KOMPAS.com – Keraton identik dengan nilai tradisi yang kerapkali dianggap ketinggalan zaman. Namun nyatanya, nilai luhur kepemimpinan yang diajarkan di dalam keraton masih relevan dilakukan di masa modern kini. Menurut Raja Keraton Surakarta Pakoe Boewono XIII Tedjowulan, filosofi kearifan Jawa yang dipahaminya bisa menjadi teladan bagi generasi muda, termasuk ketika menjalani kepemimpinan dalam karier.
“Kepemimpinan, harus berada di tangan orang yang utuh, yang memenuhi 'wewaler',” ujar Tedjowulan dalam sambutannya usai acara Wisudan Santana di Aula Sasono Wiwoho, Jalan Mangunsarkoro 69, Menteng, Jakarta, Minggu (26/6/2011) lalu.
Tiga prinsip "Wewaler"
"Wewaler" yang dimaksud Tedjowulan mengandung tiga makna. Pertama, pemimpin harus
mendalami makna hidupnya dan mengusahakan agar hidupnya seimbang dan selaras. Misalnya dalam kehidupan rumah tangga dan pekerjaan, keduanya harus bisa diatur dengan seimbang sehingga tak ada yang merasa dipinggirkan. Para perempuan modern sudah mulai bisa melakukan ini, yakni tetap fokus pada keluarga meski menjalani karier yang sangat sibuk.
Kedua, pemimpin harus terlatih sehingga mampu menangkap isyarat perubahan zaman. “Ia hendaknya mencita-citakan kaprawiran, keluhuran budi, serta mengekang diri dan prihatin,” jelas Tedjowulan.
Menjaga nilai luhur namun berpikiran terbuka
Tetap mempertahankan tradisi yang baik dari leluhur adalah hal yang baik, namun pemimpin harus juga bisa terbuka terhadap hal-hal baru. Caranya, dengan menjadi perempuan yang open minded, namun bersikap dan bertingkah laku yang patuh tradisi. Dengan begitu, Anda menjadi teladan yang seimbang bagi sekitar, tambahnya.
Ketiga, pemimpin seyogyanya memahami Filsafat Kepemimpinan Jawa, Hasta Brata dan Tri Bata. Tedjowulan menjelaskan filosofi Tri Bata yang masih relevan diaplikasi di masa kekinian:
* Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki)
Dengan merasa ikut memiliki, seorang pemimpin akan bisa menyatu dengan yang dipimpinnya. Saling menjaga apa yang sedang diperjuangkan bersama, sehingga perintah yang keluar pun untuk kepentingan bersama, bukan karena ego pribadi.
* Wajib melu hangrungkebi (wajib ikut membela dengan ikhlas)
Membela bawahan yang melakukan kesalahan mungkin bisa dilakukan selama Anda yakin bawahan bisa memperbaiki kesalahannya dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Membela perusahaan dalam banyak hal bisa juga Anda lakukan, bukan hanya sebatas profesionalitas, namun karena Anda memang mencintai profesi dan tempat bekerja saat ini.
* Mulat sariro hangrasa wani (mawas diri dan memiliki sifat berani untuk kebenaran)
Mawas diri berarti berhati-hati. Dalam mengambil keputusan, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan. Melihat masalah dari berbagai sudut pandang akan membantu diri lebih bijak dalam menilai sesuatu kemudian memutuskan. Jika keputusan yang Anda ambil sudah melalui tahap pertimbangan yang matang, maka Anda akan berani mmebela keyakinan meski ditentang
orang lain.
http://female.kompas.com/read/2011/06/28/17401326/Sukses.dalam.Karier.ala.Keraton
Wednesday, August 10, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Related Posts
-
Kamar mandi / toilet biasanya dilengkapi dengan perlengkapan untuk buang air kecil maupun besar. Kamar mandi yang dilengkapi dengan urina...
-
Salah satu senjata ampuh para eksekutif untuk meningkatkan kariernya kini adalah dengan menempuh jalur pendidikan keprofesian bersertifi...
-
Cerita di Balik Penutupan Pabrik Panasonic dan Toshiba Penutupan tiga pabrik Toshiba dan Panasonic di Indonesia membawa dampak pemutusa...
-
Sebaiknya PPIC dibagi menjadi: PPIC Planner, bertugas untuk membuat perencanaan atau MPP (Master Production Plan) dan MRP (Material Req...
-
Di beberapa perusahaan, divisi penyimpanan (store) untuk mengelola persediaan (inventory) sering mempunyai beberapa nama, seperti divisi...
No comments:
Post a Comment