Tuesday, January 24, 2023

Frank Charlie Javice - CEO startup Frank vs JP Morgan

CEO Startup Javice, Masuk Forbes 30 dan Diduga Tipu JP Morgan 

16 Januari 2023

Pendiri startup Frank Charlie Javice CEO startup Frank Charlie Javice diduga menipu JP Morgan US$ 175 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun. Ia masuk Forbes 30 Under 30 atau daftar anak muda berusia di bawah 30 tahun yang dinilai berhasil membuat terobosan. 

Frank menyediakan perangkat lunak (software) yang memudahkan mahasiswa mengajukan bantuan keuangan. JP Morgan mengakuisisi Frank US$ 175 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun pada September 2021. 

“Tujuannya, memperdalam hubungan perusahaan dengan mahasiswa,” kata petinggi kepada CNBC Internasional, akhir pekan lalu (13/1). 

Saat itu, bank raksasa tersebut memuji Frank karena pertumbuhan yang sangat cepat. Aplikasi ini digunakan oleh lebih dari lima juta mahasiswa di 6.000 institusi. JP Morgan bahkan menawarkan pendiri Frank, Javice untuk bergabung di perusahaan. 

Namun JP Morgan Chase menutup situs web Frank pada Kamis lalu (12/1). Raksasa keuangan ini menuduh Javice membuat hampir empat juta akun pelanggan Frank palsu. Hal itu diketahui setelah JP Morgan mengirimkan email pemasaran ke 400 ribu pelanggan Frank. 

Sekitar 70% email bounce back atau tidak dapat terkirim. Bank tersebut pun mengajukan gugatan ke pengadilan federal bulan lalu. JP Morgan menuduh Javice membuat akun pelanggan palsu. 

Javice masuk daftar Forbes 30 Under 30 pada 2019. Orang-orang yang masuk dalam daftar ini dipilih dari 2.500 nominasi yang diajukan secara online. Mereka diseleksi oleh tim cek fakta dan riset Forbes, sehingga menghasilkan 500 nama. 

Kemudian dikurasi lagi menjadi 300 nama. Kriteria yang menjadi pertimbangan juri yakni: Nilai kepemimpinan Dampak Potensi sukses Perwujudan jiwa usaha yang sesuai dengan nilai-nilai Forbes Inovasi Disrupsi Ukuran dan pertumbuhan dari usaha 

Javice mendirikan Frank pada 2016. Startup ini menawarkan perangkat lunak yang bertujuan mempermudah proses pengajuan pinjaman pelajar di Amerika Serikat.

Visi startup Frank yakni menjadi ‘Amazon untuk pendidikan tinggi’. Perusahaan rintisan ini didukung oleh miliarder Marc Rowan, investor utama Frank menurut Crunchbase. Investor lain yang menyuntik modal Frank yakni Aleph, Chegg, Reach Capital, Gingerbread Capital, dan SWAT Equity Partners. 

Pengacara Javice mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa JP Morgan membuat alasan untuk memecat dirinya akhir tahun lalu. “Untuk menghindari pembayaran utang jutaan dolar kepadanya,” kata dia. 

Javice pun menggugat JP Morgan, dengan mengatakan bahwa bank tersebut harus mengajukan tagihan hukum yang dia keluarkan selama penyelidikan internal. "Setelah mengakuisisi bisnis Javice, JPM menyadari bahwa mereka tidak dapat bekerja di bawah undang-undang privasi siswa, melakukan pelanggaran dan kemudian mencoba untuk mengubah kesepakatan," kata pengacara Alex Spiro kepada The Wall Street Journal. 

Pablo Rodriguez menanggapi pernyataan pengacara Javice tersebut. “Tuntutan hukum kami terhadap Ms. Javice dan Mr. Amar (petinggi Frank lainnya) tercantum dalam pengaduan, bersama dengan fakta-fakta kuncinya,” katanya. "Ms. Javice bukan whistleblower. Setiap perselisihan akan diselesaikan melalui proses hukum,” tambah dia.

https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/63c4fd00d1518/ceo-startup-javice-masuk-forbes-30-dan-diduga-tipu-jp-morgan


Charlie Javice, Perempuan Cantik Berharta Rp 75 M yang Ternyata Penipu

Senin, 16 Jan 2023 13:37 WIB

Bos startup fintech Frank, Charlie Javice, saat ini menghadapi tuntutan yang dilayangkan oleh JP Morgan Chase. Perempuan cantik itu dituntut atas tuduhan pemalsuan data pengguna.

Berdasarkan catatan detikcom, tuntutan ini terjadi tidak lama setelah perusahaan keuangan top asal Amerika Serikat itu mengambil alih Frank dengan menghabiskan dana sebesar US$ 175 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun (dalam kurs Rp 15.250).

Frank merupakan startup yang memberikan layanan berupa pinjaman pendidikan kepada pelajar di AS yang mengklaim telah melayani lebih dari 5 juta siswa di 6.000 institusi sejak diluncurkan oleh Charlie Javice pada tahun 2017.

Lalu, seberapa kaya dan bagaimana perjalanan karir Charlie Javice sang pendiri Frank?

Melansir dari situs galmourboz, Charlie Javice memiliki perkiraan kekayaan bersih sekitar US$ 5 juta atau jika dirupiahkan dengan kurs saat ini sekitar Rp 75 miliar. Adapun kekayaannya itu ia dapatkan dari kariernya sebagai Founder & CEO dari Frank dan Managing Director di JPMorgan Chase & Co.

Charlie Javice Sosok Forbes 30 Under 30 di Balik Frank yang Ternyata 'Tuti'

Berbicara tentang karir profesionalnya, Charlie Javice memulai karirnya tak lama setelah ia lulus. Awalnya, Charlie bergabung dengan Planet Finance Argentina pada Juni 2009 sebagai Intern dan bekerja di sana selama tiga bulan hingga Agustus 2009.

Setelahnya, Charlie mendirikan sebuah perusahaan startup, PoverUp, dan menjabat di perusahaan selama hampir enam tahun dari 2010 hingga September 2015.

Di luar itu, Javice diketahui juga sempat menjadi Anggota Dewan Pengawas di University of Pennsylvania Hillel. Dirinya menjabat selama lebih dari tiga tahun sejak September 2011 hingga 2015.

Selain itu, Charlie saat ini menjabat sebagai Penasihat Khusus untuk Program Dampak Sosial Wharton dan Program Inkubasi Ventura (VIP) di The Wharton School sejak 2010, dan sudah lebih dari 12 tahun bekerja di perusahaan tersebut.

Demikian pula, dia juga Pendiri & CEO di Frank sejak Juni 2016. yang kemudian setelah itu Charlie Javice telah menjadi Managing Director - Head of Student Solutions di JPMorgan Chase & Co. sejak September 2021.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6517959/charlie-javice-perempuan-cantik-berharta-rp-75-m-yang-ternyata-penipu.


Profil Frank, Startup Besutan Si Cantik Charlie Javice yang Tipu JP Morgan Rp2,6 Triliun 

18 Januari 2023

Keberadaan startup Frank kini menjadi sorotan, usai ketahuan menipu bank raksasa Amerika Serikat JP Morgan sekitar US$175 juta atau setara dengan Rp2,6 triliun. JP Morgan kini menggugat Frank dengan tuduhan pemalsuan data. 

Frank telah membuat 4,25 juta data pengguna palsu di platform-nya, padahal pengguna aslinya kurang dari 300.000 akun pelanggan. Kebohongan pun terdeteksi setelah pihak JP Morgan mengirimkan email pemasaran ke 400.000 pelanggan Frank. Namun ternyata, 70 persen email tersebut tidak terkirim karena email yang dimasukkan tidak benar. 

Adapun, kasus penipuan startup ini bukan pertama kali terjadi, di 2022 lalu, Elizabeth Holmes yang merupakan founder startup Theranos juga menipu para investor dan didakwa dengan hukuman 11 tahun penjara. 

Lantas, seperti apa startup Frank yang berhasil menipu lembaga kenamaan sekelas JP Morgan sampai mau mengakuisisi perusahaan tersebut senilai US$175 juta atau setara dengan Rp2,6 triliun tersebut? Berikut ulasan Bisnis selengkapnya.  

Profil Bisnis Startup Frank  

Frank, yang didirikan oleh Charlie Javice pada tahun 2016, adalah platform online yang membantu siswa di Amerika Serikat mendapatkan akses dan mengajukan permohonan bantuan keuangan dengan mudah. 

Dilansir dari techstory, Charlie Javice adalah pengusaha muda yang tinggal di New York. Javice sempat masuk dalam daftar Forbes 30 under 30 di kategori Finance di tahun 2019, di mana daftar itu berisi 30 tokoh muda di bawah 30 tahun. 

Startup Frank mendapat dukungan dari miliarder Marc Rowan, investor utama Frank menurut Crunchbase, dan pendukung ventura terkemuka lainnya termasuk Aleph, Chegg, Reach Capital, Gingerbread Capital, dan SWAT Equity Partners. 

Sebagai informasi, startup yang berfokus pada pendanaan pendidikan terakhir ini berhasil mengumpulkan pendanaan seri A senilai US$10 juta pada bulan Desember 2017. Lalu, Frank kembali mengumpulkan putaran yang sama senilai US$5,5 juta. 

Setelah Frank diakuisisi oleh JPMorgan Chase, Charlie Javice juga bekerja sebagai Head of Student Solutions di perusahaan perbankan Amerika. Javice dipecat dari JPMorgan Chase pada November 2022 karena membodohi bank untuk mengakuisisi startup fintechnya seharga 175 juta dolar. 

Dalam akun LinkedIn-nya Javice menyatakan bahwa dia belajar sarjana bisnis dan keuangan di Wharton School of the University of Pennsylvania. Menurut bank, Olivier Amar, seorang eksekutif senior di Frank, mempekerjakan seorang ilmuwan komputer dan membayarnya 18.000 dolar untuk membuat database pengguna palsu dengan nama dan alamat palsu. 

Dengan sepengetahuan Ms. Javice, ilmuwan komputer ini membuat nama, tanggal lahir, dan perguruan tinggi pengguna palsu yang mereka hadiri. Charlie Javice diduga memutuskan untuk menanam pengguna palsu setelah JPMorgan bersikeras bahwa dia harus membuktikan klaimnya atas 4 juta pengguna. 

Gugatan tersebut juga menyatakan bahwa setelah akuisisi Frank oleh JPMorgan, Charlie Javice dan Olivier Amar menerima 26 juta dolar sebagai bagian dari kesepakatan. Melansir dari Tech Crunch, ide yang mendasari terbentuknya startup ini, karena Javice, ingin menghilangkan permasalahan, di mana ada banyak siswa yang gagal menyelesaikan pendaftaran untuk program bantuan federal, alhasil membuat sang siswa harus keluar dari program sebelum menyelesaikannya, sehingga membuat mereka dibebani hutang dengan tidak memiliki gelar.  

Mengutip dari Business Insider, bertahun-tahun sebelum JP Morgan Chase menuduh Charlie Javice secara curang menemukan pelanggan untuk platform bantuan keuangan siswanya. Ternyata pada 2017, Departemen Pendidikan juga pernah menuduh Frank sebelumnya melakukan pelanggaran atas merek dagangnya di FAFSA. 

Sebab, Frank terkadang menyebut formulir itu sebagai "Frank's FAFSA".  Sebagai informasi, Free Application for Federal Student Aid (FAFSA) merupakan sebuah formulir yang  memang terkenal punya proses yang panjang dan rumit. Ini dibuat untuk perguruan tinggi bisa melakukan screening guna mengabulkan pemberian bantuan keuangan pada calon mahasiswa dan keluarga. 

Karenanya, sangat penting bagi sebagian calon mahasiswa untuk mengisi formulir FAFSA. Bahkan, nama domain khusus yang dibuat FRANK "sangat mirip" dengan situs web milik Departemen Pendidikan, yaitu fafsa.gov, oleh karena itu, bagi pihak departemen ini cenderung akan membuat bingung konsumen karena seolah menunjukkan bahwa perusahaan mereka berafiliasi dengan FAFSA. 

Tak hanya itu, Departemen Pendidikan pun menyoroti, bagaimana Frank yang sempat menawarkan layanan gratis, nyatanya juga mencoba menjual paket yang lebih mahal kepada pelanggan. Misal, dengan biaya US$500 atau setara dengan Rp7,5 juta, maka siswa dan keluarga mereka dapat membayar Frank untuk bernegosiasi dengan sekolah atas nama mereka untuk mendapatkan lebih banyak bantuan keuangan. 

Alhasil, dengan sederet kasus tersebut menghasilkan keputusan bahwa Frank harus mengeluarkan pernyataan resmi bahwa dia tidak berafiliasi dengan Departemen Pendidikan dan mengharuskan Frank pindah ke situs web baru yaitu, withfrank.org. 

Kembali ke masalah penipuan yang dilakukan Javice, kini operasi startup Frank telah ditutup oleh JP Morgan, begitupun dengan Javice yang sudah dipecat langsung dari jabatannya sebagai direktur pelaksana yang mengawasi Frank. 

https://entrepreneur.bisnis.com/read/20230118/52/1619326/profil-frank-startup-besutan-si-cantik-charlie-javice-yang-tipu-jp-morgan-rp26-triliun. 

No comments:

Post a Comment

Related Posts