas kebangsaan (nasionalisme) tidaklah meluntur - seperti yang selama ini diadvokasi kaum neoliberal. Bahkan, Moises Naim menyimpulkan bahwa pada ujungnya, "Nationalism never disappeared. Globalization did not lessen national identities; it just rendered them more complex. Even in a Bill Gates era, today's Otto von Bismarck still wield great power. Globalization and geopolitics coexist, and neither is going anywhere."

  Nampaknya korporasi dan negara mesti tetap berkolaborasi - bukan berkolusi! - satu sama lain - terekspresi dalam Indonesia incorporated. Kolaborasi berspektrum luas berdasar summum bonum (kebaikan tertinggi) demi mencapai bonnum commune (kebaikan bersama) penghudi planet bumi.




(follow: twitter@andrewenas)
----------------------------------------------------------------
Artikel terlampir, dari Majalah MARKETING edisi Maret 2012


STRATEGIC MANAGEMENT SERVICES
Email: strategicmanagementservices@yahoo.com

No comments:

Post a Comment

Related Posts