Giant Tutup, Centro Pailit, Kapan 'Mimpi Buruk' ini Berakhir?
30 May 2021 15:10
Pandemi Covid-19 membuat sektor ritel di Indonesia mengalami tekanan yang sangat berat. Salah satunya karena adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna menekan penularan virus corona di Tanah Air.
Namun, kebijakan tersebut membuat pendapatan perusahaan ritel turun sehingga terpaksa efisiensi dengan menutup gerai mereka di Tanah Air hingga terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.
Pada Juli mendatang, PT Hero Supermarket Tbk (HERO) akan menutup seluruh gerai Giant dan mengubahnya menjadi IKEA dan Hero Supermarket.
Ritel lainnya juga tertekan. PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) dan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) juga merugi, ditambah pailitnya pengelola Centro Departement Store, PT Tozy Sentosa.
Lalu kapankah 'mimpi buruk' bagi sektor ritel ini berakhir?
Analis PT NH Korindo Sekuritas Putu Chantika mengatakan pemulihan sektor ritel ini tergantung kepada dua hal.
Pertama, bagaimana caranya pemerintah bisa kembali meningkatkan daya beli masyarakat. Daya beli yang membaik dan kembali ke normal itu akan memberikan dampak positif bagi sektor ritel, terutama ke peningkatan penjualannya.
Kedua, dari sisi perusahaan ritel itu sendiri. Bagaimana manajemen melakukan strategi agar tidak mengalami kerugian yang besar. Misalnya bisa melakukan efisiensi biaya operasional agar tidak berbanding jauh dengan pemasukan yang alami penurunan.
"Jadi memang tergantung dari apa yang mereka tawarkan ke konsumen dan bagaimana perusahaan itu bergerak menghadapi situasi ini," ujarnya dalam program InvesTime CNBC Indonesia, dikutip Minggu (30/5/2021).
Menurutnya, langkah manajemen yang tepat bisa membuat perusahaan ritel terlepas dari kerugian yang besar. Hal itu terlihat dari beberapa perusahaan yang bisa bertahan di tengah kondisi sulit ini.
"Tapi sebenarnya tidak semua perusahaan ritel alami kerugian, ada juga beberapa perusahaan yang bisa survive [bertahan] di pandemi ini," jelasnya.
Terkait dengan banyakya penutupan gerai ritel, dan yang terbaru adalah Giant yang dikelola HERO, ia menilai ini adalah salah satu langkah yang mungkin tepat. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) yang melakukan efisiensi beban.
Di tahun 2017 lalu, diketahui MAPI melakukan restrukturisasi besar-besaran. Namun, setelah melakukan hal tersebut, MAPI justru mencatatkan penjualan yang bagus. Dengan demikian, Chantika menilai langkah penutupan gerai ini pasti sudah dipikirkan matang manajemen perusahaan untuk mengurangi dampak kerugian.
"Kita nggak melihat hal negatif [menutup gerai]. Terkadang memang harus dilakukan restrukturisasi untuk selamatkan perusahaan tersebut. Jadi menurut kami ada beberapa langkah dan strategi haruskan lebih tutup dibandingkan dibuka tapi bebani perusahaan itu," tegasnya.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru kuartal I-2021, kinerja emiten ritel belum pulih.
Misalnya, Matahari Departement Store mengalami kenaikan rugi bersih yang semula Rp 93,95 miliar pada kuartal pertama 2020, kini bengkak 1,49% menjadi Rp 95,35 miliar di kuartal I-2021.
Kinerja buruk juga dicatatkan oleh Ramayana yang pada kuartal pertama tahun lalu masih memperoleh laba bersih sebesar Rp 13,29 miliar. Kini pada akhir triwulan pertama 2021, perseroan malah mengalami kerugian bersih fantastis sejumlah Rp 85,66 miliar.
Sementara itu, nasib baik dialami Mitra Adiperkasa yang mengelola Sogo, Seibu dan beberapa brand fashion premium. Meskipun pendapatan MAPI turun, laba bersih perusahaan yang terkenal dengan produk kupon belanjanya ini malah meningkat drastis hingga 223% menjadi Rp 26,08 miliar di Q1-2021, dari semula hanya untung Rp 8,07 miliar di periode yang sama tahun lalu.
Ada pun pada kuartal I tahun ini, HERO kembali membukukan rugi bersih sebesar Rp 1,65 miliar secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini mengecil tinimbang rugi bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 43,56 miliar.
Tahun lalu, kinerja keuangan HERO tergolong tertekan. Hal itu terlihat dari kerugian tahun berjalan 2020 yang lebih dalam sebesar Rp 1,21 triliun, bengkak 4.203% dibanding tahun sebelumnya rugi bersih Rp 28,21 miliar.
Di sisi lain, PT Plaza Indonesia Tbk (PLIN) tahun lalu juga membukukan kerugian Rp 575 miliar dari yang semula untung Rp 533 miliar di 2019.
Sementara itu, pengelola Centro, Tozy Sentosa, resmi dinyatakan pailit di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Kepailitan itu terjadi setelah adanya voting dari para kreditornya, di mana proposal rencana perdamaian yang diajukan oleh debitur (PT Tozy/Centro) sebagian besar di tolak oleh para kreditornya, sehingga Centro pailit.
Sumber :
https://www.cnbcindonesia.com/market/20210529172959-17-249273/giant-tutup-centro-pailit-kapan-mimpi-buruk-ini-berakhir
No comments:
Post a Comment