Sunday, February 27, 2011

Iron Maiden, Smart Businessman, Brand Equity, Bhinneka Tunggal Ika, Concert Logistics dan Peluang Indonesia …

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/02/23/iron-maiden-smart-businessman-brand-equity-bhinneka-tunggal-ika-concert-logistics-dan-peluang-indonesia/

PINTAR. Itulah kesan yang didapat setelah menyaksikan konser Iron Maiden di Jakarta, 17 Februari 2011 yang lalu. Bagaimana tidak, Maiden telah berhasil menyajikan satu hal yang paling fundamental dalam bisnis yaitu melakukan Demand Forecasting. Keberhasilan mereka menebak apa yang diinginkan oleh pelanggannya, yitu penggemarnya, telah mereka lakukan secara mulus. Mereka telah berhasil mengharubirukan para penggemarnya yang telah menunggu kehadiran konser mereka lebih kurang 20 tahunan di Indonesia dengan menyajikan setlist lagu yang tidak melulu “Final Frontier” melainkan lagu-lagu mereka yang paling ditunggu-tunggu dari album-album sebelumnya.

Competitive Advantage mereka juga ditampilkan dengan menampilkan strategi Differentiation atau menjadi unik. Diantaranya adalah ke’pintar’an mereka lainnya adalah tetap setia dengan warna musik Heavy Metal ditengah gempuran Nu Metal, New Wave, dan macam aliran lainnya sehingga menjadikan musik Heavy Metal mereka juga menjadi fundamental bagi pelanggannya.

BRAND EQUITY yang merupakan seperangkat asset dan liabilities merek yag berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan (Aaker, 1991:15). Dengan strategi memakai kekuatan Brand Equity, Iron Maiden berhasil mengasosiaskan diri dan produk mereka dengan para pelanggan atau fansnya.

Caranya? Dengan selalu mengambil tema atau tematis dalam mengeluarkan album-albumnya sehingga seluruh lagu dalam satu album Iron Maiden mempunyai ‘roh’ yang sama dan dapat mempertahankan loyalitas para pelanggannya. Mengapa harus mempunyai tema? Karena selain dapat mengeluarkan lagu yang mempunyai ikatan dengan judul albumnya juga hal tersebut berkaitan dengan bisnis yang pararel yaitu merchandise berupa kaos, gantungan kunci, figurin dan pernak pernik lainnya. Buktinya adalah Iron Maiden menjadi salah satu grup musik yang mempunyai merchandise yang paling banyak dijual di seluruh dunia.

Perpindahan tema dari semua album Iron Maiden dijembatani oleh maskot mereka yang diberi nama Eddie. Maskot inilah yang ‘bertanggung jawab’ menjadi Public Relation bagi Iron Maiden dengan penggemarnya. Di satu album Eddie dapat memakai kostum militer, di album lain Eddie memakai kostum sepak bola atau astronot. Sosok Eddie yang digambarkan dengan wajah menyeringai seram juga menjadi tokoh yang ditunggu-tunggu sebagai aksi panggung teatrikal Iron Maiden dan juga sebagai ‘manajer’ yang bertugas untuk Customer Relationship Management dari Iron Maiden.

Apa maksud Iron Maiden memakai sebagai maskot dan juga bertindak untuk Customer Relationship Management adalah untuk tetap mempertahankan existing client dan untuk mendapatkan new client. Sehingga Iron Maiden tidak akan pernah kehabisan pelanggan.

Di sisi lain, tampak juga ke’pintar’an Iron Maiden dalam membuat lirik lagu Heavy Metal yang tidak bersandarkan pada prinsip “Sex, Drugs and Rock n Roll”. Mereka bahkan membuat lirik-lirik lagu yang mempunyai rasa seni sastra tinggi karena banyak bercerita tentang peradaban manusia. Lagu-lagu seperti The Trooper, Flight of Icarus, The Prisoners dapatlah dikatakan mewakili satu waktu dari cukilan perjalanan peradaban manusia.

Hal tersebut membuat para penggemarnya merasa ‘bangga’ mendengarkan musik karena asosiasi lagu Maiden dengan karya sastra yang apik yang gagah. Hampir semua penggemarnya setuju jika habis mendengarkan lagunya atau pulang dari menonton konser Maiden dengan perasaan gagah dan bukan perasaan addicted to drugs. Bahkan didapat keterangan bahwa Iron Maiden meminta air mineral dan jus buah sebagai minuman wajib sebelum konser.

Perasaaan gagah dan bangga ini tercermin dari rapihnya ulah penggemar Maiden di konser Jakarta yang lalu. Hampir tidak dapat dibayangkan betapa penggemar Maiden yang mayoritas berkaos hitam dengan pola gambar yang garang, ada yang bertato dan anting dapat menunjukan sikap disiplin yang tinggi. Bahkan hal tersebut tercermin dari kesediaan para penggemar Maiden untuk mengantri dengan tertib pada saat memasuki arena ataupun sekedar mengantri toilet!

Kepiawaian Maiden juga tampak dengan ditarik kembalinya vokalis lawas mereka Bruce Dickinson kembali ke Iron Maiden karena mereka melihat bahwa terjadi ‘penolakan’ pasar atas vokalis pengganti yaitu Blaze Bayley disebabkan karena kuatnya asosiasi lagu-lagu lawas mereka dengan Bruce Dickinson dan memang tipe suara Bayley tidak bisa menyamai tipe suara Dickinson.

Nilai plus yang ditampilkan oleh vokalis Dickinson lainnya adalah kemampuannya mengemudikan pesawat terbang sebagai seorang pilot yang mengemudikan pesawat terbang B-7575 Iron Maiden bernomor Flight 666. Differentiation ini juga membantu mengangkat citra Maiden sebagai band Heavy Metal yang ingin tampil all-out di setiap konsernya dengan membawa pesawat terbang yang mengangkut peralatan kargo konsernya.

Bahkan pesawat yang diberi nama Ed Force One ini menjadi salah satu promosi berjalan untuk mempertahankan pelanggan lamanya dan menarik pelanggan baru. Hal ini terbukti dengan banyaknya pemberitaan akan pesawat Ed Force One ini di Social Media dan Media Massa yang berdampak menimbulkan Viral Marketing menguntungkan bagi pihak Maiden.

Apresiasi BHINNEKA TUNGGAL IKA ini dapat kita temukan dalam lagu mereka yang berjudul “Blood Brothers”. Lagu ini secara gamblang menekankan persamaan yang secara apik ditulis dengan chorus ”We’re blood brothers, we’re blood brothers” …

Sebenarnya dengan atau tanpa lagu “Blood Brothers” ini, jika kita melihat profiling dari penggemar Maiden dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa prinsip Bhinneka Tunggal Ika atau “Unity In Diversity” sudah dijalankan para penggemarnya.

Dengan memakai identitas in-group yang sama, seperti kaos Maiden atau merchandise lainnya, segala perbedaan diantara para penggemar menjadi samar atau bahkan crossing the border. Bahkan kesamaan itu akhirnya mengerucut menjadi suatu komunitas yang mempunyai kesamaan kesukaan.

Perasaan in-group inilah yang akan meminimalkan friksi akibat perbedaan-perbedaan yang ada di komunitas seperti status sosial, pendidikan, agama, suku, ras dan lainnya. Suatu terobosan yang luar biasa karena umumnya seperti penggemar musik Metal lainnya, penggemar Maiden pun menganut prinsip ‘down to earth’ yang luar biasa.

Keakraban yang terjalin diantara penggemar Maiden tercipta bukan karena status sosial yang disimbolkan dengan ‘outer packaging’ yang harus bermerek dan mahal - melainkan suatu ‘persamaan’ yang sederhana. Tegur sapa terjalin bukan karena mobil mewah yang dikendarai, bukan juga karena rumah mewah yang dimiliki atau status sosial yang disandang melainkan karena perasaan saling memiliki satu sama lain yang tidak bisa dijelaskan.

“Because it’s there!” … itulah jawaban seorang pendaki gunung berpengalaman dari Inggirs bernama George Malory di tahun 1924 hendak mendaki gunung Everest sewaktu ditanya apa nikmatnya mendaki gunung. Bukan hal yang aneh jika seseorang dapat menjadi akrab dengan cepatnya jika berada di kerumunan penggemar musik Metal, seperti misalnya penggemar Maiden yang satu dengan yang lainnya.

Tentunya yang dimaksud penggemar Maiden adalah benar-benar penggemar Maiden dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan trend meskipun juga ada penggemar fanatik Maiden yang berasal dari sekedar ikut trend.

Secara makro di negara Indonesia inilah perasaan in-group sudah semakin memudar akibat lebih dominan ditampilkannya perbedaan dan bukannya persamaan, terlepas adanya kepentingan seseorang, kelompok atau golongan.

Semoga perasaan in-groups yang diingatkan kembali oleh Iron Maiden kepada kita - seperti yang dilakukan juga oleh Presiden Amerika Serikat Barrack Obama beberapa waktu yang lalu - dapat membawa nuansa kedamaian bagi kita semua. Mengapa kita harus kembali mengikatkan in-group kita sebagai suatu bangsa? Because it’s there! ….

Ada satu yang menarik dengan kemajuan TEKNOLOGI INFORMASI yang demikian pesatnya ternyata mempunyai suatu efek bagi industri entertainment, yaitu berupa gampang dan murahnya untuk mendowload suatu bentuk hiburan, baik berupa audio maupun video. Dapatlah disebut diantaranya Youtube, FB, Twitter maupun software freedownload seperti 4shared.

Fenoma Shinta-Jojo menjadi salah satu acuan baik untuk mewakilkan betapa massive nya penggunaan IT dalam bisnis hiburan. Di bisnis lain, betapa euforia akan sepakbola Indonesia kembali menyeruak dengan icon baru seperti Irfan Bachdim, Chris Gonzales, dll.

Hal ini selalu mempunyai dua sisi, yaitu di satu sisi Demand atau Pelanggan akan merasa senang karena akan mendapatkan bentuk hiburan dengan cara low cost. Namun dari sisi Supply atau Produsen akan merasa pusing karena menurunnya pemasukan dari distribution channel berupa peredaran kaset, VCD, DVD. Hal ini juga terlihat dari tutupnya gerai distribution channel suatu toko musik yang sudah cukup lama berada di Indonesia karena alasan ini.

Kalau begitu apa yang harus dilakukan oleh pihak Supply atau Produsen atau Artis agar bisa mendapatkan kembali kompensasi berupa money and recognization? Salah satu jawabannya mengadakan pertunjukan konser secara live dihadapan penggemarnya baik secara langsung ataupun melalu perantaraan media massa elektronik yaitu televisi.

Inilah yang menjelaskan mengapa sekarang banyak sekali acara hiburan, khususnya musik, disajikan secara live performance di televisi kita ataupun banyak sekali konser-konser yang digelar di Indonesia.

Terus terang jawaban Bruce Dickinson sewaktu ditanya mengapa mau datang ke Indonesia di konferensi pers di hotel Shangrila sangat bagus. Beliau menjawab karena adanya Demand atau kebutuhan pelanggan yang tinggi di Indonesia. Dan terlebih lagi karena adanya gelombang informasi teknologi yang sedemikan rupa yang ‘memaksa’ para pebisnis hiburan untuk ‘melirik’ Indonesia - yang tadinya barangkali hanya dilirik sebelah mata saja.

Kabar gembira ini tentunya harus diantisipasi dengan satu fasilitas yang berkaitan dengan hal ini, yaitu CONCERT LOGISTICS. Hal ini telah ditulis oleh Steve Harris selaku Basis dan pendiri Iron Maiden di buklet album CD konser Flight 666 yang ditulisnya … it takes month of planning and logistics ….

Bowersox dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Logistik” mengatakan bahwa tujuan Logistik adalah menyampaikan barang-barang jadi da bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang dibutuhkan dan dengan total biaya terendah. Dalam bahasa sederhana dapat dikatakan bahwa Logistik bertugas untuk mendukung konser Iron Maiden dalam hal pengadaan material & barang dari satu tempat ke tempat konser yang lain dengan cara yang paling efektif dan efisien tanpa mengurangi kualitas dan sesuai keinginan pelanggannya.

Bahkan secara cerdik sekali Iron Maiden memanfaatkan moda perpindahan Logistik dengan ‘mengemas’ dalam bentuk pesawat Ed Force One Flight 666 yang mengangkut 3 kontainer ukuran 40 feet untuk keperluan konsernya.

Hal tesebut seperti menjual coklat memakai packaging mewah dan dapat diberi label harga yang bagus dengan menjual coklat apa adanya tanpa packaging. Yang manakah yang paling diinginkan pelanggan Iron Maiden? Jawabnya adalah coklat dengan packaging yang melambangkan identitas in-group tentunya.

Hal-hal yang harus diantisipasi dalam setiap penanganan barang Kargo konser yang diadakan di Indonesia adalah sebagai berikut, (1) Penanganan izin ke Bea Cukai untuk Impor Sementara. Hampir semua barang kargo konser dikatagorikan sebagai barang Impor Sementara seperti Pasal 9 Ayat 1 UU No. 10 Tahun 1995 Jo UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan (Bea Cukai) yang harus diminta ijinnya terlebih dahulu ke Menteri Keuangan Republik Indonesia melalu Direktorat Jendral Bea Cukai. Tentunya proses permohonan izin ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan harus intensif penanganannya oleh pihak PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) yang telah ditunjuk oleh pihak promotor. Juga perlu diperhatikan jika ingin menjual merchandise dari Band yang akan konser di Indonesia tentunya harus dimintakan izin Impor Untuk Dipakai berdasarkan penghitungan Bea Masuk, PPN, PPnBM (jika ada) dan PPH.

Tujuan pengaturan Impor Sementara ini adalah untuk memberikan kemudahan atas pemasukan barang dengan tujuan tertentu untuk digunakan sementara waktu dan pada waktu pengimporannya telah jelas bahwa barang tersebut akan diekspor kembali. Barang Impor Sementara berada dalam pengawasan pabean yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai Republik Indonesia.

Barang Impor Sementara juga diproses dengan mempertaruhkan sejumlah uang sebagai jaminan sebesar Bea Masuk dan Denda Administrasi yang akan ditentukan oleh pihak Bea Cukai. Besarnya jaminan ini jugalah yang membuat hampir semua promotor merasa ‘empot-empotan dan pusing kepala’ jika ingin mengadakan konser hiburan di Indonesia.

(2) Kenyataan lainnya adalah hampir semua promotor musik/hiburan berstatus bukan Importir dan tidak mempunyai API (Angka Pengenal Importir) serta SRP (Surat Registrasi Pabean). Hal ini tentunya dapat dipecahkan dengan koordinasi yang baik antara promotor, PPJK, Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai Republik Indonesia.

Penggunaan sistim kepabeanan yang belum 100% paperless juga akan membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama dimana hal tersebut harus diantisipasi oleh para promotor dan harus didiskusikan dengan pihak manajemen artis yang bersangkutan secara transparan agar mereka mendapat gambaran yang tepat mengenai proses Customs Clearance (Pengeluaran Barang melalu Kepabeanan) secara benar.

Tentunya koordinasi dengan pihak aparat lainnya seperti Imigrasi, Administrator Bandara/Pelabuhan, Kepolisian, PEMDA dan aparat terkait lainnya haruslah diperhatikan mengingat tipe konser ini adalah time-sensitive.

Kenyataan yang ada diatas haruslah bersama-sama kita sadari dan kita antisipasi dengan cara meminta izin di awal waktu atau jauh-jauh hari dan terus memonitor pergerakan izin tersebut secara regular disamping juga membina hubungan baik dengan para aparat terkait.

Secara bisnis PELUANG INDONESIA sangatlah tinggi dalam perputaran bisnis konser hiburan ini, mengingat posisi Demand yang tinggi, baik untuk musik Metal maupun jenis musik lainnya. Posisi ini ditambah dengan kuatnya penggunaan Social Media seperti Twitter dan Facebook akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pesohor hiburan untuk mengadakan konser disini.

Keuntungan lain yang akan diambil adalah akan makin ‘meleknya’ dunia akan Indonesia yang diharapkan akan membawa dampak baik bagi perkembangan pariwisata Indonesia. Saat ini penggemar Iron Maiden tentu akan aware bahwa Maiden mengadakan konser di Indonesia, meskipun mereka belum tentu tahu dimana Indonesia itu berada.

Semakin banyaknya pebisnis konser di Indonesia tentu akan menimbulkan suatu kondisi economic of scale (I really hope, touch wood!) yang berimbas pada semakin kompetitifnya harga tiket yang akan dijual kepada konsumen disamping semakin banyaknya ragam jenis hiburan yang akan kita nikmati.

Pengenalan akan kehandalan musisi Indonesia juga bisa dihadirkan dengan, misalnya, meminta untuk menghadirkan musisi lokal sebagai pembuka konser tersebut yang tentunya diharapkan bisa mengangkat value musisi lokal menjadi tingkat internasional. Pengenalan Indonesia melalui jalur bisnis konser hiburan tentunya akan lebih menjanjikan dibandingkan dengan pengenalan Indonesia akibat kerusuhan ataupun hal negatif lainnya.

Bapak Hermawan Kertajaya selaku pakar Marketing juga telah membicarakan bahwa pengertian “Place” dalam 4 P’s of Marketing telah bergeser menjadi “Community” atau komunitas. Berbicara komunitas tentunya sangat mudah berbicara dalam konsep pergaulan bangsa Indonesia.

Dan itulah yang dimiliki oleh negara kita, Indonesia, sebagai peluang yang besar dan terbuka lebar sebagai langkah awal untuk proses globalisasi di dunia yang semakin datar ini sekaligus melindungi produk lokal yang kita miliki. Kiranya tulisan ini dapat memberikan sisi lain dari hanya sebuah konser Heavy Metal di Indonesia menjadi sebuah pandangan akan kekuatan posisi tawar Indonesia. Semoga.

Salam Logistik dan Metal,

Didiet Hidayat - Logistik Outside and Metal Inside

Berikut ini setlist Iron Maiden yang disuguhkan mereka sebagai memorilibia. Informasi ini diambil dari artikel di kompas.com:

1. Intro

2. Satellite 15… The Final Frontier. Lagu ini merupakan lagu pertama di album terakhir Iron Maiden “The Final Frontier”. Lagu tersebut memiliki durasi sekitar 8 menit 40 detik.

3. El Dorado. Lagu ini merupakan lagu kedua di album terakhir Iron Maiden “The Final Frontier”. Lagu tersebut memiliki durasi 6 menit 48 detik. Lewat lagu ini, Iron Maiden menyabet Grammy untuk kategori Best Metal Performance pada Grammy Awards 2011, Ahad lalu.
4. 2 Minutes to Midnight. Lagu ini merupakan lagu kedua dari album kelima Iron Maiden, “Powerslave”. Lagu tersebut merupakan single ke-10 Iron Maiden dan berada di tangga nomor 11 UK Singles Chart. 2 Minutes to Midnight ditulis Adrian Smith dan Bruce Dickinson dan berdurasi enam menit 4 detik.

5. Coming Home. Lagu ini merupakan lagu keempat di album “The Final Frontier”. Durasi lagu tersebut mencapai lima menit 52 detik.

6. Dance of Death. Lagu ini merupakan lagu kelima di album dengan tajuk yang sama “Dance of Death”. Lagu yang diciptakan Janick Gers dan Steve Harris tersebut berdurasi delapan menit 36 detik.

7. The Trooper. Lagu ini merupakan single kesembilan Iron Maiden dan berasal dari album “Piece of Mind” yang rilis pada 1983. Lagu yang diciptakan Steve Harris tersebut menceritakan Perang Balaclava pada 1854 saat Perang Crimea. Lagu ini berdurasi empat menit 10 detik.
8. Blood Brothers. Lagu ini merupakan lagu keempat di album ke-12 Iron Maiden yang dirilis pada 2000, “Brave New World”. Lagu ini diciptakan Steve Harris dan berdurasi tujuh menit 14 detik.
9. The Wicker Man. Lagu ini merupakan single pertama Iron Maiden dari album “Brave New World” yang rilis pada April 2000. Lagu tersebut ditulis Adrian Smith, Bruce Dickinson, dan Steve Harris. The Wicker Man terinspirasi film di Inggris dengan judul yang sama. Lagu ini berdurasi empat menit 35 detik.
10. When the Wild Wind Blows. Lagu ini merupakan lagu kesepuluh atau terakhir di album “The Final Frontier”. Lagu berdurasi 11 menit 1 detik tersebut merupakan lagu terpanjang ketiga Iron Maiden setelah Rime of the Ancient Mariner dan Sign of the Cross.
11. The Talisman. Lagu ini merupakan lagu kedelapan di album “The Final Frontier”. The Talisman berdurasi sembilan menit tiga detik.
12. The Evil That Men Do. Lagu ini dirilis pada 1988 dan merupakan single ketujuh Iron Maiden atau kedua dari album “Seventh Son of a Seventh Son”. Single ini sempat menapaki tangga lagu keenam UK Charts sebelum naik ke posisi kelima. Lagu tersebut berdurasi empat menit 34 detik.
13. Fear of the Dark. Lagu tersebut ditulis Steve Harris sekaligus menjadi tajuk album Iron Maiden pada 1992 “Fear of the Dark”. Ini merupakan salah satu lagu dari album “Fear of the Dark” yang masih tetap dimainkan saat konser Iron Maiden. Lagu ini berdurasi tujuh menit 11 detik
14. Iron Maiden. Lagu ini ada di dalam album debut Iron Maiden bertajuk “Iron Maiden”. Lagu ini ditulis Steve Harris dan awalnya dinyanyikan mantan vokalis Iron Maiden Paul Di’Anno. Iron Maiden berdurasi tiga menit 35 detik.
Encore:

15. The Number of the Beast. Lagu ini merupakan single ketujuh Iron Maiden atau single kedua dari album yang judulnya sama. Lagu ini ditulis Steve Harris dengan inspirasi film Damien: Omen II. Lagu tersebut berdurasi empat menit 49 detik.

16. Hallowed Be Thy Name. Lagu yang ditulis Steve Harris ini ada di album “The Number of The Beast”. Lagu tersebut dianggap salah satu lagu terbaik heavy metal sepanjang massa. Hallowed Be The Name berdurasi tujuh menit 51 detik untuk versi single dan tujuh menit 12 detik untuk versi album.

17. Running Free. Lagu ini merupakan lagu ketiga dari album pertama Iron Maiden, “Iron Maiden”. Lagu ini diciptakan Steve Harris dan mantan vokalis Iron Maiden Paul Di’Anno. Lagu tersebut berdurasi tiga menit 17 detik.

Daftar Pustaka:

- Bowersox, Donald J., Manajemen Logistik, Integrasi Sistem-Sistem Manajemen Distribusi Fisik dan Manajemen Material, Bumi Aksara, 2006

- Simmons, Robert E., Communication Campaign Management - A Systems Approach, Longman, 1990

- Hariyani, Iswi dan Serfianto, R, Panduan Ekspor Impor, Pustaka Yustisia, 2010

- Foster, Bob, Manajemen Ritel, Alfabeta, 2008

- UU No. 10 Tahun 1995 Jo UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Republik Indonesia

- MacNamara, Jim, Wasesa, Silih Agung, Strategi Public Relations - Membangun Pencitraan Berbiaya Minimal Dengan Hasil Maksimal, Gramedia, 2010

- Friedman, Thomas L, The World is Flat - Sejarah Ringkas Abad ke 21, Dian Rakyat, 2006

- www.ironmaiden.com>

-

No comments:

Post a Comment

Related Posts