Pada saat saya melihat Komunitas Supply Chain Indonesia, ini mengingatkan saya sebuah komunitas banker pada sekitar tahun 1970an di kawasan Eropa. Bank-bank di Eropa sedang mencari cara yang cukup praktis, efektif, efisien dan aman dalam membangun proses interaksi dan transaksi antar bank. Apapun industri atau bisnis yang kita jalankan, interaksi antar institusi atau personal adalah kuncinya. Tidak ada bisnis tanpa interaksi. Kita butuh berinteraksi dengan supplier, perusahaan pengiriman barang, perusahaan angkutan, regulator (lembaga pemerintah), jasa pergudangan, customer dan lain-lain. Tulisan ini mencoba untuk melihat apa yang telah dilakukan oleh komunitas bank di Eropa pada tahun 1970-an yang kemungkinan dapat diterapkan di komunitas Supply Chain.
Tantangan Dunia Perbankan Tahun 1970-an.
Industri perbankan memiliki banyak kesamaan dalam konsep hubungan antar institusi (atau inter-organization system). Mari kita lihat beberapa interaksi bank yang menjadi penggerak (business driven) dari terbentuknya komunitas perbankan ini.
- Pada saat sebuah bank membutuhkan mata uang Yen Jepang (karena ada nasabah yang membutuhkan) dan memiliki kelebihan mata uang Dolar US di brankas kas, mereka tentu saja membutuhkan interaksi dengan bank lain yang bersedia untuk menjadi ‘supplier’ mata uang Yen dan bersedia untuk dibeli menggunakan Dolar US.
- Kita sering menggunakan jasa bank untuk mengirimkan sejumlah uang ke rekan bisnis, saudara atau teman yang berada di luar negeri. Pada saat kita menyerahkan uang kita kepada pihak bank, di belakang layar terjadi proses interaksi dengan bank lain. Bank ini akan mengirimkan ‘order’ kepada bank lain di luar negeri untuk meneruskan uang kita sehingga dapat diterima dengan baik oleh sang penerima.
- Dalam transaksi ekspor impor, eksportir merasa kurang nyaman jika harus memproduksi dan mengirimkan barangnya terlebih dahulu sebelum importir membayarkan barang yang mereka beli. Disisi lain, importir merasa tidak nyaman jika harus membayar terlebih dahulu sebelum mereka menerima barang. Bank adalah ‘perantara’ yang tepat bagi kedua belah pihak. Dalam kasus ini kedua belah pihak akan menggunakan jasa bank masing-masing dan kedua bank harus berinteraksi.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana pihak bank dapat berinteraksi atau bertransaksi dengan semua bank di seluruh dunia dan dapat menyelesaikan transaksi antar bank menjadi efektik, efisien, aman dan lebih murah.
Sebelum komunitas terbentuk
|
Sesudah komunitas terbentuk
| ||
Setiap bank membangun jaringan (sistem) berdiri sendiri. Jika sebuah bank bekerja sama dengan 10 bank, maka dia harus membangun 10 jaringan dan sistem terpisah.
Akibatnya, bank harus selalu berinvestasi dengan bank baru, terlalu banyak sistem yang harus dikendalikan, dokumen antar bank tidak standar dan semakin sulit mengelola.
|
Bank hanya membangun satu jaringan (sistem) ke komunitas dan menggunakan dokumen-dokumen standar (atau form standar) untuk saling berinteraksi.
Hasilnya, bank yang perlu investasi satu kali untuk berinteraksi dengan seluruh bank di dunia, menggunakan cara dan dokumen yang standar, pengelolaan menjadi lebih sederhana dan otomasi teknologi menjadi sangat mudah.
| ||
Peranan Komunitas Bank
Apa yang telah dilakukan komunitas bank ini adalah duduk bersama untuk menganalisa atau mereview seluruh transaksi atau interaksi yang ada antara satu bank dengan bank lain diseluruh dunia. Mereka menciptakan dokumen standar untuk masing-masing interaksi/transaksi, sehingga seluruh bank di dunia memiliki cara atau bahasa yang sama dalam berinteraksi.
Mari kita lihat salah satu form/dokumen antar bank berikut :
:32A:111026USD1000,
:52K:Mr. Andi Jalan Sehat Sejahtera No. 123 Jakarta, Indonesia :59:Mr. Anda 123 Hill Street New York, USA | |
Seluruh bank di dunia akan mengerti bahwa dokumen tersebut adalah sebuah ‘order’ pengiriman uang sebesar USD1000 yang efektif tanggal 26 Oktober 2011 dari Mr. Andi di Jakarta dan harus diterima oleh Mr. Anda di Amerika.
Institusi ini menciptakan ratusan dokumen standar yang juga melingkupi proses flow yang seragam. Mereka kemudian membangun sebuah infrastruktur teknologi secara bersama-sama sehingga seluruh biaya operasional di tanggung bersama.
Organisasi ini dikenal dengan nama SWIFT (Society Worldwide Inter-Bank Financial Telecommunication). Mereka adalah organisasi non profit dimana pengurusnya adalah representasi bank, mereka merekrut dan menggaji tenaga IT profesional untuk mengelola infrastruktur mereka dengan uang iuran dan juga berdasarkan banyaknya dokumen yang mereka kirim. Semakin banyak anggota dari komunitas ini, semakin murah biaya teknologi yang mereka bayarkan.
Sebuah Implementasi di Indonesia
Di Indonesia, saya pernah terlibat dalam implementasi EDI (Electronic Data Interchange) di pelabuhan. Konsep ini memiliki kesamaan dengan apa yang telah dilakukan oleh komunitas bank di atas. EDI Pabean menciptakan interaksi bagi seluruh pelaku industri kepabeanan menggunakan teknologi. Mereka adalah PT. Pelabuhan, Bea Cukai, Bank, Karantina, Exportir/Importir, Pelayaran dan lain-lain.
Penutup
Dalam angan-angan saya saat ini, komunitas Supply Chain memiliki peluang untuk mencoba melihat kemungkinan sebuah sistem terintegrasi yang bisa menghubungkan semua institusi yang terlibat dalam komunitas ini sehingga akan tercipta sebuah proses dan dokumentasi yang standar dalam interkasi bisnis antar institusi. Kuncinya adalah standarisasi ini, sedangkan implementasi teknologi bukannya faktor yang cukup sulit karena banyak pilihan untuk itu.
Terima kasih …
Eko Kusuma Suryanzah
Berdomisili di Singapore dan bekerja pada sebuah bank global (team Global Technology).
Latar belakang penulis berkaitan dengan tulisan ini.
- Pernah menjadi pengurus Asosiasi SWIFT Indonesia (komisi Edukasi) – pada saat bekerja di Bank BNI.
- Pernah menjadi partner dari SWIFT untuk implementasi SWIFT di Indonesia – bekerja sebagai SWIFT partner
- Pernah terlibat dalam implementasi EDI di Terminal Peti Kemas – pada saat bekerja di PT. Pelabuhan Indonesia
No comments:
Post a Comment