KOMPAS.com - Sirik rasanya melihat teman yang sudah memiliki rumah sendiri. Tinggal di rumah milik sendiri membuat Anda bebas membuat aturan sendiri. Bahkan orangtua yang kebetulan menginap di rumah Anda pun harus mengikuti aturan Anda. Anda juga jadi merasa tidak lagi "membuang uang" percuma dengan indekos.
Tetapi, sebagai lajang Anda masih berat untuk meninggalkan gaya hidup Anda saat ini. Sepulang kantor bebas jalan-jalan sampai malam (kalau beli rumah di pinggiran Jakarta tentu harus pikir-pikir lagi jika pulang terlalu larut). Anda bebas jajan di luar, ngopi, belanja-belanja, travelling bersama teman-teman, dan lain sebagainya. Jika gaji Anda dipotong untuk cicilan rumah, Anda harus mengorbankan sebagian kecil kesenangan Anda tersebut.
Jadi, kapan sebenarnya waktu tepat untuk membeli rumah? Apakah membeli sekarang merupakan langkah yang tepat? Apakah dengan gaji Anda yang sekarang, Anda mampu membelinya? Bila hal itu yang masih menjadi pertimbangan Anda, beberapa pertanyaan di bawah ini mungkin dapat membantu Anda.
Bagaimana dan dimana hidup Anda beberapa tahun ke depan?
Mungkin saat ini Anda merasa lebih nyaman dengan indekos atau mengontrak rumah ramai-ramai dengan teman. Namun, bayangkan berapa uang yang akan Anda habiskan begitu saja dengan indekos di tempat yang berada di pusat kota. Bandingkan dengan cicilan rumah yang harus Anda bayarkan bila membeli rumah. Bila selisihnya tak begitu besar, lebih baik Anda membeli rumah. Uang kos atau kontrakan itu akan menjadi investasi Anda dalam bentuk rumah. Menunda membeli rumah hanya akan membuat Anda mengeluarkan lebih banyak uang ketika harga rumah sudah naik gila-gilaan.
Bagaimana kondisi keuangan Anda?
Ketika Anda berencana mengambil kredit pemilikan rumah di bank untuk melunasi pembelian rumah, bank tentu akan memeriksa kondisi keuangan Anda. Bank akan meminta slip gaji Anda, juga mencari tahu apakah Anda memiliki utang-utang atau cicilan lain. Intinya, bila Anda berutang ke bank, apakah hal ini akan memengaruhi kondisi keuangan Anda secara keseluruhan? Bank tentu tak ingin Anda mengalami kesulitan mencicil utang Anda.
Kebanyakan bank akan menghitung rasio total utang Anda sebelum mengabulkan permohonan pengajuan utang Anda. Artinya, berapa total kewajiban utang Anda, termasuk utang kartu kredit, cicilan mobil, atau mungkin kredit tanpa agunan Anda. Total utang sebaiknya tidak lebih besar daripada 40 persen gaji kotor Anda sebulan.
Berapa kemampuan Anda?
Ada cara yang mudah dan cepat untuk mengestimasi kemampuan Anda dalam membeli rumah berdasarkan jumlah penghasilan Anda. Kalikan gaji kotor Anda selama satu tahun dengan 3,4. Misalnya gaji Anda Rp 5 juta sebulan, maka setahun gaji Anda Rp 60 juta. Jika dikalikan 3,4, maka Anda bisa membeli rumah seharga Rp 204 juta. Beberapa pakar keuangan juga menyarankan, sebaiknya Anda tidak membayar lebih dari 32 persen gaji kotor selama sebulan untuk cicilan rumah. Anda juga masih harus membayar down payment, yang besarnya nanti akan memengaruhi besaran cicilan Anda tiap bulan.
Hitung juga maintenance rumah
Membeli rumah artinya Anda bertanggung jawab dengan semua biaya pemeliharaan atau perawatannya. Kemudian, meskipun rumah tersebut tidak langsung Anda tinggali, Anda tetap harus membayar iuran-iuran kan? Misalnya iuran sampah, iuran keamanan, dan sebagainya. Bersiaplah untuk membayar sekitar 3 persen setahun (dari harga rumah) untuk biaya pemeliharaan untuk rumah yang baru, dan tingkatkan jumlah tersebut hingga 5 persen jika Anda membeli rumah bekas.
Dapatkah Anda menutup semua biaya pembeliannya?
Ada beberapa komponen biaya yang harus Anda tanggung ketika membeli rumah. Selain membayar harga rumahnya, Anda juga harus membayar PPN (10 persen dari harga pokok rumah), biaya pengurusan surat-surat tanah (seperti Hak Guna Bangunan atau Hak Milik), biaya notaris, biaya administrasi bank, dan mungkin juga biaya survei lokasi. Setelah rumah dibeli, Anda masih butuh biaya untuk pindahan, instalasi listrik (jika misalnya Anda ingin menambah daya), perabotan, dan hal-hal kecil lain yang ternyata tak sedikit jumlahnya.
Saat membeli rumah, kondisi keuangan Anda pasti terpengaruh. Mungkin dalam bulan-bulan bahkan tahun pertama Anda akan sulit menyisihkan uang untuk hura-hura lagi. Tetapi, jangan bayangkan berapa gaji Anda yang terkuras untuk membayar cicilan rumah. Bayangkan nikmatnya memiliki rumah sendiri. Adakah yang lebih membanggakan daripada itu?
http://female.kompas.com/read/2011/08/25/16344645/Kapan.Saat.Tepat.Membeli.Rumah.
Sunday, August 28, 2011
Saturday, August 20, 2011
Pengertian Asuransi Syariah
Pengertian Asuransi Syariah
“Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah” Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi / premi yang mereka bayar yang digunakan untuk membayar klaim atas musibah yang dialami oleh peserta yang lain.
Konsep Asuransi Syariah
Dalam Asuransi Syariah ada istilah Tabarru’ yang merupakan sumbangan (dalam definisi Islam = Hibah - Dana Kebajikan). Ada beberapa perbedaan istilah antara Asuransi Syariah dengan asuransi konvensional.
Pada Asuransi Syariah peserta asuransi melakukan risk sharing (berbagi risiko) dengan peserta yang lainnya. Sementara pada asuransi konvensional, para peserta melakukan risk transfer (transfer risiko) kepada perusahaan asuransi. Maka, jika nasabah Asuransi Syariah mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru’ (kebajikan) seluruh peserta. Berbeda dengan klaim asuransi konvensional yang berasal dari perusahaan asuransinya.
Ada beberapa perbedaan istilah antara Asuransi Syariah dengan asuransi konvensional.
1. Mengubah kontrak di mana peserta adalah pihak yang menanggung risiko bersama, bukan perusahaan.
2. Pengelola atau operator (perusahaan asuransi) bukanlah pemilik dana melainkan hanya mengelola saja.
3. pengelola tidak boleh menggunakan dana-dana tersebut jika tidak ada kuasa dari peserta.
Asas Asuransi Syariah :
1. Merupakan jaminan bersama.
2. Penyertaan dalam sebuah skema yang disetujui bersama.
3. Membantu satu sama lain dengan menggunakan rekening yang telah ditentukan (rekening tabarru’) untuk membayar kerugian yang akan timbul.
Prinsip Asuransi Syariah :
1. Merupakan tanggung jawab bersama.
2. Saling membantu dan bekerja sama.
3. Perlindungan bersama
http://www.flickr.com/photos/33983328@N08/3158501235/
“Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah” Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi / premi yang mereka bayar yang digunakan untuk membayar klaim atas musibah yang dialami oleh peserta yang lain.
Konsep Asuransi Syariah
Dalam Asuransi Syariah ada istilah Tabarru’ yang merupakan sumbangan (dalam definisi Islam = Hibah - Dana Kebajikan). Ada beberapa perbedaan istilah antara Asuransi Syariah dengan asuransi konvensional.
Pada Asuransi Syariah peserta asuransi melakukan risk sharing (berbagi risiko) dengan peserta yang lainnya. Sementara pada asuransi konvensional, para peserta melakukan risk transfer (transfer risiko) kepada perusahaan asuransi. Maka, jika nasabah Asuransi Syariah mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru’ (kebajikan) seluruh peserta. Berbeda dengan klaim asuransi konvensional yang berasal dari perusahaan asuransinya.
Ada beberapa perbedaan istilah antara Asuransi Syariah dengan asuransi konvensional.
1. Mengubah kontrak di mana peserta adalah pihak yang menanggung risiko bersama, bukan perusahaan.
2. Pengelola atau operator (perusahaan asuransi) bukanlah pemilik dana melainkan hanya mengelola saja.
3. pengelola tidak boleh menggunakan dana-dana tersebut jika tidak ada kuasa dari peserta.
Asas Asuransi Syariah :
1. Merupakan jaminan bersama.
2. Penyertaan dalam sebuah skema yang disetujui bersama.
3. Membantu satu sama lain dengan menggunakan rekening yang telah ditentukan (rekening tabarru’) untuk membayar kerugian yang akan timbul.
Prinsip Asuransi Syariah :
1. Merupakan tanggung jawab bersama.
2. Saling membantu dan bekerja sama.
3. Perlindungan bersama
http://www.flickr.com/photos/33983328@N08/3158501235/
Wednesday, August 17, 2011
4 Kepribadian dari Pribadi yang Matang
KOMPAS.com - Setiap individu memiliki empat tipe kepribadian dalam dirinya, hanya saja memang ada salah satu yang dominan, dan ada yang masih perlu digali agar lebih seimbang. Setiap orang perlu tahu cara menempatkan diri, kapan waktunya menjadi pribadi yang disiplin, tegas, dan kapan menjadi sosok yang ramah, menyenangkan, atau kapan waktunya menjadi pendengar yang baik atau menikmati waktu untuk dirinya sendiri. Individu yang lengkap dengan empat kepribadian, serta tahu kapan menempatkan diri, tandanya ia pribadi matang.
Presenter yang juga pendiri sekolah public speaking Talk-Inc, Erwin Parengkuan, menuliskan dalam bukunya, Click, bahwa tipe kepribadian terbagi menjadi si kuat, si damai, si gesit, dan si rinci. Dalam talkshow yang diadakan Dove di Atrium Senayan City, Sabtu (26/2/2011) lalu, Erwin menjelaskan secara singkat perbedaan tipe kepribadian ini yang dirumuskannya dari pengamatan dan pengalaman bertemu dengan banyak orang dalam dunia public speaking dan komunikasi.
* Si gesit
Karakternya memiliki mood yang seringkali berubah. Orang dengan tipe kepribadian ini cenderung lebih senang menyampaikan apa yang ada di pikirannya dan tak suka menyimpan masalah atau sesuatu. Soal pekerjaan, orang dengan tipe ini selalu ingin berpindah-pindah karena karakternya yang suka eksplorasi. Namun seringkali, eksplorasinya tak diselesaikan dan kembali berpindah.
Si gesit tak suka menunda, cepat bosan, dan tak tahan dengan pekerjaan yang sifatnya statis. Karena memiliki kepribadian ekstrover, si gesit cenderung ceplas-ceplos saat bicara, lebih sering berbicara daripada berpikir.
"Seringkali ia salah bicara karena tak dipikirkan matang sebelumnya," jelas Erwin, sambil menambahkan bahwa tipe ini cenderung energik, selalu ingin terdepan jika bicara tren, pemaaf, dan cenderung pelupa. "Ia mudah memaafkan karena pada dasarnya ia mudah lupa. Jadi ia takkan ingat jika Anda pernah melakukan kesalahan kecil, misalnya," tambahnya.
* Si rinci
Ia selalu penuh perhitungan, setiap langkah dan keputusan yang akan dibuatkan dipikirkan dengan seksama. Kecenderungannya, ia akan berpikir lebih banyak daripada bertindak karena memiliki kepribadian yang perfeksionis. Si rinci merasa perlu menyusun segalanya dengan baik, benar, teratur, rapi, rinci, dan detail. Karenanya, ia tak pernah melewatkan jadwal yang sudah disusunnya. Ritual pagi hari misalnya, sebut Erwin, tak boleh ada yang terlewati. Berapa lama waktu mandi, merapikan diri, bahkan pakaian apa yang ingin dikenakan sudah diaturnya untuk seminggu misalnya.
"Orang dengan tipe ini selalu harus in order. Saat harus bergerak ia akan berpikir lama, bisa didahului oleh si gesit. Karenanya, setiap kepribadian harus diseimbangkan agar kesempatan tak hilang," jelas Erwin.
* Si kuat
Tipe kepribadian yang kuat tak suka basa-basi, dan cenderung bicara apa adanya. Tipe ini selalu mengejar tujuan apapun yang terjadi. Meski harus melewati berbagai cara, ia akan melakukannya untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini dilakukannya karena si kuat lebih menyintai hasil daripada proses. Beda dengan si gesit yang lebih menyintai proses. Si kuat tak banyak bicara panjang lebar, ia hanya bicara seadanya. "Wajahnya lempeng," kata Erwin, menggambarkan karakter si kuat.
* Si damai
Tipe ini cenderung santai, mengalir apa adanya, tak suka melakukan sesuatu yang di luar kebiasaannya. "Nggak neko-neko," begitu kata Erwin. Namun kecenderungannya, orang tipe ini seringkali dimanfaatkan teman-temannya. Di sisi lain, si damai lebih berjiwa besar dibandingkan tipe kepribadian lainnya. Ia tidak egois dan selalu menjadi pendengar yang baik bagi teman-temannya. "Si damai sering dijadikan teman curhat," jelas Erwin.
Anda bisa menjadi si kuat, si damai, si rinci, atau si gesit sekaligus, atau hanya salah satu atau dua di antaranya. Apapun itu, yang terpenting adalah Anda bisa melengkapi berbagai tipe kepribadian agar seimbang dan lebih matang. Pertanyaannya kemudian adalah apakah Anda mau menjadi pribadi matang? Mau menyeimbangkan kepribadian, dengan memotivasi diri menggali potensi, dan mengembangkan kepribadian positif yang dimiliki atau belum ada dalam diri?
"Mau atau tidak mengembangkan diri, kembali kepada setiap pribadi, setelah ia mampu mengenali tipe kepribadiannya," tandas Erwin.
http://female.kompas.com/read/2011/02/28/10154293/4.Kepribadian.dari.Pribadi.yang.Matang
Presenter yang juga pendiri sekolah public speaking Talk-Inc, Erwin Parengkuan, menuliskan dalam bukunya, Click, bahwa tipe kepribadian terbagi menjadi si kuat, si damai, si gesit, dan si rinci. Dalam talkshow yang diadakan Dove di Atrium Senayan City, Sabtu (26/2/2011) lalu, Erwin menjelaskan secara singkat perbedaan tipe kepribadian ini yang dirumuskannya dari pengamatan dan pengalaman bertemu dengan banyak orang dalam dunia public speaking dan komunikasi.
* Si gesit
Karakternya memiliki mood yang seringkali berubah. Orang dengan tipe kepribadian ini cenderung lebih senang menyampaikan apa yang ada di pikirannya dan tak suka menyimpan masalah atau sesuatu. Soal pekerjaan, orang dengan tipe ini selalu ingin berpindah-pindah karena karakternya yang suka eksplorasi. Namun seringkali, eksplorasinya tak diselesaikan dan kembali berpindah.
Si gesit tak suka menunda, cepat bosan, dan tak tahan dengan pekerjaan yang sifatnya statis. Karena memiliki kepribadian ekstrover, si gesit cenderung ceplas-ceplos saat bicara, lebih sering berbicara daripada berpikir.
"Seringkali ia salah bicara karena tak dipikirkan matang sebelumnya," jelas Erwin, sambil menambahkan bahwa tipe ini cenderung energik, selalu ingin terdepan jika bicara tren, pemaaf, dan cenderung pelupa. "Ia mudah memaafkan karena pada dasarnya ia mudah lupa. Jadi ia takkan ingat jika Anda pernah melakukan kesalahan kecil, misalnya," tambahnya.
* Si rinci
Ia selalu penuh perhitungan, setiap langkah dan keputusan yang akan dibuatkan dipikirkan dengan seksama. Kecenderungannya, ia akan berpikir lebih banyak daripada bertindak karena memiliki kepribadian yang perfeksionis. Si rinci merasa perlu menyusun segalanya dengan baik, benar, teratur, rapi, rinci, dan detail. Karenanya, ia tak pernah melewatkan jadwal yang sudah disusunnya. Ritual pagi hari misalnya, sebut Erwin, tak boleh ada yang terlewati. Berapa lama waktu mandi, merapikan diri, bahkan pakaian apa yang ingin dikenakan sudah diaturnya untuk seminggu misalnya.
"Orang dengan tipe ini selalu harus in order. Saat harus bergerak ia akan berpikir lama, bisa didahului oleh si gesit. Karenanya, setiap kepribadian harus diseimbangkan agar kesempatan tak hilang," jelas Erwin.
* Si kuat
Tipe kepribadian yang kuat tak suka basa-basi, dan cenderung bicara apa adanya. Tipe ini selalu mengejar tujuan apapun yang terjadi. Meski harus melewati berbagai cara, ia akan melakukannya untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini dilakukannya karena si kuat lebih menyintai hasil daripada proses. Beda dengan si gesit yang lebih menyintai proses. Si kuat tak banyak bicara panjang lebar, ia hanya bicara seadanya. "Wajahnya lempeng," kata Erwin, menggambarkan karakter si kuat.
* Si damai
Tipe ini cenderung santai, mengalir apa adanya, tak suka melakukan sesuatu yang di luar kebiasaannya. "Nggak neko-neko," begitu kata Erwin. Namun kecenderungannya, orang tipe ini seringkali dimanfaatkan teman-temannya. Di sisi lain, si damai lebih berjiwa besar dibandingkan tipe kepribadian lainnya. Ia tidak egois dan selalu menjadi pendengar yang baik bagi teman-temannya. "Si damai sering dijadikan teman curhat," jelas Erwin.
Anda bisa menjadi si kuat, si damai, si rinci, atau si gesit sekaligus, atau hanya salah satu atau dua di antaranya. Apapun itu, yang terpenting adalah Anda bisa melengkapi berbagai tipe kepribadian agar seimbang dan lebih matang. Pertanyaannya kemudian adalah apakah Anda mau menjadi pribadi matang? Mau menyeimbangkan kepribadian, dengan memotivasi diri menggali potensi, dan mengembangkan kepribadian positif yang dimiliki atau belum ada dalam diri?
"Mau atau tidak mengembangkan diri, kembali kepada setiap pribadi, setelah ia mampu mengenali tipe kepribadiannya," tandas Erwin.
http://female.kompas.com/read/2011/02/28/10154293/4.Kepribadian.dari.Pribadi.yang.Matang
Si Gesit, Serba Cepat tetapi Mudah Marah
KOMPAS.com — Dalam bukunya, Click!, Erwin Parengkuan menuliskan empat kategori kepribadian. Setiap karakter kepribadian memiliki sisi terang dan sisi gelap. Dengan mengenali kepribadian, baik diri sendiri maupun orang lain, Anda bisa berkomunikasi lebih baik dan cermat dalam menempatkan diri.
Salah satu kepribadian tersebut adalah Si Gesit. Kenali karakter ini, bisa jadi rekan kerja, atau bahkan diri Anda sendiri termasuk kategori ini.
Aktif, tetapi gelisah
Si Gesit. Pribadi ini cenderung penuh semangat, pemberani, dan tidak mudah menyerah. Tipe ini biasanya aktif dan tidak pernah bisa diam. Namun karena terlalu aktif, Si Gesit cenderung menjadi lebih sering gelisah. Ia juga cepat bosan dengan suasana yang itu-itu saja, termasuk juga dalam hal pekerjaan.
Suka bergaul, tetapi dominan
Si Gesit juga suka bersosialisasi sehingga ia akan tampak menonjol dalam kelompok. Ia juga senang bicara dan selalu punya ide kreatif. Namun saat ia bersosialisasi di kelompok, kesukaannya menonjolkan diri sering terkesan terlalu dominan dan menguasai sehingga ia kadang tak peduli dan mengabaikan orang di sekitarnya.
Berani ambil risiko, tetapi ambisius
Karena keinginannya besar, pribadi tipe ini cenderung berani mengambil risiko. Namun di sisi lain, Si Gesit sering dianggap terlalu ambisius karenanya.
Praktis, tetapi tak terencana
Karena suka yang praktis, Si Gesit lebih senang bersikap spontan. Pada akhirnya segala sesuatunya serba tak terencana. Ia lebih sering bertindak tanpa pikir panjang, baru berpikir kemudian.
Bekerja cepat, tetapi mudah marah
Karena keinginannya yang serba cepat, Si Gesit cenderung tak sabar dengan ritme kerja yang lambat. Akibatnya, ia akan mudah tersinggung dan marah, termasuk jika ia didahului orang lain.
http://female.kompas.com/read/2011/07/15/19162082/Si.Gesit.Serba.Cepat.tetapi.Mudah.Marah
Salah satu kepribadian tersebut adalah Si Gesit. Kenali karakter ini, bisa jadi rekan kerja, atau bahkan diri Anda sendiri termasuk kategori ini.
Aktif, tetapi gelisah
Si Gesit. Pribadi ini cenderung penuh semangat, pemberani, dan tidak mudah menyerah. Tipe ini biasanya aktif dan tidak pernah bisa diam. Namun karena terlalu aktif, Si Gesit cenderung menjadi lebih sering gelisah. Ia juga cepat bosan dengan suasana yang itu-itu saja, termasuk juga dalam hal pekerjaan.
Suka bergaul, tetapi dominan
Si Gesit juga suka bersosialisasi sehingga ia akan tampak menonjol dalam kelompok. Ia juga senang bicara dan selalu punya ide kreatif. Namun saat ia bersosialisasi di kelompok, kesukaannya menonjolkan diri sering terkesan terlalu dominan dan menguasai sehingga ia kadang tak peduli dan mengabaikan orang di sekitarnya.
Berani ambil risiko, tetapi ambisius
Karena keinginannya besar, pribadi tipe ini cenderung berani mengambil risiko. Namun di sisi lain, Si Gesit sering dianggap terlalu ambisius karenanya.
Praktis, tetapi tak terencana
Karena suka yang praktis, Si Gesit lebih senang bersikap spontan. Pada akhirnya segala sesuatunya serba tak terencana. Ia lebih sering bertindak tanpa pikir panjang, baru berpikir kemudian.
Bekerja cepat, tetapi mudah marah
Karena keinginannya yang serba cepat, Si Gesit cenderung tak sabar dengan ritme kerja yang lambat. Akibatnya, ia akan mudah tersinggung dan marah, termasuk jika ia didahului orang lain.
http://female.kompas.com/read/2011/07/15/19162082/Si.Gesit.Serba.Cepat.tetapi.Mudah.Marah
Si Rinci, Pemikir yang Plinplan
SHUTTERSTOCK
Kepribadian Si Rinci cenderung tipe pemikir, perfeksionis, namun plin-plan.
Artikel Terkait:
Si Gesit, Serba Cepat tetapi Mudah Marah
GramediaShop : Sebatang Pohon Tumbuh Di Brooklyn
GramediaShop : Sekolah Pesona Putri
KOMPAS.com — Erwin Parengkuan dalam bukunya, Click!, menuliskan empat kategori kepribadian. Setiap orang bisa memiliki salah satu atau bahkan semua kepribadian ini. Setiap kepribadian pun memiliki sisi terang dan sisi gelap. Kenali setiap kepribadian ini, termasuk dua sisi yang berlawanan, agar Anda bisa berkomunikasi lebih baik dan cermat dalam menempatkan diri.
Si Rinci merupakan salah satu kepribadian yang dijelaskan Erwin dalam bukunya. Orang tipe ini cenderung serius, tipe pemikir, tekun, lebih suka berada di balik meja. Si Rinci biasanya mampu mengontrol diri dan selalu tenang dalam menghadapi situasi apa pun.
Karena senang memikirkan sesuatu, tipe ini memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Kemampuannya dalam bekerja juga tak perlu diragukan. Si Rinci cenderung bekerja sepenuh hati dan sampai tuntas. Ia tak pernah meninggalkan pekerjaan yang belum sempurna. Lantaran kemampuan menganalisisnya tinggi, Si Rinci memang cenderung berhati-hati dalam bertindak.
Di balik sisi terangnya, Si Rinci juga punya sisi gelap. Karakternya yang serius dan kritis semakin terkesan tertutup dengan gayanya yang pendiam dan memilih menyepi daripada berada di keramaian.
Orang tipe ini memang tak banyak bicara dan lebih suka menganalisis. Alhasil, saat ia mengeluarkan ide atau pendapat, orang lain tak meresponsnya, tetapi justru memandangnya lamban karena terlalu lama menganalisis. Jangan heran jika orang dengan kepribadian seperti ini cenderung tak ditanggapi idenya.
Nah, hal lain yang juga perlu dipahami dari orang dengan kepribadian ini adalah gayanya dalam bekerja. Si Rinci tekun dalam bekerja dan cenderung perfeksionis. Alhasil, saat bekerja dalam tim, ia juga menginginkan orang lain bekerja sepertinya, dan menuntut kesempurnaan. Kesan yang kemudian muncul antara lain, Si Rinci dianggap pengeluh dan penuntut ketika orang lain tak memenuhi standar kerjanya.
Kemampuan menganalisis yang dibekali kecerdasan tinggi, dan keinginan untuk selalu sempurna, membuat Si Rinci tak sungkan mengubah metode kerja tiba-tiba. Jika ia menemukan metode kerja yang lebih baik dari yang sekarang diaplikasikannya, maka ia akan segera berubah haluan. Sulitnya, jika bekerja dalam tim, maka orang lain akan kesulitan mengikuti karena tak ada standardisasi. Karenanya, Si Rinci juga dikenal sebagai sosok yang plinplan dalam memutuskan sesuatu.
http://female.kompas.com/read/2011/08/02/14124965/Si.Rinci.Pemikir.yang.Plinplan
Si Kuat, Andal Jika Bekerja Mandiri
KOMPAS.com - Si Kuat merupakan salah satu tipe kepribadian yang dituliskan Erwin Parengkuan, dalam bukunya Click! Dari namanya, Si Kuat, memiliki karakter yang bisa diandalkan. Namun orang dengan tipe kepribadian ini cenderung lebih mampu menunjukkan kekuatannya dengan bekerja sendiri, bukan dalam tim.
Karenanya, meski Si Kuat mampu menjalani berbagai pekerjaan dengan baik, hasilnya tak maksimal jika ia dihadapkan pada kerja tim. Hal ini disebabkan karena Si Kuat cenderung sulit beradaptasi dengan lingkungannya, meski pun ia cocok bekerja di bidang apa saja.
Ciri-ciri orang dengan karakter ini di antaranya, ia cenderung mandiri, percaya diri, tidak menyukai aturan atau prosedur baku. Oleh karenanya, pekerjaan yang cocok dengan karakter seperti ini biasanya adalah pekerjaan mandiri di luar struktur.
Profesi seperti pengusaha, penulis, teknisi, surveyor, mekanik, finansial trader, pengacara, notaris, cocok bagi Si Kuat. Ia akan optimal bekerja mandiri pada bidang tersebut, tanpa diatur dan bergantung pada orang lain.
Jika saat ini Anda masih juga penasaran mencari karier yang tepat, mengenali kepribadian bisa menjadi pintu masuknya. Untuk kemudian, Anda lebih mampu mengeksplorasi diri, dan sukses dalam karier.
http://female.kompas.com/read/2011/08/15/11211973/Si.Kuat.Andal.Jika.Bekerja.Mandiri
Karenanya, meski Si Kuat mampu menjalani berbagai pekerjaan dengan baik, hasilnya tak maksimal jika ia dihadapkan pada kerja tim. Hal ini disebabkan karena Si Kuat cenderung sulit beradaptasi dengan lingkungannya, meski pun ia cocok bekerja di bidang apa saja.
Ciri-ciri orang dengan karakter ini di antaranya, ia cenderung mandiri, percaya diri, tidak menyukai aturan atau prosedur baku. Oleh karenanya, pekerjaan yang cocok dengan karakter seperti ini biasanya adalah pekerjaan mandiri di luar struktur.
Profesi seperti pengusaha, penulis, teknisi, surveyor, mekanik, finansial trader, pengacara, notaris, cocok bagi Si Kuat. Ia akan optimal bekerja mandiri pada bidang tersebut, tanpa diatur dan bergantung pada orang lain.
Jika saat ini Anda masih juga penasaran mencari karier yang tepat, mengenali kepribadian bisa menjadi pintu masuknya. Untuk kemudian, Anda lebih mampu mengeksplorasi diri, dan sukses dalam karier.
http://female.kompas.com/read/2011/08/15/11211973/Si.Kuat.Andal.Jika.Bekerja.Mandiri
Sudahkah Anda Memiliki Mentalitas Elang?
KOMPAS.com - Dunia kita memang penuh ketidakpastian. Seperti halnya cuaca yang belakangan ini sulit ditebak, apakah akan cerah, mendung, hujan, atau badai, sepak terjang dalam dunia ekonomi, bisnis, politik maupun dinamika di tempat kerja pun kerap sulit diramal.
Seorang teman bercerita, ia pernah menghadapi “badai” dalam kariernya. Ketika baru saja dinobatkan sebagai the best employee untuk yang kesekian kalinya, tiba-tiba ia dipanggil oleh atasan dan mendapat vonis yang membuat ia shock, yaitu dibebastugaskan dari posisinya yang sekarang dan diminta standby untuk penugasan berikutnya. Di saat ia berharap diganjar promosi atas prestasinya yang baik, kenyataan yang terjadi malah sebaliknya. Di saat rekan lain yang berprestasi mendapat jabatan baru, ia malah merosot. Siapa yang tidak terpuruk menghadapi kenyataan seperti itu?
Dalam situasi seperti ini, sangat wajar bila kita merasa frustrasi. Ada yang mengklaim bahwa mereka sudah lelah dan tidak bisa melihat titik terang lagi. Kita juga bisa saja mencari alasan pembenaran diri atau memilih untuk berhenti dan tidak melakukan sesuatu. Dalam situasi gagal dan terpuruk tak jarang juga kita melihat ada orang yang menyalahkan kebijakan dan peraturan yang ada, menyalahkan atasan, pemegang saham, ataupun situasi monopoli yang dihadapi.
Teman saya yang dijegal kariernya mengatakan bahwa atasan barunya merasa tidak terlalu cocok dengan dirinya. Meski sempat jatuh terpuruk, namun ia kemudian memberi batas waktu pada masa meratapnya. Teman kita ini kemudian berusaha menelaah ke dalam diri pribadinya. “Saya banyak bermawas diri. Saya sadar saya mempunyai beberapa kekuatan, tetapi kelemahan saya pun ada. Mungkin selama ini saya terlalu congkak dan tidak siap menghadapi benturan”, demikian ujarnya.
Ketika 6 bulan kemudian ia diberi penugasan baru, ia sudah siap dengan sikap mental yang lebih rendah hati, tetapi dengan semangat yang berlipat ganda. Sekadar karena ia sudah menggarap dirinya dan siap menggenjot kapasitasnya lagi.
Individu dengan mentalitas seperti teman kita ini, kondisinya bisa kita samakan dengan seekor elang. Pada saat ia merasa bahwa bulu-bulunya tidak kuat lagi, ia akan berdiri tegak di sebuah batu karang, di mana angin bertiup kencang merontokkan bulu-bulunya. Sesudah itu, ia akan bersembunyi di antara batu-batu dan menunggu sampai bulu baru tumbuh kembali.
Terbang “di atas” badai
Badai karier, badai ekonomi, atau badai rumah tangga, bisa dialami siapa saja. Situasi seperti ini pasti tidak disukai oleh kita. Namun, kita bisa belajar dari seekor elang, yang justru bisa memanfaatkan badai. Situasi yang sama ada di dalam filosofi China, di mana kata “krisis” mengandung makna yang sama dengan “kesempatan”. Jadi, badai adalah kesempatan.
Bagi elang, hewan pemangsa berdarah panas yang mempunyai sayap dan tubuh diselubungi bulu pelepah, badai dianggap sebagai "kendaraan" untuk maju. Ia bisa terbang sama cepat dengan badai, sehingga akhirnya angin badai bisa mengusung dirinya untuk terbang lebih tinggi lagi. Di dalam dunia kerja, bisnis dan politik, kita tahu bahwa kemampuan untuk "terbang tinggi" memberi kita kesempatan untuk melihat situasi dari atas, sehingga kita bisa mempunyai visi yang lebih jelas dan kuat.
Tentunya tidak mudah bagi kita mulai mengganti paradigma untuk memandang masalah sebagai titik awal dari suatu kemenangan. Padahal seninya terletak pada pengaturan enerji dan menjaga kestabilan kekuatan, justru pada saat orang lain atau kompetitor sedang kehabisan nafas atau bahkan sudah tidak berniat mengejar lagi. Dari elang, kita bisa belajar untuk mengatur energi dan kewaspadaan kita dalam menghadapi segala situasi, bahkan melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Seekor elang mempunyai hobi terbang tinggi, tidak kenal lelah, tidak pernah menunggu, dan tetap mencari kesempatan. Orang bermental elang adalah orang yang bisa menghempaskan kinerjanya dan memberi kontribusi yang berdampak besar, tidak tanggung-tanggung.
Obsesi pada peluang
Banyak dari kita terbiasa terpaku pada kelemahan diri (weaknesses) atau pada ancaman (threat) yang ada di sekitar kita. Keinginan untuk membuka bisnis baru atau melakukan langkah terobosan tak jarang terhambat karena kita sudah dipenuhi kekhawatiran tidak bisa bersaing dengan kompetitor, kekurangan modal, terhambat oleh policy, atau tidak punya SDM yang handal.
Jadi, kita memang perlu berhati-hati agar tidak berkutat dengan melihat kekurangan demi kekurangan sehingga kemudian merasa lemah dan tidak berdaya. Menganalisis kelemahan dan menghitung risiko memang diperlukan, namun yang lebih penting lagi adalah mengidentifikasi dan memfokuskan kekuatan diri dan peluang yang bisa menghasilkan energi dan daya dorong yang lebih besar bagi diri kita.
Orang dengan mentalitas elang, terobsesi pada kesempatan demi kesempatan yang ada. Ia pun sangat mengandalkan kekuatannya. Bila dulu kita familiar dengan konsep analisa SWOT (Strength – Weakness – Opportunity – Threat), kita juga perlu mulai berlatih untuk berpikir dengan konsep SOAR: Strengths – Opportunity – Aspiration – Result. Konsep yang ditawarkan oleh Stavros, Cooperrider, dan Kelly ini berorientasi “appreciative inquiry”, yaitu menghargai dan menggali hal-hal positif dan kekuatan yang terlihat maupun tersembunyi dalam diri kita. Para ahli ini berpendapat: ”Allow your thoughts to take you to heights of greatness”.
Dengan pola pikir ini, kita mengisi diri kita dengan obsesi terhadap aspirasi dan kesempatan sehingga dengan sendirinya akan membawa kita dipenuhi optimisme untuk terus maju.
(Eileen Rachman/Sylvina Savitri, EXPERD Consultant)
http://female.kompas.com/read/2011/08/16/07280389/Sudahkah.Anda.Memiliki.Mentalitas.Elang.
Seorang teman bercerita, ia pernah menghadapi “badai” dalam kariernya. Ketika baru saja dinobatkan sebagai the best employee untuk yang kesekian kalinya, tiba-tiba ia dipanggil oleh atasan dan mendapat vonis yang membuat ia shock, yaitu dibebastugaskan dari posisinya yang sekarang dan diminta standby untuk penugasan berikutnya. Di saat ia berharap diganjar promosi atas prestasinya yang baik, kenyataan yang terjadi malah sebaliknya. Di saat rekan lain yang berprestasi mendapat jabatan baru, ia malah merosot. Siapa yang tidak terpuruk menghadapi kenyataan seperti itu?
Dalam situasi seperti ini, sangat wajar bila kita merasa frustrasi. Ada yang mengklaim bahwa mereka sudah lelah dan tidak bisa melihat titik terang lagi. Kita juga bisa saja mencari alasan pembenaran diri atau memilih untuk berhenti dan tidak melakukan sesuatu. Dalam situasi gagal dan terpuruk tak jarang juga kita melihat ada orang yang menyalahkan kebijakan dan peraturan yang ada, menyalahkan atasan, pemegang saham, ataupun situasi monopoli yang dihadapi.
Teman saya yang dijegal kariernya mengatakan bahwa atasan barunya merasa tidak terlalu cocok dengan dirinya. Meski sempat jatuh terpuruk, namun ia kemudian memberi batas waktu pada masa meratapnya. Teman kita ini kemudian berusaha menelaah ke dalam diri pribadinya. “Saya banyak bermawas diri. Saya sadar saya mempunyai beberapa kekuatan, tetapi kelemahan saya pun ada. Mungkin selama ini saya terlalu congkak dan tidak siap menghadapi benturan”, demikian ujarnya.
Ketika 6 bulan kemudian ia diberi penugasan baru, ia sudah siap dengan sikap mental yang lebih rendah hati, tetapi dengan semangat yang berlipat ganda. Sekadar karena ia sudah menggarap dirinya dan siap menggenjot kapasitasnya lagi.
Individu dengan mentalitas seperti teman kita ini, kondisinya bisa kita samakan dengan seekor elang. Pada saat ia merasa bahwa bulu-bulunya tidak kuat lagi, ia akan berdiri tegak di sebuah batu karang, di mana angin bertiup kencang merontokkan bulu-bulunya. Sesudah itu, ia akan bersembunyi di antara batu-batu dan menunggu sampai bulu baru tumbuh kembali.
Terbang “di atas” badai
Badai karier, badai ekonomi, atau badai rumah tangga, bisa dialami siapa saja. Situasi seperti ini pasti tidak disukai oleh kita. Namun, kita bisa belajar dari seekor elang, yang justru bisa memanfaatkan badai. Situasi yang sama ada di dalam filosofi China, di mana kata “krisis” mengandung makna yang sama dengan “kesempatan”. Jadi, badai adalah kesempatan.
Bagi elang, hewan pemangsa berdarah panas yang mempunyai sayap dan tubuh diselubungi bulu pelepah, badai dianggap sebagai "kendaraan" untuk maju. Ia bisa terbang sama cepat dengan badai, sehingga akhirnya angin badai bisa mengusung dirinya untuk terbang lebih tinggi lagi. Di dalam dunia kerja, bisnis dan politik, kita tahu bahwa kemampuan untuk "terbang tinggi" memberi kita kesempatan untuk melihat situasi dari atas, sehingga kita bisa mempunyai visi yang lebih jelas dan kuat.
Tentunya tidak mudah bagi kita mulai mengganti paradigma untuk memandang masalah sebagai titik awal dari suatu kemenangan. Padahal seninya terletak pada pengaturan enerji dan menjaga kestabilan kekuatan, justru pada saat orang lain atau kompetitor sedang kehabisan nafas atau bahkan sudah tidak berniat mengejar lagi. Dari elang, kita bisa belajar untuk mengatur energi dan kewaspadaan kita dalam menghadapi segala situasi, bahkan melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Seekor elang mempunyai hobi terbang tinggi, tidak kenal lelah, tidak pernah menunggu, dan tetap mencari kesempatan. Orang bermental elang adalah orang yang bisa menghempaskan kinerjanya dan memberi kontribusi yang berdampak besar, tidak tanggung-tanggung.
Obsesi pada peluang
Banyak dari kita terbiasa terpaku pada kelemahan diri (weaknesses) atau pada ancaman (threat) yang ada di sekitar kita. Keinginan untuk membuka bisnis baru atau melakukan langkah terobosan tak jarang terhambat karena kita sudah dipenuhi kekhawatiran tidak bisa bersaing dengan kompetitor, kekurangan modal, terhambat oleh policy, atau tidak punya SDM yang handal.
Jadi, kita memang perlu berhati-hati agar tidak berkutat dengan melihat kekurangan demi kekurangan sehingga kemudian merasa lemah dan tidak berdaya. Menganalisis kelemahan dan menghitung risiko memang diperlukan, namun yang lebih penting lagi adalah mengidentifikasi dan memfokuskan kekuatan diri dan peluang yang bisa menghasilkan energi dan daya dorong yang lebih besar bagi diri kita.
Orang dengan mentalitas elang, terobsesi pada kesempatan demi kesempatan yang ada. Ia pun sangat mengandalkan kekuatannya. Bila dulu kita familiar dengan konsep analisa SWOT (Strength – Weakness – Opportunity – Threat), kita juga perlu mulai berlatih untuk berpikir dengan konsep SOAR: Strengths – Opportunity – Aspiration – Result. Konsep yang ditawarkan oleh Stavros, Cooperrider, dan Kelly ini berorientasi “appreciative inquiry”, yaitu menghargai dan menggali hal-hal positif dan kekuatan yang terlihat maupun tersembunyi dalam diri kita. Para ahli ini berpendapat: ”Allow your thoughts to take you to heights of greatness”.
Dengan pola pikir ini, kita mengisi diri kita dengan obsesi terhadap aspirasi dan kesempatan sehingga dengan sendirinya akan membawa kita dipenuhi optimisme untuk terus maju.
(Eileen Rachman/Sylvina Savitri, EXPERD Consultant)
http://female.kompas.com/read/2011/08/16/07280389/Sudahkah.Anda.Memiliki.Mentalitas.Elang.
Saturday, August 13, 2011
Teknik Industri
Teknik industri adalah cabang dari ilmu teknik yang berkenaan dengan pengembangan, perbaikan, implementasi, dan evaluasi sistem integral dari manusia, pengetahuan, peralatan, energi, materi, dan proses.
Daftar isi [sembunyikan]
1 Bidang keahlian
2 Sejarah Teknik Industri
2.1 Di dunia
2.2 Di Indonesia
3 Referensi
4 Lihat pula
5 Pranala luar
[sunting]Bidang keahlian
DI ITB dan beberapa perguruan tinggi di Indonesia, ilmu Teknik Industri diklasifikasikan ke dalam tiga bidang keahlian, yaitu Sistem Manufaktur, Manajemen Industri, dan Sistem Industri dan Tekno Ekonomi.
Sistem Manufaktur
Sistem Manufaktur adalah sebuah sistem yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk peningkatan kualitas, produktivitas, dan efisiensi sistem integral yang terdiri dari manusia, mesin, material, energi, dan informasi melalui proses perancangan, perencanaan, pengoperasian, pengendalian, pemeliharaan, dan perbaikan dengan menjaga keselarasan aspek manusia dan lingkungan kerjanya. Jenis bidang keilmuan yang dipelajari dalam Sistem Manufaktur ini antara lain adalah Sistem Produksi, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Pemodelan Sistem, Perancangan Tata Letak Pabrik, dan Ergonomi.
Manajemen Industri
Bidang keahlian Manajemen Industri adalah bidang keahlian yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk penciptaan dan peningkatan nilai sistem usaha melalui fungsi dan proses manajemen dengan bertumpu pada keunggulan sumber daya insani dalam menghadapi lingkungan usaha yang dinamis. Jenis bidang keilmuan yang dipelajari dalam Manajemen Industri antara lain adalah Manajemen Keuangan, Manajemen Kualitas, Manajemen Inovasi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Pemasaran, Manajemen Keputusan dan Ekonomi Teknik.
Sistem Industri dan Tekno Ekonomi
Bidang keahlian Sistem Industri dan Tekno-Ekonomi adalah bidang keahlian yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk peningkatan daya saing sistem integral yang terdiri atas tenaga kerja, bahan baku, energi, informasi, teknologi, dan infrastruktur yang berinteraksi dengan komunitas bisnis, masyarakat, dan pemerintah. Bidang keilmuan yang dipelajari di dalam Sistem Industri dan Tekno Ekonomi antara lain adalah Statistika Industri, Sistem Logistik, Logika Pemrograman, Operational Research, dan Sistem Basis Data
[sunting]Sejarah Teknik Industri
[sunting]Di dunia
Bagian ini membutuhkan pengembangan.
Awal mula Teknik Industri dapat ditelusuri dari beberapa sumber berbeda. Frederick Winslow Taylor sering ditetapkan sebagai Bapak Teknik Industri meskipun seluruh gagasannya tidak asli. Beberapa risalah terdahulu mungkin telah memengaruhi perkembangan Teknik Industri seperti risalah The Wealth of Nations karya Adam Smith, dipublikasikan tahun 1776; Essay on Population karya Thomas Malthus dipublikasikan tahun 1798; Principles of Political Economy and Taxation karya David Ricardo, dipublikasikan tahun 1817; dan Principles of Political Economy karya John Stuart Mill, dipublikasikan tahun 1848. Seluruh hasil karya ini mengilhami penjelasan paham Liberal Klasik mengenai kesuksesan dan keterbatas dari Revolusi Industri. Adam Smith adalah ekonom yang terkenal pada zamannya. "Economic Science" adalah frasa untuk menggambarkan bidang ini di Inggris sebelum industrialisasi America muncul .
Kontribusi penting lainnya dan mengilhami Taylor adalah Charles W. Babbage. Babbage adalah profesor ahli matematika di Cambridge University. Salah satu kontribusi pentingnya adalah buku yang berjudul On the Economy of Machinery and Manufacturers tahun 1832 yang mendiskusikan banyak topik menyangkut manufaktur. Babbage mendiskusikan gagasan tentang Kurva Belajar (Learning Curve), pembagian tugas dan bagaimana proses pembelajaran dipengaruhi, dan efek belajar terhadap peningkatan pemborosan. Dia juga sangat tertarik pada metode pengaturan pemborosan. Charles Babbage adalah orang pertama yang menganjurkan membangun komputer mekanis. Dia menyebutnya "analytical calculating machine" , untuk tujuan memecahkan masalah matematika yang kompleks.
Di Amerika Serikat selama akhir abad 19 telah terjadi perkembangan yang memengaruhi pembentukan Teknik Industri. Henry R. Towne menekankan aspek ekonomi terhadap pekerjaan insinyur yakni bagaimana seorang insinyur akan meningkatkan laba perusahaan? Towne kemudian menjadi anggota American Society of Mechanical Engineers (ASME) sebagaimana yang dilakukan beberapa pendahulunya di bidang Teknik Industri. Towne menekankan perlunya mengembangkan suatu bidang yang terfokus pada sistem manufactur. Dalam Industrial Engineering Handbook dikatakan bahwa "ASME adalah tempat berkembang biaknya Teknik Industri". Towne bersama Fredrick A. Halsey bekerja mengembangkan dan memaparkan suatu Rencana Kerja untuk mengurangi pemborosan kepada ASME. Tujuan Recana ini adalah meningkatkan produktivitas pekerja tanpa berpengaruh negatif terhadap ongkos produksi. Rencana ini juga menganjurkan bahwa sebagian keuntungan dapat dibagikan kepada pekerja dalam bentuk insentif.
Henry L. Gantt (juga anggota ASME) menekankan pentingnya seleksi karyawan dan pelatihannya. Dia, seperti juga Towne dan Halsey, memaparkan paper dengan topik-topik seperti biaya, seleksi karyawan, pelatihan, skema insentif, dan penjadwalan kerja. Dia adalah pencipta Diagram Gantt (Gantt chart), yang saat ini merupakan diagram yang sangat populer digunakan dalam penjadwalan kerja. Sampai sekarang Gantt chart digunakan dalam bidang statitik untuk membuat prediksi yang akurat. Jenis diagram lainnya telah dikembangkan untuk tujuan penjadwalan seperti Program Evaluation and Review Technique (PERT) dan Critical Path Mapping (CPM).
Sejarah Teknik Industri tidak lengkap tanpa menyebut Frederick Winslow Taylor. Taylor mungkin adalah pelopor Teknik Industri yang paling terkenal. Dia mempresentasikan gagasan mengenai pengorganisasian pekerjaan dengan menggunakan manajemen kepada seluruh anggota ASME. Dia menciptakan istilah "Scientific Management" untuk menggambarkan metode yang dia bangun melalui studi empiris. Kegiatannya, seperti yang lainnya, meliputi topik-topik seperti pengorganisasian pekerjaan dengan manajemen, seleksi pekerja, pelatihan, dan kompensasi tambahan bagi seluruh individu yang memenuhi standar yang dibuat perusahaan. Scientific Management memiliki efek yang besar terhadap Revolusi Industri, baik di Amerika maupun di luar negara Amerika.
Keluarga Gilbreth diakui akan pengembangan terhadap Studi Waktu dan Gerak (Time and Motion Studies). Frank Bunker Gilbreth dan istrinya Dr. Lillian M. Gilbreth melakukan penelitian mengenai Pemahaman Kelelahan (Fatigue), Skill Development, Studi Gerak (Motion Studies), dan Studi Waktu (Time Studies). Lillian Gilbreth memeliki gelasr Ph.D. dalam bidang Psikologi yang membantunya dalam memahami masalah-masalah manusia. Keluarga Gilbreth meyakini bahwa terdapat satu cara terbaik ("one best way") untuk melakukan pekerjaan. Salah satu pemikiran mereka yang siginifikan adalah pengklasifikasian gerakan dasar manusia ke dalam 17 macam, dimana ada gerakan yang efektif dan ada yang tidak efektif. Mereka menamakannya Tabel Klasifikasi Therbligs (ejaan terbalik dari kata Gilbreth). Gilbreth menyimpulkan bahwa waktu untuk menyelesaikan gerakan yang efektif (effective therblig) lebih singkat tetapi sulit untuk dikurangi, demikian sebaliknya dengan non-effective therbligs. Gilbreth mengklaim bahwa setiap bentuk pekerjaan dapat dipisah-pisah ke dalam bentuk pekerjaan yang lebih sederhana.
Saat Amerika Serikat menghadapi Perang Dunia II, secara diam-diam pemerintah mendaftarkan para ilmuwan untuk meneliti perencanaan, metode produksi, dan logistik dalam perang. Para ilmuwan ini mengembangkan sejumlah teknik untuk pemodelan dan memprediksi solusi optimal. Lebih lanjut saat informasi ini terbongkar. lahirlah Operation Research. Banyak hasil penelitian yang masih sangat teoritis dan pemahaman bagaimana menggunakannya dalam dunia nyata tidak ada. Hal inilah yang menyebabkan jurang antara kelompok Operation Research (OR) dan profesi insinyur terlalu lebar. hanya sedikit perusahaan yang dengan sigap membentuk departemen Operation Research dan mengkapitalisasikannya.
Pada 1948 sebuah komunitas baru, American Institute for Industrial Engineers (AIIE), dibuka untuk pertama kalinya. Pada masa ini Teknik Industri benar-benar tidak mendapat tempat yang khusus dalam struktur perusahaan. Selama tahun 1960 dan sesudahnya, beberapa perguruan tinggi mulai mengadopsi teknik-teknik operation research dan menambahkannya pada kurikulum Teknik Industri. Sekarang untuk pertama kalinya metode-metode Teknik Industri disandarkan pada fondasi analisa, termasuk metode empiris terdahulu lainnya. Pengembangan baru terhadap optimisasi dalam matematika sebagaimana metode baru dalam analisa statistik membantu dalam mengisi lubang kosong bidang Teknik Industri dengan pendekatan teoritis.
Kemudian, permasalahan Teknik Industri menjadi begitu besar dan kompleks pada dan saat komputer digital berkembang. Dengan komputer digital dan kemampuannya menyimpan data dalam jumlah besar, insinyur Teknik Industri memiliki alat baru untuk mengkalkulasi permasalahan besar secara cepat. Sebelumnya komputasi pada suatu sistem memakan mingguan bahkan bulanan, tetapi dengan komputer dan perkembangan sub-program "sub-routines", perhitungan dapat dilakukan dalam hitungan menit dan dengan mudah dapat diulangi terhadap kriteria problem yang baru. Dengan kemampuannya menyimpan data, hasil perhitungan pada sistem sebelumnya dapat disimpan dan dibandingkan dengan informasi baru. Data-data ini membuat Teknik Industri menjadi cara yang kuat dalam mempelajari sistem produksi dan reaskinya bila terjadi perubahan.
[sunting]Di Indonesia
Sejarah Teknik Industri di Indonesia di awali dari kampus ITB Institut Teknologi Bandung. Sejarah pendirian pendidikan Teknik Industri di ITB tidak terlepas dari kondisi praktik sarjana mesin pada tahun lima-puluhan. Pada waktu itu, profesi sarjana Teknik mesin merupakan kelanjutan dari profesi pada zaman Belanda, yaitu terbatas pada pekerjaan pengoperasian dan perawatan mesin atau fasilitas produksi. Barang-barang modal itu sepenuhnya diimpor, karena di Indonesia belum terdapat pabrik mesin.
Di Universitas Indonesia (www.ui.ac.id), keilmuan Teknik Industri telah dikenalkan pada awal tahun tujuh puluhan, dan merupakan sub bagian dari keilmuan Teknik Mesin. Sejak 30 Juni 1998, diresmikanlah Jurusan Teknik Industri (sekarang Departemen Teknik Industri) Fakultas Teknik Universitas Indonesia, situs resminya di http://www.ie.ui.ac.id/
Kalau pada masa itu, dijumpai bengkel-bengkel tergolong besar yang mengerjakan pekerjaan perancangan konstruksi baja seperti yang antara lain terdapat di kota Pasuruan dan Klaten, pekerjaan itu pun masih merupakan bagian dari kegiatan perawatan untuk mesin-mesin pabrik gula dan pabrik pengolahan hasil perkebunan yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dengan demikian kegiatan perancangan yang dilakukan oleh para sarjana Teknik Mesin pada waktu itu masih sangat terbatas pada perancangan dan pembuatan suku-suku cadang yang sederhana berdasarkan contoh-contoh barang yang ada. Peran yang serupa bagi sarjana Teknik Mesin juga terjadi di pabrik semen dan di bengkel-bengkel perkereta-apian.
Pada saat itu, dalam menjalankan profesi sebagai sarjana Teknik Mesin dengan tugas pengoperasian mesin dan fasilitas produksi, tantangan utama yang mereka hadapi ialah bagaimana agar pengoperasian itu dapat diselenggarakan dengan lancar dan ekonomis. Jadi fokus pekerjaan sarjana Teknik Mesin pada saat itu ialah pengaturan pembebanan pada mesin-mesin agar kegiatan produksi menjadi ekonomis, dan perawatan (maintenance) untuk menjaga kondisi mesin supaya senantiasa siap pakai.
Pada masa itu, seorang kepala pabrik yang umumnya berlatar-belakang pendidikan mesin, sangat ketat dan disiplin dalam pengawasan terhadap kondisi mesin. Di pagi hari sebelum pabrik mulai beroperasi, ia keliling pabrik memeriksa mesin-mesin untuk menyakini apakah alat-alat produksi dalam keadaan siap pakai untuk dibebani suatu pekerjaan.
Pengalaman ini menunjukan bahwa pengetahuan dan kemampuan perancangan yang dipunyai oleh seorang sarjana Teknik Mesin tidak banyak termanfaatkan, tetapi mereka justru memerlukan bekal pengetahuan manajemen untuk lebih mampu dan lebih siap dalam pengelolaan suatu pabrik dan bengkel-bengkel besar.
Sekitar tahun 1955, pengalaman semacam itu disadari benar keperluannya, sehingga sampai pada gagasan perlunya perkuliahan tambahan bagi para mahasiswa Teknik Mesin dalam bidang pengelolaan pabrik.
Pada tahun yang sama, orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia karena terjadi krisis hubungan antara Indonesia-Belanda, sebagai akibatnya, banyak pabrik yang semula dikelola oleh para administratur Belanda, mendadak menjadi vakum dari keadministrasian yang baik. Pengalaman ini menjadi dorongan yang semakin kuat untuk terus memikirkan gagasan pendidikan alternatif bidang keahlian di dalam pendidikan Teknik Mesin.
Pada awal tahun 1958, mulai diperkenalkan beberapa mata kuliah baru di Departemen Teknik Mesin, diantaranya : Ilmu Perusahaan, Statistik, Teknik Produksi, Tata Hitung Ongkos dan Ekonomi Teknik. Sejak itu dimulailah babak baru dalam pendidikan Teknik Mesin di ITB, mata kuliah yang bersifat pilihan itu mulai digemari oleh mahasiswa Teknik Mesin dan juga Teknik Kimia dan Tambang.
Sementara itu pada sekitar tahun 1963-1964 Bagian Teknik Mesin telah mulai menghasilkan sebagian sarjananya yang berkualifikasi pengetahuan manajemen produksi/teknik produksi. Bidang Teknik Produksi semakin berkembang dengan bertambahnya jenis mata kuliah. Mata kuliah seperti : Teknik Tata Cara, Pengukuran Dimensional, Mesin Perkakas, Pengujian Tak Merusak, Perkakas Pembantu dan Keselamatan Kerja cukup memperkaya pengetahuan mahasiswa Teknik Produksi.
Pada tahun 1966 - 1967, perkuliahan di Teknik Produksi semakin berkembang. Mata kuliah yang berbasis teknik industri mulai banyak diperkenalkan. Sistem man-machine-material tidak lagi hanya didasarkan pada lingkup wawasan manufaktur saja, tetapi pada lingkup yang lebih luas yaitu perusahaan dan lingkungan. Dalam pada itu, di Departemen ini mulai diajarkan mata kuliah : Manajemen Personalia, Administrasi Perusahaan, Statistik Industri, Perancangan Tata Letak Pabrik, Studi Kelayakan, Penyelidikan Operasional, Pengendalian Persediaan Kualitas Statistik dan Programa Linier. Sehingga pada tahun 1967, nama Teknik Produksi secara resmi berubah menjadi Teknik Industri dan masih tetap bernaung di bawah Bagian Teknik Mesin ITB.
Pada tahun 1968 - 1971, dimulailah upanya untuk membangun Departemen Teknik Industri yang mandiri. Upaya itu terwujud pada tanggal 1 Januari 1971.
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik_industri
Daftar isi [sembunyikan]
1 Bidang keahlian
2 Sejarah Teknik Industri
2.1 Di dunia
2.2 Di Indonesia
3 Referensi
4 Lihat pula
5 Pranala luar
[sunting]Bidang keahlian
DI ITB dan beberapa perguruan tinggi di Indonesia, ilmu Teknik Industri diklasifikasikan ke dalam tiga bidang keahlian, yaitu Sistem Manufaktur, Manajemen Industri, dan Sistem Industri dan Tekno Ekonomi.
Sistem Manufaktur
Sistem Manufaktur adalah sebuah sistem yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk peningkatan kualitas, produktivitas, dan efisiensi sistem integral yang terdiri dari manusia, mesin, material, energi, dan informasi melalui proses perancangan, perencanaan, pengoperasian, pengendalian, pemeliharaan, dan perbaikan dengan menjaga keselarasan aspek manusia dan lingkungan kerjanya. Jenis bidang keilmuan yang dipelajari dalam Sistem Manufaktur ini antara lain adalah Sistem Produksi, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Pemodelan Sistem, Perancangan Tata Letak Pabrik, dan Ergonomi.
Manajemen Industri
Bidang keahlian Manajemen Industri adalah bidang keahlian yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk penciptaan dan peningkatan nilai sistem usaha melalui fungsi dan proses manajemen dengan bertumpu pada keunggulan sumber daya insani dalam menghadapi lingkungan usaha yang dinamis. Jenis bidang keilmuan yang dipelajari dalam Manajemen Industri antara lain adalah Manajemen Keuangan, Manajemen Kualitas, Manajemen Inovasi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Pemasaran, Manajemen Keputusan dan Ekonomi Teknik.
Sistem Industri dan Tekno Ekonomi
Bidang keahlian Sistem Industri dan Tekno-Ekonomi adalah bidang keahlian yang memanfaatkan pendekatan teknik industri untuk peningkatan daya saing sistem integral yang terdiri atas tenaga kerja, bahan baku, energi, informasi, teknologi, dan infrastruktur yang berinteraksi dengan komunitas bisnis, masyarakat, dan pemerintah. Bidang keilmuan yang dipelajari di dalam Sistem Industri dan Tekno Ekonomi antara lain adalah Statistika Industri, Sistem Logistik, Logika Pemrograman, Operational Research, dan Sistem Basis Data
[sunting]Sejarah Teknik Industri
[sunting]Di dunia
Bagian ini membutuhkan pengembangan.
Awal mula Teknik Industri dapat ditelusuri dari beberapa sumber berbeda. Frederick Winslow Taylor sering ditetapkan sebagai Bapak Teknik Industri meskipun seluruh gagasannya tidak asli. Beberapa risalah terdahulu mungkin telah memengaruhi perkembangan Teknik Industri seperti risalah The Wealth of Nations karya Adam Smith, dipublikasikan tahun 1776; Essay on Population karya Thomas Malthus dipublikasikan tahun 1798; Principles of Political Economy and Taxation karya David Ricardo, dipublikasikan tahun 1817; dan Principles of Political Economy karya John Stuart Mill, dipublikasikan tahun 1848. Seluruh hasil karya ini mengilhami penjelasan paham Liberal Klasik mengenai kesuksesan dan keterbatas dari Revolusi Industri. Adam Smith adalah ekonom yang terkenal pada zamannya. "Economic Science" adalah frasa untuk menggambarkan bidang ini di Inggris sebelum industrialisasi America muncul .
Kontribusi penting lainnya dan mengilhami Taylor adalah Charles W. Babbage. Babbage adalah profesor ahli matematika di Cambridge University. Salah satu kontribusi pentingnya adalah buku yang berjudul On the Economy of Machinery and Manufacturers tahun 1832 yang mendiskusikan banyak topik menyangkut manufaktur. Babbage mendiskusikan gagasan tentang Kurva Belajar (Learning Curve), pembagian tugas dan bagaimana proses pembelajaran dipengaruhi, dan efek belajar terhadap peningkatan pemborosan. Dia juga sangat tertarik pada metode pengaturan pemborosan. Charles Babbage adalah orang pertama yang menganjurkan membangun komputer mekanis. Dia menyebutnya "analytical calculating machine" , untuk tujuan memecahkan masalah matematika yang kompleks.
Di Amerika Serikat selama akhir abad 19 telah terjadi perkembangan yang memengaruhi pembentukan Teknik Industri. Henry R. Towne menekankan aspek ekonomi terhadap pekerjaan insinyur yakni bagaimana seorang insinyur akan meningkatkan laba perusahaan? Towne kemudian menjadi anggota American Society of Mechanical Engineers (ASME) sebagaimana yang dilakukan beberapa pendahulunya di bidang Teknik Industri. Towne menekankan perlunya mengembangkan suatu bidang yang terfokus pada sistem manufactur. Dalam Industrial Engineering Handbook dikatakan bahwa "ASME adalah tempat berkembang biaknya Teknik Industri". Towne bersama Fredrick A. Halsey bekerja mengembangkan dan memaparkan suatu Rencana Kerja untuk mengurangi pemborosan kepada ASME. Tujuan Recana ini adalah meningkatkan produktivitas pekerja tanpa berpengaruh negatif terhadap ongkos produksi. Rencana ini juga menganjurkan bahwa sebagian keuntungan dapat dibagikan kepada pekerja dalam bentuk insentif.
Henry L. Gantt (juga anggota ASME) menekankan pentingnya seleksi karyawan dan pelatihannya. Dia, seperti juga Towne dan Halsey, memaparkan paper dengan topik-topik seperti biaya, seleksi karyawan, pelatihan, skema insentif, dan penjadwalan kerja. Dia adalah pencipta Diagram Gantt (Gantt chart), yang saat ini merupakan diagram yang sangat populer digunakan dalam penjadwalan kerja. Sampai sekarang Gantt chart digunakan dalam bidang statitik untuk membuat prediksi yang akurat. Jenis diagram lainnya telah dikembangkan untuk tujuan penjadwalan seperti Program Evaluation and Review Technique (PERT) dan Critical Path Mapping (CPM).
Sejarah Teknik Industri tidak lengkap tanpa menyebut Frederick Winslow Taylor. Taylor mungkin adalah pelopor Teknik Industri yang paling terkenal. Dia mempresentasikan gagasan mengenai pengorganisasian pekerjaan dengan menggunakan manajemen kepada seluruh anggota ASME. Dia menciptakan istilah "Scientific Management" untuk menggambarkan metode yang dia bangun melalui studi empiris. Kegiatannya, seperti yang lainnya, meliputi topik-topik seperti pengorganisasian pekerjaan dengan manajemen, seleksi pekerja, pelatihan, dan kompensasi tambahan bagi seluruh individu yang memenuhi standar yang dibuat perusahaan. Scientific Management memiliki efek yang besar terhadap Revolusi Industri, baik di Amerika maupun di luar negara Amerika.
Keluarga Gilbreth diakui akan pengembangan terhadap Studi Waktu dan Gerak (Time and Motion Studies). Frank Bunker Gilbreth dan istrinya Dr. Lillian M. Gilbreth melakukan penelitian mengenai Pemahaman Kelelahan (Fatigue), Skill Development, Studi Gerak (Motion Studies), dan Studi Waktu (Time Studies). Lillian Gilbreth memeliki gelasr Ph.D. dalam bidang Psikologi yang membantunya dalam memahami masalah-masalah manusia. Keluarga Gilbreth meyakini bahwa terdapat satu cara terbaik ("one best way") untuk melakukan pekerjaan. Salah satu pemikiran mereka yang siginifikan adalah pengklasifikasian gerakan dasar manusia ke dalam 17 macam, dimana ada gerakan yang efektif dan ada yang tidak efektif. Mereka menamakannya Tabel Klasifikasi Therbligs (ejaan terbalik dari kata Gilbreth). Gilbreth menyimpulkan bahwa waktu untuk menyelesaikan gerakan yang efektif (effective therblig) lebih singkat tetapi sulit untuk dikurangi, demikian sebaliknya dengan non-effective therbligs. Gilbreth mengklaim bahwa setiap bentuk pekerjaan dapat dipisah-pisah ke dalam bentuk pekerjaan yang lebih sederhana.
Saat Amerika Serikat menghadapi Perang Dunia II, secara diam-diam pemerintah mendaftarkan para ilmuwan untuk meneliti perencanaan, metode produksi, dan logistik dalam perang. Para ilmuwan ini mengembangkan sejumlah teknik untuk pemodelan dan memprediksi solusi optimal. Lebih lanjut saat informasi ini terbongkar. lahirlah Operation Research. Banyak hasil penelitian yang masih sangat teoritis dan pemahaman bagaimana menggunakannya dalam dunia nyata tidak ada. Hal inilah yang menyebabkan jurang antara kelompok Operation Research (OR) dan profesi insinyur terlalu lebar. hanya sedikit perusahaan yang dengan sigap membentuk departemen Operation Research dan mengkapitalisasikannya.
Pada 1948 sebuah komunitas baru, American Institute for Industrial Engineers (AIIE), dibuka untuk pertama kalinya. Pada masa ini Teknik Industri benar-benar tidak mendapat tempat yang khusus dalam struktur perusahaan. Selama tahun 1960 dan sesudahnya, beberapa perguruan tinggi mulai mengadopsi teknik-teknik operation research dan menambahkannya pada kurikulum Teknik Industri. Sekarang untuk pertama kalinya metode-metode Teknik Industri disandarkan pada fondasi analisa, termasuk metode empiris terdahulu lainnya. Pengembangan baru terhadap optimisasi dalam matematika sebagaimana metode baru dalam analisa statistik membantu dalam mengisi lubang kosong bidang Teknik Industri dengan pendekatan teoritis.
Kemudian, permasalahan Teknik Industri menjadi begitu besar dan kompleks pada dan saat komputer digital berkembang. Dengan komputer digital dan kemampuannya menyimpan data dalam jumlah besar, insinyur Teknik Industri memiliki alat baru untuk mengkalkulasi permasalahan besar secara cepat. Sebelumnya komputasi pada suatu sistem memakan mingguan bahkan bulanan, tetapi dengan komputer dan perkembangan sub-program "sub-routines", perhitungan dapat dilakukan dalam hitungan menit dan dengan mudah dapat diulangi terhadap kriteria problem yang baru. Dengan kemampuannya menyimpan data, hasil perhitungan pada sistem sebelumnya dapat disimpan dan dibandingkan dengan informasi baru. Data-data ini membuat Teknik Industri menjadi cara yang kuat dalam mempelajari sistem produksi dan reaskinya bila terjadi perubahan.
[sunting]Di Indonesia
Sejarah Teknik Industri di Indonesia di awali dari kampus ITB Institut Teknologi Bandung. Sejarah pendirian pendidikan Teknik Industri di ITB tidak terlepas dari kondisi praktik sarjana mesin pada tahun lima-puluhan. Pada waktu itu, profesi sarjana Teknik mesin merupakan kelanjutan dari profesi pada zaman Belanda, yaitu terbatas pada pekerjaan pengoperasian dan perawatan mesin atau fasilitas produksi. Barang-barang modal itu sepenuhnya diimpor, karena di Indonesia belum terdapat pabrik mesin.
Di Universitas Indonesia (www.ui.ac.id), keilmuan Teknik Industri telah dikenalkan pada awal tahun tujuh puluhan, dan merupakan sub bagian dari keilmuan Teknik Mesin. Sejak 30 Juni 1998, diresmikanlah Jurusan Teknik Industri (sekarang Departemen Teknik Industri) Fakultas Teknik Universitas Indonesia, situs resminya di http://www.ie.ui.ac.id/
Kalau pada masa itu, dijumpai bengkel-bengkel tergolong besar yang mengerjakan pekerjaan perancangan konstruksi baja seperti yang antara lain terdapat di kota Pasuruan dan Klaten, pekerjaan itu pun masih merupakan bagian dari kegiatan perawatan untuk mesin-mesin pabrik gula dan pabrik pengolahan hasil perkebunan yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dengan demikian kegiatan perancangan yang dilakukan oleh para sarjana Teknik Mesin pada waktu itu masih sangat terbatas pada perancangan dan pembuatan suku-suku cadang yang sederhana berdasarkan contoh-contoh barang yang ada. Peran yang serupa bagi sarjana Teknik Mesin juga terjadi di pabrik semen dan di bengkel-bengkel perkereta-apian.
Pada saat itu, dalam menjalankan profesi sebagai sarjana Teknik Mesin dengan tugas pengoperasian mesin dan fasilitas produksi, tantangan utama yang mereka hadapi ialah bagaimana agar pengoperasian itu dapat diselenggarakan dengan lancar dan ekonomis. Jadi fokus pekerjaan sarjana Teknik Mesin pada saat itu ialah pengaturan pembebanan pada mesin-mesin agar kegiatan produksi menjadi ekonomis, dan perawatan (maintenance) untuk menjaga kondisi mesin supaya senantiasa siap pakai.
Pada masa itu, seorang kepala pabrik yang umumnya berlatar-belakang pendidikan mesin, sangat ketat dan disiplin dalam pengawasan terhadap kondisi mesin. Di pagi hari sebelum pabrik mulai beroperasi, ia keliling pabrik memeriksa mesin-mesin untuk menyakini apakah alat-alat produksi dalam keadaan siap pakai untuk dibebani suatu pekerjaan.
Pengalaman ini menunjukan bahwa pengetahuan dan kemampuan perancangan yang dipunyai oleh seorang sarjana Teknik Mesin tidak banyak termanfaatkan, tetapi mereka justru memerlukan bekal pengetahuan manajemen untuk lebih mampu dan lebih siap dalam pengelolaan suatu pabrik dan bengkel-bengkel besar.
Sekitar tahun 1955, pengalaman semacam itu disadari benar keperluannya, sehingga sampai pada gagasan perlunya perkuliahan tambahan bagi para mahasiswa Teknik Mesin dalam bidang pengelolaan pabrik.
Pada tahun yang sama, orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia karena terjadi krisis hubungan antara Indonesia-Belanda, sebagai akibatnya, banyak pabrik yang semula dikelola oleh para administratur Belanda, mendadak menjadi vakum dari keadministrasian yang baik. Pengalaman ini menjadi dorongan yang semakin kuat untuk terus memikirkan gagasan pendidikan alternatif bidang keahlian di dalam pendidikan Teknik Mesin.
Pada awal tahun 1958, mulai diperkenalkan beberapa mata kuliah baru di Departemen Teknik Mesin, diantaranya : Ilmu Perusahaan, Statistik, Teknik Produksi, Tata Hitung Ongkos dan Ekonomi Teknik. Sejak itu dimulailah babak baru dalam pendidikan Teknik Mesin di ITB, mata kuliah yang bersifat pilihan itu mulai digemari oleh mahasiswa Teknik Mesin dan juga Teknik Kimia dan Tambang.
Sementara itu pada sekitar tahun 1963-1964 Bagian Teknik Mesin telah mulai menghasilkan sebagian sarjananya yang berkualifikasi pengetahuan manajemen produksi/teknik produksi. Bidang Teknik Produksi semakin berkembang dengan bertambahnya jenis mata kuliah. Mata kuliah seperti : Teknik Tata Cara, Pengukuran Dimensional, Mesin Perkakas, Pengujian Tak Merusak, Perkakas Pembantu dan Keselamatan Kerja cukup memperkaya pengetahuan mahasiswa Teknik Produksi.
Pada tahun 1966 - 1967, perkuliahan di Teknik Produksi semakin berkembang. Mata kuliah yang berbasis teknik industri mulai banyak diperkenalkan. Sistem man-machine-material tidak lagi hanya didasarkan pada lingkup wawasan manufaktur saja, tetapi pada lingkup yang lebih luas yaitu perusahaan dan lingkungan. Dalam pada itu, di Departemen ini mulai diajarkan mata kuliah : Manajemen Personalia, Administrasi Perusahaan, Statistik Industri, Perancangan Tata Letak Pabrik, Studi Kelayakan, Penyelidikan Operasional, Pengendalian Persediaan Kualitas Statistik dan Programa Linier. Sehingga pada tahun 1967, nama Teknik Produksi secara resmi berubah menjadi Teknik Industri dan masih tetap bernaung di bawah Bagian Teknik Mesin ITB.
Pada tahun 1968 - 1971, dimulailah upanya untuk membangun Departemen Teknik Industri yang mandiri. Upaya itu terwujud pada tanggal 1 Januari 1971.
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik_industri
Industrial Engineering
Industrial engineering is a branch of engineering dealing with the optimization of complex processes or systems. It is concerned with the development, improvement, implementation and evaluation of integrated systems of people, money, knowledge, information, equipment, energy, materials, analysis and synthesis, as well as the mathematical, physical and social sciences together with the principles and methods of engineering design to specify, predict, and evaluate the results to be obtained from such systems or processes. Its underlying concepts overlap considerably with certain business-oriented disciplines such as Operations Management, but the engineering side tends to emphasize extensive mathematical proficiency and usage of quantitative methods.
Depending on the sub-speciality(ies) involved, industrial engineering may also be known as operations management, management science, operations research, systems engineering, or manufacturing engineering, usually depending on the viewpoint or motives of the user. Recruiters or educational establishments use the names to differentiate themselves from others. In health care, industrial engineers are more commonly known as health management engineers or health systems engineers.
Contents [hide]
1 Overview
2 History
3 University programs
3.1 Undergraduate curriculum
3.2 Postgraduate curriculum
4 Salaries and workforce statistics
5 See also
6 References
[edit]Overview
While the term originally applied to manufacturing, the use of "industrial" in "industrial engineering" can be somewhat misleading, since it has grown to encompass any methodical or quantitative approach to optimizing how a process, system, or organization operates. Some engineering universities and educational agencies around the world have changed the term “industrial” to the broader term “production”, leading to the typical extensions noted above. In fact, the primary U.S. professional organization for Industrial Engineers, the Institute of Industrial Engineers (IIE) has been considering changing its name to something broader (such as the Institute of Industrial & Systems Engineers), although the latest vote among membership deemed this unnecessary for the time being.
The various topics of concern to industrial engineers include management science, financial engineering, engineering management, supply chain management, process engineering, operations research, systems engineering, ergonomics, cost and value engineering, quality engineering, facilities planning, and the engineering design process. Traditionally, a major aspect of industrial engineering was planning the layouts of factories and designing assembly lines and other manufacturing paradigms. And now, in so-called lean manufacturing systems, industrial engineers work to eliminate wastes of time, money, materials, energy, and other resources.
Examples of where industrial engineering might be used include designing an assembly workstation, strategizing for various operational logistics, consulting as an efficiency expert, developing a new financial algorithm or loan system for a bank, streamlining operation and emergency room location or usage in a hospital, planning complex distribution schemes for materials or products (referred to as Supply Chain Management), and shortening lines (or queues) at a bank, hospital, or a theme park.
Industrial engineers typically use computer simulation (especially discrete event simulation), along with extensive mathematical tools and modeling and computational methods for system analysis, evaluation, and optimization.
[edit]History
See also: List of industrial engineers
Efforts to apply science to the design of processes and of production systems were made by many people in the 18th and 19th centuries. They took some time to evolve and to be synthesized into disciplines that we would label with names such as industrial engineering, production engineering, or systems engineering. For example, precursors to industrial engineering included some aspects of military science; the quest to develop manufacturing using interchangeable parts; the development of the armory system of manufacturing; the work of Henri Fayol and colleagues (which grew into a larger movement called Fayolism); and the work of Frederick Winslow Taylor and colleagues (which grew into a larger movement called scientific management). In the late 19th century, such efforts began to inform consultancy and higher education. The idea of consulting with experts about process engineering naturally evolved into the idea of teaching the concepts as curriculum.
Industrial engineering courses were taught by multiple universities in Europe at the end of the 19th century, including in Germany, France, the United Kingdom, and Spain.[1] In the United States, the first department of industrial and manufacturing engineering was established in 1909 at the Pennsylvania State University.
The first doctoral degree in industrial engineering was awarded in the 1930s by Cornell University.
[edit]University programs
Many universities have BS, MS, M.Tech and PhD programs available. US News and World Report's article on "America's Best Colleges 2010" lists schools offering Undergraduate engineering specialities in Industrial or Manufacturing.[2] The Georgia Institute of Technology has been ranked as having the best Industrial Engineering program in the United States consecutively for the last twenty years according to this survey.
[edit]Undergraduate curriculum
In the United States, the usual undergraduate degree earned is the Bachelor of Science or B.S. in Industrial Engineering (BSIE). Like most undergraduate engineering programs, the typical curriculum includes a broad math and science foundation spanning chemistry, physics, engineering design, calculus, differential equations, statistics, materials science, engineering mechanics, computer science, circuits and electronics, and often additional specialized courses in areas such as management, systems theory, ergonomics/safety, stochastics, advanced mathematics and computation, and economics. Some Universities require International credits to complete the BS degree.[clarification needed]
[edit]Postgraduate curriculum
The usual postgraduate degree earned is the Master of Science in Industrial Engineering, Production Engineering, Industrial Engineering & Management, Manufacturing Engineering & Management or Industrial Engineering & Operations Research. The typical MS curriculum includes:
Operations research & Optimization techniques
Engineering economics
Supply chain management & Logistics
Systems Simulation & Stochastic Processes
System Dynamics & Policy Planning
System Analysis & Techniques
Manufacturing systems/Manufacturing engineering
Human factors engineering & Ergonomics
Production planning and control
Management Sciences
Computer aided manufacturing
Facilities design & Work space design
Quality Engineering
Reliability Engineering & Life Testing
Statistical process control or Quality control
Time and motion study
Operations management
Corporate planning
Productivity improvement
Materials management
[edit]Salaries and workforce statistics
The total number of engineers employed in the U.S. in 2006 was roughly 1.5 million. Of these, 201,000 were industrial engineers (13.3%), the third most popular engineering specialty. The average starting salaries being $55,067 with a bachelor's degree, $64,759 with a master's degree, and $77,364 with a doctorate degree. This places industrial engineering at 7th of 15 among engineering bachelors degrees, 3rd of 10 among masters degrees, and 2nd of 7 among doctorate degrees in average annual salary.[3] The median annual income of industrial engineers in the U.S. workforce is $68,620.
http://en.wikipedia.org/wiki/Industrial_engineering
Depending on the sub-speciality(ies) involved, industrial engineering may also be known as operations management, management science, operations research, systems engineering, or manufacturing engineering, usually depending on the viewpoint or motives of the user. Recruiters or educational establishments use the names to differentiate themselves from others. In health care, industrial engineers are more commonly known as health management engineers or health systems engineers.
Contents [hide]
1 Overview
2 History
3 University programs
3.1 Undergraduate curriculum
3.2 Postgraduate curriculum
4 Salaries and workforce statistics
5 See also
6 References
[edit]Overview
While the term originally applied to manufacturing, the use of "industrial" in "industrial engineering" can be somewhat misleading, since it has grown to encompass any methodical or quantitative approach to optimizing how a process, system, or organization operates. Some engineering universities and educational agencies around the world have changed the term “industrial” to the broader term “production”, leading to the typical extensions noted above. In fact, the primary U.S. professional organization for Industrial Engineers, the Institute of Industrial Engineers (IIE) has been considering changing its name to something broader (such as the Institute of Industrial & Systems Engineers), although the latest vote among membership deemed this unnecessary for the time being.
The various topics of concern to industrial engineers include management science, financial engineering, engineering management, supply chain management, process engineering, operations research, systems engineering, ergonomics, cost and value engineering, quality engineering, facilities planning, and the engineering design process. Traditionally, a major aspect of industrial engineering was planning the layouts of factories and designing assembly lines and other manufacturing paradigms. And now, in so-called lean manufacturing systems, industrial engineers work to eliminate wastes of time, money, materials, energy, and other resources.
Examples of where industrial engineering might be used include designing an assembly workstation, strategizing for various operational logistics, consulting as an efficiency expert, developing a new financial algorithm or loan system for a bank, streamlining operation and emergency room location or usage in a hospital, planning complex distribution schemes for materials or products (referred to as Supply Chain Management), and shortening lines (or queues) at a bank, hospital, or a theme park.
Industrial engineers typically use computer simulation (especially discrete event simulation), along with extensive mathematical tools and modeling and computational methods for system analysis, evaluation, and optimization.
[edit]History
See also: List of industrial engineers
Efforts to apply science to the design of processes and of production systems were made by many people in the 18th and 19th centuries. They took some time to evolve and to be synthesized into disciplines that we would label with names such as industrial engineering, production engineering, or systems engineering. For example, precursors to industrial engineering included some aspects of military science; the quest to develop manufacturing using interchangeable parts; the development of the armory system of manufacturing; the work of Henri Fayol and colleagues (which grew into a larger movement called Fayolism); and the work of Frederick Winslow Taylor and colleagues (which grew into a larger movement called scientific management). In the late 19th century, such efforts began to inform consultancy and higher education. The idea of consulting with experts about process engineering naturally evolved into the idea of teaching the concepts as curriculum.
Industrial engineering courses were taught by multiple universities in Europe at the end of the 19th century, including in Germany, France, the United Kingdom, and Spain.[1] In the United States, the first department of industrial and manufacturing engineering was established in 1909 at the Pennsylvania State University.
The first doctoral degree in industrial engineering was awarded in the 1930s by Cornell University.
[edit]University programs
Many universities have BS, MS, M.Tech and PhD programs available. US News and World Report's article on "America's Best Colleges 2010" lists schools offering Undergraduate engineering specialities in Industrial or Manufacturing.[2] The Georgia Institute of Technology has been ranked as having the best Industrial Engineering program in the United States consecutively for the last twenty years according to this survey.
[edit]Undergraduate curriculum
In the United States, the usual undergraduate degree earned is the Bachelor of Science or B.S. in Industrial Engineering (BSIE). Like most undergraduate engineering programs, the typical curriculum includes a broad math and science foundation spanning chemistry, physics, engineering design, calculus, differential equations, statistics, materials science, engineering mechanics, computer science, circuits and electronics, and often additional specialized courses in areas such as management, systems theory, ergonomics/safety, stochastics, advanced mathematics and computation, and economics. Some Universities require International credits to complete the BS degree.[clarification needed]
[edit]Postgraduate curriculum
The usual postgraduate degree earned is the Master of Science in Industrial Engineering, Production Engineering, Industrial Engineering & Management, Manufacturing Engineering & Management or Industrial Engineering & Operations Research. The typical MS curriculum includes:
Operations research & Optimization techniques
Engineering economics
Supply chain management & Logistics
Systems Simulation & Stochastic Processes
System Dynamics & Policy Planning
System Analysis & Techniques
Manufacturing systems/Manufacturing engineering
Human factors engineering & Ergonomics
Production planning and control
Management Sciences
Computer aided manufacturing
Facilities design & Work space design
Quality Engineering
Reliability Engineering & Life Testing
Statistical process control or Quality control
Time and motion study
Operations management
Corporate planning
Productivity improvement
Materials management
[edit]Salaries and workforce statistics
The total number of engineers employed in the U.S. in 2006 was roughly 1.5 million. Of these, 201,000 were industrial engineers (13.3%), the third most popular engineering specialty. The average starting salaries being $55,067 with a bachelor's degree, $64,759 with a master's degree, and $77,364 with a doctorate degree. This places industrial engineering at 7th of 15 among engineering bachelors degrees, 3rd of 10 among masters degrees, and 2nd of 7 among doctorate degrees in average annual salary.[3] The median annual income of industrial engineers in the U.S. workforce is $68,620.
http://en.wikipedia.org/wiki/Industrial_engineering
Wednesday, August 10, 2011
Sukses dalam Karier ala Keraton
KOMPAS.com – Keraton identik dengan nilai tradisi yang kerapkali dianggap ketinggalan zaman. Namun nyatanya, nilai luhur kepemimpinan yang diajarkan di dalam keraton masih relevan dilakukan di masa modern kini. Menurut Raja Keraton Surakarta Pakoe Boewono XIII Tedjowulan, filosofi kearifan Jawa yang dipahaminya bisa menjadi teladan bagi generasi muda, termasuk ketika menjalani kepemimpinan dalam karier.
“Kepemimpinan, harus berada di tangan orang yang utuh, yang memenuhi 'wewaler',” ujar Tedjowulan dalam sambutannya usai acara Wisudan Santana di Aula Sasono Wiwoho, Jalan Mangunsarkoro 69, Menteng, Jakarta, Minggu (26/6/2011) lalu.
Tiga prinsip "Wewaler"
"Wewaler" yang dimaksud Tedjowulan mengandung tiga makna. Pertama, pemimpin harus
mendalami makna hidupnya dan mengusahakan agar hidupnya seimbang dan selaras. Misalnya dalam kehidupan rumah tangga dan pekerjaan, keduanya harus bisa diatur dengan seimbang sehingga tak ada yang merasa dipinggirkan. Para perempuan modern sudah mulai bisa melakukan ini, yakni tetap fokus pada keluarga meski menjalani karier yang sangat sibuk.
Kedua, pemimpin harus terlatih sehingga mampu menangkap isyarat perubahan zaman. “Ia hendaknya mencita-citakan kaprawiran, keluhuran budi, serta mengekang diri dan prihatin,” jelas Tedjowulan.
Menjaga nilai luhur namun berpikiran terbuka
Tetap mempertahankan tradisi yang baik dari leluhur adalah hal yang baik, namun pemimpin harus juga bisa terbuka terhadap hal-hal baru. Caranya, dengan menjadi perempuan yang open minded, namun bersikap dan bertingkah laku yang patuh tradisi. Dengan begitu, Anda menjadi teladan yang seimbang bagi sekitar, tambahnya.
Ketiga, pemimpin seyogyanya memahami Filsafat Kepemimpinan Jawa, Hasta Brata dan Tri Bata. Tedjowulan menjelaskan filosofi Tri Bata yang masih relevan diaplikasi di masa kekinian:
* Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki)
Dengan merasa ikut memiliki, seorang pemimpin akan bisa menyatu dengan yang dipimpinnya. Saling menjaga apa yang sedang diperjuangkan bersama, sehingga perintah yang keluar pun untuk kepentingan bersama, bukan karena ego pribadi.
* Wajib melu hangrungkebi (wajib ikut membela dengan ikhlas)
Membela bawahan yang melakukan kesalahan mungkin bisa dilakukan selama Anda yakin bawahan bisa memperbaiki kesalahannya dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Membela perusahaan dalam banyak hal bisa juga Anda lakukan, bukan hanya sebatas profesionalitas, namun karena Anda memang mencintai profesi dan tempat bekerja saat ini.
* Mulat sariro hangrasa wani (mawas diri dan memiliki sifat berani untuk kebenaran)
Mawas diri berarti berhati-hati. Dalam mengambil keputusan, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan. Melihat masalah dari berbagai sudut pandang akan membantu diri lebih bijak dalam menilai sesuatu kemudian memutuskan. Jika keputusan yang Anda ambil sudah melalui tahap pertimbangan yang matang, maka Anda akan berani mmebela keyakinan meski ditentang
orang lain.
http://female.kompas.com/read/2011/06/28/17401326/Sukses.dalam.Karier.ala.Keraton
“Kepemimpinan, harus berada di tangan orang yang utuh, yang memenuhi 'wewaler',” ujar Tedjowulan dalam sambutannya usai acara Wisudan Santana di Aula Sasono Wiwoho, Jalan Mangunsarkoro 69, Menteng, Jakarta, Minggu (26/6/2011) lalu.
Tiga prinsip "Wewaler"
"Wewaler" yang dimaksud Tedjowulan mengandung tiga makna. Pertama, pemimpin harus
mendalami makna hidupnya dan mengusahakan agar hidupnya seimbang dan selaras. Misalnya dalam kehidupan rumah tangga dan pekerjaan, keduanya harus bisa diatur dengan seimbang sehingga tak ada yang merasa dipinggirkan. Para perempuan modern sudah mulai bisa melakukan ini, yakni tetap fokus pada keluarga meski menjalani karier yang sangat sibuk.
Kedua, pemimpin harus terlatih sehingga mampu menangkap isyarat perubahan zaman. “Ia hendaknya mencita-citakan kaprawiran, keluhuran budi, serta mengekang diri dan prihatin,” jelas Tedjowulan.
Menjaga nilai luhur namun berpikiran terbuka
Tetap mempertahankan tradisi yang baik dari leluhur adalah hal yang baik, namun pemimpin harus juga bisa terbuka terhadap hal-hal baru. Caranya, dengan menjadi perempuan yang open minded, namun bersikap dan bertingkah laku yang patuh tradisi. Dengan begitu, Anda menjadi teladan yang seimbang bagi sekitar, tambahnya.
Ketiga, pemimpin seyogyanya memahami Filsafat Kepemimpinan Jawa, Hasta Brata dan Tri Bata. Tedjowulan menjelaskan filosofi Tri Bata yang masih relevan diaplikasi di masa kekinian:
* Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki)
Dengan merasa ikut memiliki, seorang pemimpin akan bisa menyatu dengan yang dipimpinnya. Saling menjaga apa yang sedang diperjuangkan bersama, sehingga perintah yang keluar pun untuk kepentingan bersama, bukan karena ego pribadi.
* Wajib melu hangrungkebi (wajib ikut membela dengan ikhlas)
Membela bawahan yang melakukan kesalahan mungkin bisa dilakukan selama Anda yakin bawahan bisa memperbaiki kesalahannya dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Membela perusahaan dalam banyak hal bisa juga Anda lakukan, bukan hanya sebatas profesionalitas, namun karena Anda memang mencintai profesi dan tempat bekerja saat ini.
* Mulat sariro hangrasa wani (mawas diri dan memiliki sifat berani untuk kebenaran)
Mawas diri berarti berhati-hati. Dalam mengambil keputusan, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan. Melihat masalah dari berbagai sudut pandang akan membantu diri lebih bijak dalam menilai sesuatu kemudian memutuskan. Jika keputusan yang Anda ambil sudah melalui tahap pertimbangan yang matang, maka Anda akan berani mmebela keyakinan meski ditentang
orang lain.
http://female.kompas.com/read/2011/06/28/17401326/Sukses.dalam.Karier.ala.Keraton
Tiru Kepemimpinan dari 6 CEO Ini!
KOMPAS.com - Jangan pernah berhenti bermimpi menjadi sukses. Apakah Anda ingin menjadi karyawan yang memegang jabatan tertinggi, atau menjadi pengusaha yang sukses, selalu ada nilai-nilai kehidupan yang bisa Anda jadikan pegangan. Bagaimana para CEO dunia ini mengelola kesuksesannya, bisa memberikan wawasan bagi kita untuk berjuang menjadi orang yang lebih baik. Berikut adalah enam CEO dan nilai-nilai kepemimpinan bisa dijadikan penuntun bagi pemilik bisnis baru, karyawan, maupun entrepreneur. Termasuk di dalamnya, Anda!
1. Steve Ballmer, CEO, Microsoft
Jadilah orang yang pantang mundur. “Nomor satu, ide-ide yang hebat itu penting. Kedua, temukan passion Anda. Dan nomor tiga, jadilah orang yang gigih, pantang mundur. Microsoft ditemukan dari satu ide bagus yang dimiliki Bill Gates dan Paul Allen, yang tidak dipunyai orang lain."
2. Alan Mulally, CEO, Ford
Berkembang dalam menghadapi kesulitan; keberuntungan akan menguntungkan mereka yang berani. Mengatakan bahwa beberapa tahun terakhir tidak begitu baik untuk industri otomotif adalah sesuatu yang sangat meremehkan. Brand Ford yang ikonik, seperti para kompetitornya, berada dalam kesulitan yang mengerikan. Hari ini, gerakan yang berani dan negosiasi yang cerdas telah membuat pembuat mobil tidak hanya tetap hidup, tetapi juga menghasilkan keuntungan.
3. Mark Pincus, CEO, Zynga
Sesuatu yang simpel bisa menjadi lebih baik. Dalam dunia dimana sesuatu yang lebih besar, lebih cepat, dan lebih mewah, menjadi kalimat kunci yang penting, Zynga membuktikan bahwa masih ada tempat untuk kesenangan yang bersahaja. Game di Facebook itu tidak berteknologi tinggi, namun kepopulerannya tidak terbantahkan di masyarakat Amerika.
4. Larry Page, CEO, Google
Kenali batasan Anda; selalu jaga ego Anda. Ketika Larry Page dan Sergey Brin mulai membangun Google, kedua pria ini telah meramalkan bahwa skill mereka belum tentu sejalan dengan nilai yang dapat dibawa seorang CEO. Oleh karena itu mereka merekrut veteran di bidang teknologi, Eric Schmidt, untuk memberikan supervisi yang diperlukan untuk membuat Google menjadi perusahaan yang sukses seperti sekarang.
5. Mark Zuckerberg, CEO, Facebook
Pikirkan jangka panjang, bukan kepuasan yang cepat. Orang yang sukses biasanya akan tergoda menjual perusahaannya, lalu menciptakan bisnis lain yang lebih hebat. Zuckerberg pun telah berulang kali menerima kesempatan untuk menjual social media-nya kepada peminat yang berani membeli dengan harga tinggi. Namun ia bertahan, karena percaya bahwa akan ada potensi yang lebih besar dan lebih baik di masa depan. Intuisinya tepat. Banyak analis bisnis memperkirakan nilai Facebook mencapai 100 milyar dollar saat ini.
6. Steve Jobs, CEO, Apple
Jadilah seorang visioner. Kesuksesan Apple hampir seluruhnya disebabkan oleh visinya. Ia sempat digulingkan dari perusahaan yang dibangunnya pada 1984. Namun para penerusnya: John Sculley, Michael Spindler, dan Gil Amelio, gagal mengangkat perusahaan tersebut. Sejak kembali ke perusahaan pada 1997, Jobs menunjukkan kemampuannya yang luar biasa untuk menciptakan visi ke depan. Ia memberikan sisi artistik pada lini produknya, dan menciptakan produk-produk yang layak diimpikan para pengguna, dan menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari para kompetitornya. Jobs juga merancang ekosistem yang membawahi produk-produk Apple, termasuk aksesori dan layanannya (seperti iTunes dan App Store).
http://female.kompas.com/read/2011/07/25/14233358/Tiru.Kepemimpinan.dari.6.CEO.Ini.
1. Steve Ballmer, CEO, Microsoft
Jadilah orang yang pantang mundur. “Nomor satu, ide-ide yang hebat itu penting. Kedua, temukan passion Anda. Dan nomor tiga, jadilah orang yang gigih, pantang mundur. Microsoft ditemukan dari satu ide bagus yang dimiliki Bill Gates dan Paul Allen, yang tidak dipunyai orang lain."
2. Alan Mulally, CEO, Ford
Berkembang dalam menghadapi kesulitan; keberuntungan akan menguntungkan mereka yang berani. Mengatakan bahwa beberapa tahun terakhir tidak begitu baik untuk industri otomotif adalah sesuatu yang sangat meremehkan. Brand Ford yang ikonik, seperti para kompetitornya, berada dalam kesulitan yang mengerikan. Hari ini, gerakan yang berani dan negosiasi yang cerdas telah membuat pembuat mobil tidak hanya tetap hidup, tetapi juga menghasilkan keuntungan.
3. Mark Pincus, CEO, Zynga
Sesuatu yang simpel bisa menjadi lebih baik. Dalam dunia dimana sesuatu yang lebih besar, lebih cepat, dan lebih mewah, menjadi kalimat kunci yang penting, Zynga membuktikan bahwa masih ada tempat untuk kesenangan yang bersahaja. Game di Facebook itu tidak berteknologi tinggi, namun kepopulerannya tidak terbantahkan di masyarakat Amerika.
4. Larry Page, CEO, Google
Kenali batasan Anda; selalu jaga ego Anda. Ketika Larry Page dan Sergey Brin mulai membangun Google, kedua pria ini telah meramalkan bahwa skill mereka belum tentu sejalan dengan nilai yang dapat dibawa seorang CEO. Oleh karena itu mereka merekrut veteran di bidang teknologi, Eric Schmidt, untuk memberikan supervisi yang diperlukan untuk membuat Google menjadi perusahaan yang sukses seperti sekarang.
5. Mark Zuckerberg, CEO, Facebook
Pikirkan jangka panjang, bukan kepuasan yang cepat. Orang yang sukses biasanya akan tergoda menjual perusahaannya, lalu menciptakan bisnis lain yang lebih hebat. Zuckerberg pun telah berulang kali menerima kesempatan untuk menjual social media-nya kepada peminat yang berani membeli dengan harga tinggi. Namun ia bertahan, karena percaya bahwa akan ada potensi yang lebih besar dan lebih baik di masa depan. Intuisinya tepat. Banyak analis bisnis memperkirakan nilai Facebook mencapai 100 milyar dollar saat ini.
6. Steve Jobs, CEO, Apple
Jadilah seorang visioner. Kesuksesan Apple hampir seluruhnya disebabkan oleh visinya. Ia sempat digulingkan dari perusahaan yang dibangunnya pada 1984. Namun para penerusnya: John Sculley, Michael Spindler, dan Gil Amelio, gagal mengangkat perusahaan tersebut. Sejak kembali ke perusahaan pada 1997, Jobs menunjukkan kemampuannya yang luar biasa untuk menciptakan visi ke depan. Ia memberikan sisi artistik pada lini produknya, dan menciptakan produk-produk yang layak diimpikan para pengguna, dan menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari para kompetitornya. Jobs juga merancang ekosistem yang membawahi produk-produk Apple, termasuk aksesori dan layanannya (seperti iTunes dan App Store).
http://female.kompas.com/read/2011/07/25/14233358/Tiru.Kepemimpinan.dari.6.CEO.Ini.
4 Langkah Membuat Keputusan yang Lebih Cerdas
KOMPAS.com - Setiap hari Anda harus mengambil ratusan keputusan, dan tidak jarang Anda merasa mengambil sebuah keputusan yang salah. Misalnya sakit perut, gara-gara memaksa menambahkan sambal ke dalam menu makanan Anda karena terlihat menggiurkan. Atau, salah memilih rute jalan ke kantor klien yang menyebabkan perjalanan Anda semakin panjang.
Menyesali keputusan yang telah Anda ambil tentu hanya membuang-buang waktu, apalagi bila menyesalinya seumur hidup. Agar tidak menyesal belakangan, ikuti tips dari para ahli mengenai pengambilan keputusan yang lebih cerdas.
1. Pikirkan apa yang paling penting untuk Anda
Semua orang membuat keputusan dengan berbagai alasan, termasuk alasan kehabisan waktu, tidak ingin mempertimbangkan alternatif, atau hanya ingin mengikuti kemauan kita saja. Tapi menurut Sheena Iyengar, PhD, penulis buku The Art of Choosing, dan profesor bidang studi bisnis di Columbia University, ketika dihadapkan dengan keputusan apapun, yang harus dipertimbangkan adalah "Apakah yang paling penting untuk Anda". Walaupun keputusan yang Anda lakukan merupakan keputusan kecil, memastikan apakah sesuatu yang Anda pilih penting atau tidak adalah hal yang sifatnya mendasar.
“Tidak berarti satu keputusan akan mengubah hidup Anda seluruhnya,” jelas Iyengar. Namun, keputusan-keputusan kecil tersebut akan bertambah dan berdampak dalam hidup Anda, apakah Anda akan lebih baik atau sebaliknya.
Langkah selanjutnya adalah memutuskan apakah keputusan tersebut mendukung tujuan hidup Anda atau tidak. Misalnya, setelah bekerja Anda diajak untuk pergi keluar bersama seorang teman, putuskan apakah pertemanan atau kesehatan yang paling mempengaruhi dan mendukung hidup Anda. Dengan membuat pilihan tersebut, Anda dapat lebih mudah untuk mengambil keputusan.
2. Jaga emosi Anda
Apakah Anda pernah "maksa" mengorek tabungan untuk membeli sepatu idaman Anda, padahal saldo di rekening sudah menipis? Banyak dari kita yang mendahulukan perasaan daripada otak. Maksudnya, Anda memutuskan sesuatu berdasarkan emosi (keinginan) bukan berdasarkan atas pemikiran matang Anda. Keputusan berdasarkan emosi seringkali hanya akan berakhir sebagai penyesalan. Contohnya, Anda akhirnya menyesal telah membeli sepatu tersebut ketika akhirnya butuh membiayai perawatan orangtua Anda di rumah sakit.
William Helmreich, PhD, penulis What Was I Thinking? The Dumb Things We Do and How to Avoid Them, dan profesor sosiologi di program pasca sarjana CUNY, menyarankan siapapun yang mengalami situasi emosional tersebut untuk menunggu lima jam sebelum membuat keputusan akhir. Dengan cara ini Anda dapat menenangkan emosi Anda ke tingkat yang wajar, dan mulai berpikir dengan jelas tentang konsekuensi dari setiap pilihan serta keputusan yang akan Anda ambil.
3. Cari rencana alternatif
Jika keputusan yang Anda pilih ternyata salah, atau Anda akhirnya menyadari bahwa keputusan tersebut tidak seperti yang Anda inginkan, jangan buang waktu untuk berpikir “kalau saja saya....”. Sebaliknya, buatlah keputusan alternatif yang akan menghapus penyesalan Anda. “Bukan tugas Anda untuk menyesal. Tugas Anda adalah membuat pilihan-pilihan baru,” jelas Iyengar.
Jika Anda tidak yakin mengenai langkah selanjutnya, Iyengar menyarankan untuk membayangkan jalan raya. Ketika Anda terjebak dalam kemacetan, ambil jalan keluar pertama yang Anda lihat, dan cari cara baru untuk mencapai tujuan Anda. Atau, jika Anda telah memutuskan untuk pergi berlibur ke suatu tempat, setelah sampai hotel ternyata di luar sedang turun hujan. Hal tersebut biasanya mengharuskan Anda untuk tinggal hotel. Akan tetapi Anda juga dapat membuat liburan di hotel lebih menyenangkan dengan mencari tahu apakah ada acara-acara seru yang diadakan pihak hotel di dalam ruangan, atau berkeliling hotel untuk melihat-lihat fasilitas yang tersedia.
4. Evaluasi proses pengambilan keputusan Anda
Penasaran apakah Anda sudah banyak mengambil keputusan yang benar atau sebaliknya? Iyengar menyarankan untuk menjaga pilihan tersebut dengan membuat buku harian selama satu bulan. Catat semua keputusan yang telah Anda ambil setiap harinya, bagaimana Anda membuat keputusan tersebut, dan bagaimana pengaruh keputusan tersebut bagi hidup Anda. Dengan begitu Anda dapat melihat pola dalam proses pengambilan keputusan Anda. Misalnya, apakah Anda membuat keputusan berdasarkan saran orang lain? Apakah keuangan Anda memainkan faktor utama dalam keputusan Anda?
Dengan mencari tahu apa yang mendorong pilihan Anda, Anda akan lebih mudah melihat perubahan yang harus Anda buat, atau memastikan bahwa semua keputusan yang Anda ambil sudah benar.
http://female.kompas.com/read/2011/08/09/14155843/4.Langkah.Membuat.Keputusan.yang.Lebih.Cerdas
Menyesali keputusan yang telah Anda ambil tentu hanya membuang-buang waktu, apalagi bila menyesalinya seumur hidup. Agar tidak menyesal belakangan, ikuti tips dari para ahli mengenai pengambilan keputusan yang lebih cerdas.
1. Pikirkan apa yang paling penting untuk Anda
Semua orang membuat keputusan dengan berbagai alasan, termasuk alasan kehabisan waktu, tidak ingin mempertimbangkan alternatif, atau hanya ingin mengikuti kemauan kita saja. Tapi menurut Sheena Iyengar, PhD, penulis buku The Art of Choosing, dan profesor bidang studi bisnis di Columbia University, ketika dihadapkan dengan keputusan apapun, yang harus dipertimbangkan adalah "Apakah yang paling penting untuk Anda". Walaupun keputusan yang Anda lakukan merupakan keputusan kecil, memastikan apakah sesuatu yang Anda pilih penting atau tidak adalah hal yang sifatnya mendasar.
“Tidak berarti satu keputusan akan mengubah hidup Anda seluruhnya,” jelas Iyengar. Namun, keputusan-keputusan kecil tersebut akan bertambah dan berdampak dalam hidup Anda, apakah Anda akan lebih baik atau sebaliknya.
Langkah selanjutnya adalah memutuskan apakah keputusan tersebut mendukung tujuan hidup Anda atau tidak. Misalnya, setelah bekerja Anda diajak untuk pergi keluar bersama seorang teman, putuskan apakah pertemanan atau kesehatan yang paling mempengaruhi dan mendukung hidup Anda. Dengan membuat pilihan tersebut, Anda dapat lebih mudah untuk mengambil keputusan.
2. Jaga emosi Anda
Apakah Anda pernah "maksa" mengorek tabungan untuk membeli sepatu idaman Anda, padahal saldo di rekening sudah menipis? Banyak dari kita yang mendahulukan perasaan daripada otak. Maksudnya, Anda memutuskan sesuatu berdasarkan emosi (keinginan) bukan berdasarkan atas pemikiran matang Anda. Keputusan berdasarkan emosi seringkali hanya akan berakhir sebagai penyesalan. Contohnya, Anda akhirnya menyesal telah membeli sepatu tersebut ketika akhirnya butuh membiayai perawatan orangtua Anda di rumah sakit.
William Helmreich, PhD, penulis What Was I Thinking? The Dumb Things We Do and How to Avoid Them, dan profesor sosiologi di program pasca sarjana CUNY, menyarankan siapapun yang mengalami situasi emosional tersebut untuk menunggu lima jam sebelum membuat keputusan akhir. Dengan cara ini Anda dapat menenangkan emosi Anda ke tingkat yang wajar, dan mulai berpikir dengan jelas tentang konsekuensi dari setiap pilihan serta keputusan yang akan Anda ambil.
3. Cari rencana alternatif
Jika keputusan yang Anda pilih ternyata salah, atau Anda akhirnya menyadari bahwa keputusan tersebut tidak seperti yang Anda inginkan, jangan buang waktu untuk berpikir “kalau saja saya....”. Sebaliknya, buatlah keputusan alternatif yang akan menghapus penyesalan Anda. “Bukan tugas Anda untuk menyesal. Tugas Anda adalah membuat pilihan-pilihan baru,” jelas Iyengar.
Jika Anda tidak yakin mengenai langkah selanjutnya, Iyengar menyarankan untuk membayangkan jalan raya. Ketika Anda terjebak dalam kemacetan, ambil jalan keluar pertama yang Anda lihat, dan cari cara baru untuk mencapai tujuan Anda. Atau, jika Anda telah memutuskan untuk pergi berlibur ke suatu tempat, setelah sampai hotel ternyata di luar sedang turun hujan. Hal tersebut biasanya mengharuskan Anda untuk tinggal hotel. Akan tetapi Anda juga dapat membuat liburan di hotel lebih menyenangkan dengan mencari tahu apakah ada acara-acara seru yang diadakan pihak hotel di dalam ruangan, atau berkeliling hotel untuk melihat-lihat fasilitas yang tersedia.
4. Evaluasi proses pengambilan keputusan Anda
Penasaran apakah Anda sudah banyak mengambil keputusan yang benar atau sebaliknya? Iyengar menyarankan untuk menjaga pilihan tersebut dengan membuat buku harian selama satu bulan. Catat semua keputusan yang telah Anda ambil setiap harinya, bagaimana Anda membuat keputusan tersebut, dan bagaimana pengaruh keputusan tersebut bagi hidup Anda. Dengan begitu Anda dapat melihat pola dalam proses pengambilan keputusan Anda. Misalnya, apakah Anda membuat keputusan berdasarkan saran orang lain? Apakah keuangan Anda memainkan faktor utama dalam keputusan Anda?
Dengan mencari tahu apa yang mendorong pilihan Anda, Anda akan lebih mudah melihat perubahan yang harus Anda buat, atau memastikan bahwa semua keputusan yang Anda ambil sudah benar.
http://female.kompas.com/read/2011/08/09/14155843/4.Langkah.Membuat.Keputusan.yang.Lebih.Cerdas
Sunday, August 7, 2011
The Future of Supply Chain Management
By Katrina C. Arabe
It's not enough to pinpoint and tackle your supply chain's problem areas. Firms have to consider all distribution chain participants and how they work together. And this is exactly where SCM is heading.
By Alan S. Kay
Supply chain management (SCM) remains a high priority for manufacturers as a way to improve margins and retain and increase market share.
"Supply chain management remains at the top of the agenda for many enterprises today as a way to reduce operating costs and be more responsive to customers," reports Jeff Woods, senior analyst at Gartner Inc., Stamford, Conn.
One thing has changed, though: the scope of SCM deployment projects. Gone are the plans for large transformative deployments. Today's executives, driven by the need to conserve cash and show results in the current fiscal year, have narrowed their focus to improving specific aspects of their supply chains.
A growing understanding that optimizing supply chain flow at the department or factory or warehouse level is not necessarily the same as optimizing to the bottom line is driving SCM's motion in 2003. "Sometimes," observes Steve Banker, service director, supply chain management at ARC Advisory Group, Dedham, Mass., "you can manage your supply chain efficiently in the factory, but you're creating downstream inefficiencies."
Banker and others contend that a company's approach needs to be holistic and take into account issues across an extended supply chain. The activities of contract manufacturers, third party logistics firms, internal and external warehouse operators and other parts of the distribution chain all have to be considered as part of the supply chain. In this scenario, one node may carry higher costs so the supply chain as a whole can save money.
Supply chain management today consists of two sets of processes with different time horizons. Supply chain planning is the process of managing strategic and tactical operations planning, while supply chain execution involves the tactical steps necessary to meet the demands of that plan by managing transactions.
The success of supply chain management at this strategic level requires considerably more integration with other enterprise systems. Since many business targets and performance indicators are established in the budgeting process, efficiency demands that the planning, budgeting, sales and marketing, and SCM systems talk with one another. Gisela Wilson, director of product lifecycle management solutions program at International Data Corp. (IDC), Framingham, Mass., reports that the ability to integrate with other back-end systems has become one of the most important features of SCM tools.
Among the key features in best-of-breed SCM solutions are:
Optimization tools to help identify the realistic solutions that best fit the company's criteria
Modeling capability to allow creation of realistic models of your business
Collaboration tools to support business partner involvement
Analytics to evaluate and report performance relative to key performance indicators
Integration to other enterprise applications
It should come as no surprise that vendors of enterprise financial and ERP systems are acquiring SCM companies and gaining traction in the SCM space. SAP, for example, emphasizes SCM as a module within its mySAP business solution suite, giving it a significant edge among SCM seekers that already are SAP users.
Wilson predicts that the integration of SCM into multifaceted back-end tools such as warehouse management and distribution tools will proceed to the point where in three or four years we won't even talk about the supply chain anymore.
There is broad agreement, however, that for companies with clear-sighted goals and some money to spend, now is a good time to acquire modern SCM capability cost-effectively.
For more information about which supply chain and ERP vendors support back-end warehouse and other distribution functions, visit http://www.EnterprisesoftwareHQ.com. It has a detailed listing of SAP, Manugistics, i2 Technologies, Epicor, IFS, Glovia and other relevant vendors, and their products. In addition, you can review thousands of functions now provided by SCM and ERP software vendors to determine which ones would be useful for your organizations' supply chain and distribution efforts.
Edited by Larry Marion and Debra Bulkeley
Sumber:
http://news.thomasnet.com/IMT/archives/2003/03/the_future_of_s.html
Subscribe to:
Posts (Atom)
Related Posts
-
Kamar mandi / toilet biasanya dilengkapi dengan perlengkapan untuk buang air kecil maupun besar. Kamar mandi yang dilengkapi dengan urina...
-
Performa Industri: Quality, Productivity, Safety, Cost. Manakah yang perlu diprioritaskan? Banyak sekali metode-metode yang dapat dipakai un...
-
Problem di gudang biasanya bukan SOP-nya yang tidak ada, tapi pelaksanaan SOP di lapangan. Yang bisa membantu melacak kehilangan baran...
-
10 Alasan Kenapa Promosi Keselamatan Kerja Anda Wajib Menggunakan Gambar Visual Kenapa setiap Promosi Kesehatan dan Keselamatan K...
-
Ada 7 Poin Penting seputar "Good WareHouse Practice" yang wajb diketahui. Kesehatan dan Keselamatan Kerka atau K3 di ruang ...