Berdasarkan hasil survey kebijakan tarif operator pelabuhan maka :
- Tarif penumpukan, tarif LOLO di Lini I Pelabuhan dan di Lini II - TPS dan tarif progressive penumpukannya itu besaran tarifnya sama besar (tidak ada perbedaan) dan tidak boleh dibesarkan oleh Pengelola Lini II TPS karena dianggap melanggar kebijakan operator pelabuhan.
- Tarif bongkar muat itu untuk kapal asing dikenakan dollar atau untuk kapal yang dari pelabuhan luar negeri itu dikenakan dollar.
Importir memang boleh dikatanan tidak akan berlama-lama di pelabuhan namun filosofi kepabeanan kita adalah sebagai berikut:
Jika pre-inpection (pemeriksaan kepabeanan) itu tinggi maka post-inspection-nya rendah. Namun akibat pre-inspection tinggi maka container belum boleh atau belum dapat dikeluarkan dari Lini I Pelabuhan sehingga Dwelling Time naik.
B. PRE-INSPECTION RENDAH
Sebalikanya jika pre-inspection itu rendah maka untuk mengimbanginya adalah post-inspection harus tinggi. Namun pada kondisi ini, fisik container sudah boleh keluar atau dipindahkan pada Lini II TPS sehingga Dwelling Time di Lini I Pelabuhan bisa turun.
Selanjutnya kondisi Post-Inspection dapat dilakukan di Lini II TPS yang ditunjuk.
Nah, pertanyaan mana yang cocok untuk Pelabuhan Tanjung Priok, apakah butir A atau Butir B.
PRO & CONS ANALYSIS
Baik Butir A dan Butir B adalah tujuan pemeriksaan pabean tercapai dan resiko keamanan negeri kita Indonesia ini terjaga, misalnya: ternyata di dalam container itu ada bahan baku untuk pembuatan bom, atau di dalam container itu ada daging yang mengandung virus kuku yang kalau kena otak kita maka dalam waktu satu jam, cairan di otak kita kering/ abis, atau di dalam container itu ada mobil yang diselundupkan maka kesemuanya dalam manajemen resiko harus menjadi perhatian utama.
Menimbang hal di atas ini maka anda jangan seenaknya nuding menyalahkan bahwa proses Bea Cukai lama.
Butir A yang dilakukan di Lini I Pelabuhan dapat dihindari dengan cara memperbanyak Importir kita menjadi MITA (Mitra Utama) Bea Cukai dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan Bea Cukai sehingga Pre-Inspection menjadi turun menjadi seperti model pada Butir B.
Dalam masa transisi maka Importir-Importir yang berhak ada di Lini I adalah Importir yang berstatus MITA. Sisanya harus di PLP (Peralihan Lahan Penumpukan) atau OB (OverBrengen) ke Lini II TPS.
BIAYA PLP/ OB
Jika sudah dianalisasi data tersebut di atas maka Biaya Haulage Truck untuk PLP/ OB dapat segera diketahui.
Dalam hal ini maka tinggal kebijakan pemerintah apakah ada subsidi dari pemerintah untuk biaya tersebut.
Saya pernah hitung rasionya bisa puluhan milyar rupiah, dan saya bisa salah dan mungkin ada dari teman-teman yang perhitungan lebih akurat dari perhitungan saya ini.
KOORDINASI PEMILIK BARANG YANG DIKUASAKAN DAN TRUK
Manajerial 3PL kita di Indonesia belum semua sadar atau me-mandatory-kan penggunaan sistem teknologi, kecuali mereka perusahaan asing atau perusahaan besar saja.
Pemerintah tidak bisa mencampuri manajerial dan kinerja 3PL ini kecuali menerbitkan suatu peraturan sebagaimana disebutkan di atas tadi.
Masalah lain mengenai kinerja pelabuhan khusus TPK (Terminal Petikemas) dan peranan Kantor OP (Otoritas Pelabuhan) yang mempengaruhi Dwelling Time maka dapat dibicarakan tersendiri.
--
Sumbang ide demi kemajuan logistik kepelabuhanan
Rudy Sangian
Sumbang ide demi kemajuan logistik kepelabuhanan
Rudy Sangian
Sumber :
Milis APICS-ID