Berapa kecepatan maksimal Anda saat melaju menggunakan kendaraan di area kerja maupun di jalan Raya?
Dalam sebuah pelatihan seorang safety officer yang tengah memberikan pelatihan keselamatan kerja kepada para pekerja. Setelah melihat suasana peserta yang sudah mulai mengantuk dan jenuh, sang safety officer mencoba untuk berinteraksi dengan bertanya kepada peserta pelatihan, “Saudara saudara berapa kecepatan maksimal berkendaraan di lingkungan kerja kita ?”. Sesaat para pekerja diam, dan tiba tiba seorang peserta menjawab “ Kecepatannya tergantung Pak”. “Tergantung apa maksud Anda ?”, sahut sang safety officer. “Tergantung waktunya pak, kalau waktu masuk kerja maka kecepatannya cukup lambat, kalau waktu pulang kerja, kecepatannya lebih cepat”. Seisi ruangan tertawa mendengar jawaban itu.
Terlepas dari berapa kecepatan berkendaraan yang aman di lingkungan kerja Anda, yang terpenting tetap aman dan disesuaikan degan kondisi di area kerja anda.
Yang tidak kalah penting dan perlu diketahui oleh setiap orang adalah bagaimana cara yang Aman dalam berkendaraan. Sampaikan kepada rekan dan keluarga pesan tips aman dalam kendaraan yang disingkat dalam akronim S.I.G.A.P. (diadaptasi dari Five Seeing Habits )
S= Sinyal (Make Sure They See You), gunakan sinyal lampu, klakson, dan tatapan mata sebagai alat komunikasi anda dengan pengendara lain dan pejalan kaki sehingga mereka mengetahui keberadaan mobil Anda.
I= Interval (Leave Yourself An Out), Jaga interval atau jarak aman mobil kita 2 sampai 4 detik (ukuran waktu normal otak untuk bereaksi terhadap suatu insiden didepannya) kepada kendaraan lain didepan kita.
G= Gerak, (Get The Big Picture) jaga ruang gerak anda diantara kendaraan kendaraan agar membuat Anda selalu bebas untuk bergerak menghindar bila diperlukan.
A= Awasi (Aim High In Steering), awasi objek didepan anda dengan jarak pandang dekat, sedang, dan jauh untuk mengetahui dan merencanakan arah mengemudi Anda
P= Perhatikan (Keep Your Eyes Moving), Perhatikan 3 daerah pengamatan yaitu spion kiri-kanan, tachometer dan indicator lainnya sehingga memudahkan reaksi terhadap perubahan kondisi lalulintas.
Ayo Aman Berkendaraan !
http://www.lorco.co.id/
Tuesday, September 28, 2010
Friday, September 24, 2010
Melahirkan Peradaban Baru
Oleh: Andre Vincent Wenas
“Malam musim panas itu hangat. Bulan sedang purnama. Dengan muram Kaeso memandangi bayangannya – sesosok pincang yang berjalan di sepanjang jalan-jalan Palatine yang gelap dan sunyi.”– Bab VIII Bayang-bayang Scipio, novel Steven Saylor, ROMA: Kisah Epik dari Zaman Romawi Kuno, 2007.
***
Joe Rospars adalah seorang whizzkid, umur 28 tahun, baru-baru ini ia jadi key-note speaker di Personal Democracy Forum (PDF) di Barcelona. Dia bilang, “Internet lowers the barriers for people to participate in the political process.” Buat kita di Indonesia, demokrasi ala facebook telah membuktikan kedigdayaannya dalam kasus cicak vs buaya. Tatkala parlemen di Senayan dan pressure-groups lainnya impoten lantaran terkooptasi, maka segenap jamaah-fesbukiyah bersatu padu menggalang opini publik melawan kekuasaan yang semena-mena. Tsunami opini publik yang digalang itu sementara ini berhasil menggulung niatan kaum jahiliyah yang ingin merampok masa depan bangsa ini dengan konspirasi jahatnya.
Fenomena di atas tentu saja menarik. Selain dimungkinkannya seorang pemuda belia bisa berceloteh di fora internasional, pada kenyataannya ia pun fasih juga dalam menyampaikan pesannya. Arus komunikasi tidak lagi terlahangi tembok perbedaan usia. Pertukaran ide berada dalam jalur bebas hambatan (budaya, prasangka). Memang, dorongan kekuatan teknologi telah meruntuhkan banyak hambatan komunikasi yang irasional. Wacana komunikasi argumentatif antar-subyek seperti yang diadvokasi Juergen Habermas nampaknya mulai mendapatkan platform-nya. Atau dalam wacana Hegelian kita melihat gerak sejarah ke depan dalam proses dialektika (tesis-antitesis-sintesis) yang ‘mengalami percepatan’ lantaran di-booster teknologi informasi. Tiang pancang pembangunan negara global dari nalar-universal mulai ditancapkan.
Caveat buat kaum laggards yang telmi (telat mikir) demi memahami lebih dalam fenomena dunia-datar (Thomas Friedman, The World is Flat, 2005) ini. Kompresi dan ekstensi spatio-temporal telah mendorong perubahan, bukan sekedar aksidentalia bahkan sampai di tataran paradigmatik.
***
Mayetika, berasal dari kata ‘maieutikos’ (Yunani) yang berarti seseorang yang bertindak sebagai bidan yang membantu proses kelahiran. Istilah ini diadopsi Sokrates sebagai metodenya, yakni membantu proses kelahiran juga, tapi bukan kelahiran bayi melainkan kelahiran pengetahuan, kesadaran, ide. Dalam maieutike-techne Sokrates, dikatakan bahwa orang sudah punya pengetahuan, tetapi pengetahuan itu perlu dikeluarkan, dilahirkan. Sebagaimana proses kelahiran, inheren di dalamnya rasa sakit, perlunya kesabaran dan perjuangan (hidup-mati), pengorbanan.
Proses melahirkan peradaban baru yang compatible dengan paradigma jaman yang baru memang bisa juga dirasa menyakitkan bagi sementara golongan. Ada ketidak-relaan yang mewujud dalam bentuk resistensi, mulai dari yang sifatnya kasat-mata sampai yang klandestin. Namun pilihannya sudah jelas, to be or not to be…
***
Pandangan di atas bisa dikatakan agak Neo-futuris sebagai oposisi pandangan Dystopian yang sangat kritis terhadap teknologi (Anthony G. Wilhelm, Democracy in the Digital Age, 2000). Alvin Toffler, yang merupakan pentolan neo-futuris bersama John Naisbitt, Jim Ruben, Richard Groper dan Nicholas Negroponte, telah mengingatkan bahwa untuk menghindari terjadinya ‘gegar masa-depan’ dalam arti ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan kemajuan (teknologi), maka manusia seharusnya terus menerus memperbaiki dan berpikir ulang (rethinking) mengenai tujuan sosial yang disebutnya dengan ‘demokrasi antisipatoris’. “Dengan meluncurkan sebuah proses besar pembelajaran sosial – sebuah eksperimen dalam demokrasi antisipatoris di banyak negara sekaligus – kita dapat menghadang tikaman totalitarian,” demikian Toffler.
Di lain pihak, kita juga mesti mempertimbangkan pandangan Dystopian (tokohnya: Husserl, Heidegger, Thoreau, Arendt dan Barber) yang sangat kritis terhadap aplikasi teknologi. Seperti diurai oleh Heru Nugroho dalam pengantar terjemahan buku Anthony G. Wilhelm, “Bagi Heidegger inti dari teknologi adalah cara untuk mengungkapkan atau menjadi suatu cara berpikir mengenai alam sebagai suatu cadangan tetap, sebagai suatu sumber untuk dipulihkan, ditata dan dikontrol. Sedang Thoreau menyindir bahwa teknologi hanya bersifat menolong.
Namun Arendt menyesali hilangnya hubungan manusia karena pemusnahan ruang-ruang publik yang muncul secara bersama dalam rezim totalitarian (maksudnya rezim komunikasi modern). Dalam hal ini romantisme Arendt adalah ketika ia berfikir bahwa demokrasi politik yang ideal adalah model Yunani kuno. Sementara Barber melihat komunikasi politik bermedia dengan kecurigaan, sebab komunikasi politik di ruang cyber adalah sesuatu yang abstrak, tak berbentuk dan anonim sehingga mudah terjadi penyimpangan.”
***
Dalam retrospeksi, kita mungkin juga sedang melihat bayang-bayang kita sendiri, yang berjalan terpincang-pincang meniti rute-rute asing dalam jaman yang baru. Namun kalau saat ini kita masih selamat berdiri tegak di sini, maka tatapan ke masa depan seyogianya berlensa optimis. Lakukan yang terbaik, siap sedia setiap saat, soal kiamat itu bukan urusan kita.
“Malam musim panas itu hangat. Bulan sedang purnama. Dengan muram Kaeso memandangi bayangannya – sesosok pincang yang berjalan di sepanjang jalan-jalan Palatine yang gelap dan sunyi.”– Bab VIII Bayang-bayang Scipio, novel Steven Saylor, ROMA: Kisah Epik dari Zaman Romawi Kuno, 2007.
***
Joe Rospars adalah seorang whizzkid, umur 28 tahun, baru-baru ini ia jadi key-note speaker di Personal Democracy Forum (PDF) di Barcelona. Dia bilang, “Internet lowers the barriers for people to participate in the political process.” Buat kita di Indonesia, demokrasi ala facebook telah membuktikan kedigdayaannya dalam kasus cicak vs buaya. Tatkala parlemen di Senayan dan pressure-groups lainnya impoten lantaran terkooptasi, maka segenap jamaah-fesbukiyah bersatu padu menggalang opini publik melawan kekuasaan yang semena-mena. Tsunami opini publik yang digalang itu sementara ini berhasil menggulung niatan kaum jahiliyah yang ingin merampok masa depan bangsa ini dengan konspirasi jahatnya.
Fenomena di atas tentu saja menarik. Selain dimungkinkannya seorang pemuda belia bisa berceloteh di fora internasional, pada kenyataannya ia pun fasih juga dalam menyampaikan pesannya. Arus komunikasi tidak lagi terlahangi tembok perbedaan usia. Pertukaran ide berada dalam jalur bebas hambatan (budaya, prasangka). Memang, dorongan kekuatan teknologi telah meruntuhkan banyak hambatan komunikasi yang irasional. Wacana komunikasi argumentatif antar-subyek seperti yang diadvokasi Juergen Habermas nampaknya mulai mendapatkan platform-nya. Atau dalam wacana Hegelian kita melihat gerak sejarah ke depan dalam proses dialektika (tesis-antitesis-sintesis) yang ‘mengalami percepatan’ lantaran di-booster teknologi informasi. Tiang pancang pembangunan negara global dari nalar-universal mulai ditancapkan.
Caveat buat kaum laggards yang telmi (telat mikir) demi memahami lebih dalam fenomena dunia-datar (Thomas Friedman, The World is Flat, 2005) ini. Kompresi dan ekstensi spatio-temporal telah mendorong perubahan, bukan sekedar aksidentalia bahkan sampai di tataran paradigmatik.
***
Mayetika, berasal dari kata ‘maieutikos’ (Yunani) yang berarti seseorang yang bertindak sebagai bidan yang membantu proses kelahiran. Istilah ini diadopsi Sokrates sebagai metodenya, yakni membantu proses kelahiran juga, tapi bukan kelahiran bayi melainkan kelahiran pengetahuan, kesadaran, ide. Dalam maieutike-techne Sokrates, dikatakan bahwa orang sudah punya pengetahuan, tetapi pengetahuan itu perlu dikeluarkan, dilahirkan. Sebagaimana proses kelahiran, inheren di dalamnya rasa sakit, perlunya kesabaran dan perjuangan (hidup-mati), pengorbanan.
Proses melahirkan peradaban baru yang compatible dengan paradigma jaman yang baru memang bisa juga dirasa menyakitkan bagi sementara golongan. Ada ketidak-relaan yang mewujud dalam bentuk resistensi, mulai dari yang sifatnya kasat-mata sampai yang klandestin. Namun pilihannya sudah jelas, to be or not to be…
***
Pandangan di atas bisa dikatakan agak Neo-futuris sebagai oposisi pandangan Dystopian yang sangat kritis terhadap teknologi (Anthony G. Wilhelm, Democracy in the Digital Age, 2000). Alvin Toffler, yang merupakan pentolan neo-futuris bersama John Naisbitt, Jim Ruben, Richard Groper dan Nicholas Negroponte, telah mengingatkan bahwa untuk menghindari terjadinya ‘gegar masa-depan’ dalam arti ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan kemajuan (teknologi), maka manusia seharusnya terus menerus memperbaiki dan berpikir ulang (rethinking) mengenai tujuan sosial yang disebutnya dengan ‘demokrasi antisipatoris’. “Dengan meluncurkan sebuah proses besar pembelajaran sosial – sebuah eksperimen dalam demokrasi antisipatoris di banyak negara sekaligus – kita dapat menghadang tikaman totalitarian,” demikian Toffler.
Di lain pihak, kita juga mesti mempertimbangkan pandangan Dystopian (tokohnya: Husserl, Heidegger, Thoreau, Arendt dan Barber) yang sangat kritis terhadap aplikasi teknologi. Seperti diurai oleh Heru Nugroho dalam pengantar terjemahan buku Anthony G. Wilhelm, “Bagi Heidegger inti dari teknologi adalah cara untuk mengungkapkan atau menjadi suatu cara berpikir mengenai alam sebagai suatu cadangan tetap, sebagai suatu sumber untuk dipulihkan, ditata dan dikontrol. Sedang Thoreau menyindir bahwa teknologi hanya bersifat menolong.
Namun Arendt menyesali hilangnya hubungan manusia karena pemusnahan ruang-ruang publik yang muncul secara bersama dalam rezim totalitarian (maksudnya rezim komunikasi modern). Dalam hal ini romantisme Arendt adalah ketika ia berfikir bahwa demokrasi politik yang ideal adalah model Yunani kuno. Sementara Barber melihat komunikasi politik bermedia dengan kecurigaan, sebab komunikasi politik di ruang cyber adalah sesuatu yang abstrak, tak berbentuk dan anonim sehingga mudah terjadi penyimpangan.”
***
Dalam retrospeksi, kita mungkin juga sedang melihat bayang-bayang kita sendiri, yang berjalan terpincang-pincang meniti rute-rute asing dalam jaman yang baru. Namun kalau saat ini kita masih selamat berdiri tegak di sini, maka tatapan ke masa depan seyogianya berlensa optimis. Lakukan yang terbaik, siap sedia setiap saat, soal kiamat itu bukan urusan kita.
Thursday, September 23, 2010
Putra Indonesia Penemu Teknologi Inti Kontainer Lipat
Gunawan Kusuma, lahir tahun 1981, salah satu penemu apa yang disebut dengan mekanisme penyeimbang benda berbobot berat. Sistem ini merupakan teknologi inti dari kontainer lipat yang dikembangkan Holland Container Innovations(HCI).
HCI adalah perusahaan rintisan Universitas Teknologi Delft, yang mengembangkan kontainer lipat bagi transportasi udara dan laut. Berkat penemuan, kontainer dapat dikemas hingga sebesar seperempat dari wujud asli. Gunawan yakin kontainer lipat HCI menjadi titik tolak revolusi industri kontainer untuk semakin efisien dan berkelanjutan, dengan memberikan keuntungan ekonomi dan lingkungan hidup.
Gunawan Kusuma kini menduduki kursi CEO Holland Container Innovations. Di bawah kepemimpinan dia, HCI bekerja sama dengan pabrik kontainer. Ia juga membuat proyek pilot bekerja sama dengan perusahaan transportasi besar. Jika berjalan lancar, perusahaan-perusajaan pengapalan ini akan langsung memesan kontainer lipat HCI.
Gunawan Kusuma menerima gelar sarjana ganda, Cum-Laude, dalam bidang Product Design and Menchanical Engineering dari Universitas Utrecht Belanda dan Univeristas Petra Indonesia. Ia kemudian mengambil S2 di Universitas Delft, setelah lulus ia ditawari mengambil gelar Doktor. Namun naluri bisnisnya membuat ia meninggalkan kuliah dan memulai perusahaan Holland Container Innovations.
Green Challenge "Tantangan Hijau" 2010 merupakan perlombaan berhadiah 500 ribu Euro dalam bidang teknologi ramah lingkungan hidup. Selain Gunawan Kusuma asal Indonesia, finalis lainnya berasal dari Amerika Serikat dan Belanda. Pangeran Belanda Friso menjadi juri kehormatan, sekaligus menyerahkan hadiah kepada pemenang.
http://id.news.yahoo.com/repu/20100922/ttc-wow-putra-indonesia-penemu-teknologi-b3cfa56.html
HCI adalah perusahaan rintisan Universitas Teknologi Delft, yang mengembangkan kontainer lipat bagi transportasi udara dan laut. Berkat penemuan, kontainer dapat dikemas hingga sebesar seperempat dari wujud asli. Gunawan yakin kontainer lipat HCI menjadi titik tolak revolusi industri kontainer untuk semakin efisien dan berkelanjutan, dengan memberikan keuntungan ekonomi dan lingkungan hidup.
Gunawan Kusuma kini menduduki kursi CEO Holland Container Innovations. Di bawah kepemimpinan dia, HCI bekerja sama dengan pabrik kontainer. Ia juga membuat proyek pilot bekerja sama dengan perusahaan transportasi besar. Jika berjalan lancar, perusahaan-perusajaan pengapalan ini akan langsung memesan kontainer lipat HCI.
Gunawan Kusuma menerima gelar sarjana ganda, Cum-Laude, dalam bidang Product Design and Menchanical Engineering dari Universitas Utrecht Belanda dan Univeristas Petra Indonesia. Ia kemudian mengambil S2 di Universitas Delft, setelah lulus ia ditawari mengambil gelar Doktor. Namun naluri bisnisnya membuat ia meninggalkan kuliah dan memulai perusahaan Holland Container Innovations.
Green Challenge "Tantangan Hijau" 2010 merupakan perlombaan berhadiah 500 ribu Euro dalam bidang teknologi ramah lingkungan hidup. Selain Gunawan Kusuma asal Indonesia, finalis lainnya berasal dari Amerika Serikat dan Belanda. Pangeran Belanda Friso menjadi juri kehormatan, sekaligus menyerahkan hadiah kepada pemenang.
http://id.news.yahoo.com/repu/20100922/ttc-wow-putra-indonesia-penemu-teknologi-b3cfa56.html
Tuesday, September 7, 2010
Menentukan Prioritas Bisnis
Oleh: Andre Vincent Wenas
...setelah menjalankan pengelolaan organisasi bisnis selama ini, manajemen mulai kewalahan karena rasanya terlalu banyak produk atau bisnis yang harus diurus sekaligus. Koordinasi menjadi ruwet dan banyak konflik terjadi. Sangat dirasa perlu menyusun skala prioritas produk dan bisnis supaya semuanya bisa lebih terarah dan energi tidak terbuang percuma.
Empat kriteria mesti dipertimbangkan untuk menentukan prioritas: apa yang penting (important), apa yang mendesak (urgent), pertimbangan jangka-panjang vs jangka-pendek, dan apa yang realistis vs yang visioner.
Penting artinya relevan dengan tujuan (goals) perusahaan. Oleh karena itu menyusun tujuan dan sasaran perusahaan yang baik (dengan takaran SMART:
specific, measurable, attainable, reliable, time phased) merupakan prasyaratnya.
Mendesak (urgent) artinya mendahulukan berdasarkan pertimbangan waktu dan proses. Mana yang mesti didahulukan karena tanpanya proses berikutnya tidak mungkin dijalankan, atau mana yang mungkin berjalan paralel sehingga hemat waktu dan bisa memotong panjangnya proses.
Pertimbangan jangka-panjang vs jangka-pendek serta apa yang realistis vs visioner menggiring kita untuk melihat dengan jernih kenyataan organisasi dan sumber-sumber daya yang ada (kompetensi orang, modal uang, infrastruktur alat-alat, budaya perusahaan, dll). Mana yang sudah kita punya, mana yang belum dan bisa segera kita beli dengan modal yang ada. Mana yang membutuhkan aliansi strategis dengan pelbagai mitra eksternal (bank, pamasok, agen, konsultan, badan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dlsb).
Mesti diingat, bahwa dalam menyusun skala prioritas konsekuensinya adalah mereduksi beberapa aktivitas (tanpa mengorbankan esensi strategi). Karena realitas waktu dan sumberdaya yang terbatas maka Anda perlu memilih. Tentang pertimbangan jumlah berapa yang mesti menjadi prioritas membutuhkan rasionalitas analisa intelektual serta pertimbangan kebijaksanaan (wisdom) seni kepemimpinan.
Dalam bukunya “Know-How: The 8 Skills that Separate People Who Perform from Those Who Don’t (2007)”, konsultan bisnis Ram Charan, mengingatkan bahwa setelah prioritas ditentukan jangan lupa untuk mengalokasikan sumberdaya (modal uang, membangun kompetensi, infrastruktur, dll). “Without assigning resources, it isn’t a priority!,” tegas Ram Charan. Jika organisasi memiliki beberapa unit usaha dan beberapa product-line, maka kerangka kerja (framework) untuk mengalokasikan sumberdaya adalah sebagai berikut:
Pertama, buat matriks (tinggi-rendah) antara pertumbuhan revenue secara organik (organic revenue growth/ORG) dengan marjin arus-kas bebas (free cash flow margin/FCFM) untuk masing-masing unit usaha atau product-line. ORG dipakai untuk indikator pertumbuhan, sedangkan FCFM sebagai indikator tingkat pengembalian keuntungan (return). Arus kas bebas (free cash flow) bisa dihitung dari: pendapatan tunai dari operasi setelah dikurangi tiga hal, yaitu:
1) kas yang digunakan untuk aktivitas investasi yang esensial (misalnya, penggantian fixed-asset yang diperlukan demi menjaga kapasitas),
2) pembayaran cicilan hutang terjadwal,
3) pembayaran deviden normal (lihat: Robert N. Anthony, et.al,
Accounting: Text and Cases, McGrawHill, 1999). Sehingga didapat empat kuadran:
A) ORG tinggi-FCFM tinggi,
B) ORG tinggi-FCFM rendah,
C) ORG rendah-FCFM tinggi,
D) ORG rendah-FCFM rendah.
Maka jelaslah segmen bisnis di kuadran A (ORG tinggi-FCFM tinggi) adalah paling diinginkan. Sedangkan kuadran D paling kurang diminati. Namun analisanya belum stop di situ. Dalam tiap kuadran, perlu dilihat berapa belanja modal (capital spending) yang telah dilakukan pada tahun yang lalu, dan juga selama unit bisnis atau product-line itu ada. Pilah belanja modal masing-masing ke dalam tiga kategori: perawatan (maintenance), pertumbuhan (growth), dan efisiensi. Pada ujungnya, proses ini bakal mengukur berapa besar modal yang telah dihabiskan bagi tiap segmen dibandingkan dengan kinerja relatifnya di antara unit bisnis atau product-line lainnya.
Kedua, lakukan analisa prospektif dengan matriks (tinggi-rendah) antara market-attractiveness yang menggambarkan rata-rata tingkat pertumbuhan pasar (average market growth rate) sebagai sumbu vertikal, dengan financial-attractiveness yang merupakan campuran (blend) antara ORG dengan FCFM di sumbu horisontal. Dari empat kuadran, tentunya kuadran A di sini menikmati pertumbuhan revenue dan marjin arus kas bebas di atas rata-rata.
Jika analisa ini dilakukan regular, akan diperoleh informasi yang jelas di mana sumberdaya mesti dialokasikan, dan di segmen mana mesti ditarik. Gerak organisasi jadi lebih fokus.
.
(baca selengkapnya di artikel terlampir, dari Tabloid Bisnis KONTAN)
STRATEGIC MANAGEMENT SERVICES
...setelah menjalankan pengelolaan organisasi bisnis selama ini, manajemen mulai kewalahan karena rasanya terlalu banyak produk atau bisnis yang harus diurus sekaligus. Koordinasi menjadi ruwet dan banyak konflik terjadi. Sangat dirasa perlu menyusun skala prioritas produk dan bisnis supaya semuanya bisa lebih terarah dan energi tidak terbuang percuma.
Empat kriteria mesti dipertimbangkan untuk menentukan prioritas: apa yang penting (important), apa yang mendesak (urgent), pertimbangan jangka-panjang vs jangka-pendek, dan apa yang realistis vs yang visioner.
Penting artinya relevan dengan tujuan (goals) perusahaan. Oleh karena itu menyusun tujuan dan sasaran perusahaan yang baik (dengan takaran SMART:
specific, measurable, attainable, reliable, time phased) merupakan prasyaratnya.
Mendesak (urgent) artinya mendahulukan berdasarkan pertimbangan waktu dan proses. Mana yang mesti didahulukan karena tanpanya proses berikutnya tidak mungkin dijalankan, atau mana yang mungkin berjalan paralel sehingga hemat waktu dan bisa memotong panjangnya proses.
Pertimbangan jangka-panjang vs jangka-pendek serta apa yang realistis vs visioner menggiring kita untuk melihat dengan jernih kenyataan organisasi dan sumber-sumber daya yang ada (kompetensi orang, modal uang, infrastruktur alat-alat, budaya perusahaan, dll). Mana yang sudah kita punya, mana yang belum dan bisa segera kita beli dengan modal yang ada. Mana yang membutuhkan aliansi strategis dengan pelbagai mitra eksternal (bank, pamasok, agen, konsultan, badan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dlsb).
Mesti diingat, bahwa dalam menyusun skala prioritas konsekuensinya adalah mereduksi beberapa aktivitas (tanpa mengorbankan esensi strategi). Karena realitas waktu dan sumberdaya yang terbatas maka Anda perlu memilih. Tentang pertimbangan jumlah berapa yang mesti menjadi prioritas membutuhkan rasionalitas analisa intelektual serta pertimbangan kebijaksanaan (wisdom) seni kepemimpinan.
Dalam bukunya “Know-How: The 8 Skills that Separate People Who Perform from Those Who Don’t (2007)”, konsultan bisnis Ram Charan, mengingatkan bahwa setelah prioritas ditentukan jangan lupa untuk mengalokasikan sumberdaya (modal uang, membangun kompetensi, infrastruktur, dll). “Without assigning resources, it isn’t a priority!,” tegas Ram Charan. Jika organisasi memiliki beberapa unit usaha dan beberapa product-line, maka kerangka kerja (framework) untuk mengalokasikan sumberdaya adalah sebagai berikut:
Pertama, buat matriks (tinggi-rendah) antara pertumbuhan revenue secara organik (organic revenue growth/ORG) dengan marjin arus-kas bebas (free cash flow margin/FCFM) untuk masing-masing unit usaha atau product-line. ORG dipakai untuk indikator pertumbuhan, sedangkan FCFM sebagai indikator tingkat pengembalian keuntungan (return). Arus kas bebas (free cash flow) bisa dihitung dari: pendapatan tunai dari operasi setelah dikurangi tiga hal, yaitu:
1) kas yang digunakan untuk aktivitas investasi yang esensial (misalnya, penggantian fixed-asset yang diperlukan demi menjaga kapasitas),
2) pembayaran cicilan hutang terjadwal,
3) pembayaran deviden normal (lihat: Robert N. Anthony, et.al,
Accounting: Text and Cases, McGrawHill, 1999). Sehingga didapat empat kuadran:
A) ORG tinggi-FCFM tinggi,
B) ORG tinggi-FCFM rendah,
C) ORG rendah-FCFM tinggi,
D) ORG rendah-FCFM rendah.
Maka jelaslah segmen bisnis di kuadran A (ORG tinggi-FCFM tinggi) adalah paling diinginkan. Sedangkan kuadran D paling kurang diminati. Namun analisanya belum stop di situ. Dalam tiap kuadran, perlu dilihat berapa belanja modal (capital spending) yang telah dilakukan pada tahun yang lalu, dan juga selama unit bisnis atau product-line itu ada. Pilah belanja modal masing-masing ke dalam tiga kategori: perawatan (maintenance), pertumbuhan (growth), dan efisiensi. Pada ujungnya, proses ini bakal mengukur berapa besar modal yang telah dihabiskan bagi tiap segmen dibandingkan dengan kinerja relatifnya di antara unit bisnis atau product-line lainnya.
Kedua, lakukan analisa prospektif dengan matriks (tinggi-rendah) antara market-attractiveness yang menggambarkan rata-rata tingkat pertumbuhan pasar (average market growth rate) sebagai sumbu vertikal, dengan financial-attractiveness yang merupakan campuran (blend) antara ORG dengan FCFM di sumbu horisontal. Dari empat kuadran, tentunya kuadran A di sini menikmati pertumbuhan revenue dan marjin arus kas bebas di atas rata-rata.
Jika analisa ini dilakukan regular, akan diperoleh informasi yang jelas di mana sumberdaya mesti dialokasikan, dan di segmen mana mesti ditarik. Gerak organisasi jadi lebih fokus.
.
(baca selengkapnya di artikel terlampir, dari Tabloid Bisnis KONTAN)
STRATEGIC MANAGEMENT SERVICES
Monday, September 6, 2010
Tactical Supply Chain Management
Tactical supply chain management decisions are made at a national or regional level to produce efficiencies and cost reductions. These articles examine the variety tactical decisions companies make and the effects of those decisions on the supply chain.
Operating A Procurement Card Program
The procurement card, or P-card, is a form of company credit card that is issued to employees who can then purchase goods and services without having to process the purchase through a traditional purchasing procedure, such as using purchasing requisitions and purchase orders.
This article looks at benefits and risks of the procurement card program.There are a number of different procurement card programs, some involve only the use of company approved vendors, while others allow any vendor to be used. The purchases made by an employee using a procurement cards are generally small and low value. A lot of negative reactions about procurement card programs are specifically targeted towards the abuse of the card by employees. However, the benefits of procurement programs are far greater than the risks and costs involved in operating the program.
Sales and Operations Planning
Sales and operations planning (S&OP), sometimes known as aggregate planning, is a process where executive level management regularly meets and reviews projections for demand, supply and the resulting financial impact. S&OP is a decision making process that makes certain that tactical plans in every business area are in line with the overall view of the company’s business plan.
The overall result of the S&OP process is that a single operating plan is created that identifies the allocation of company resources, including time, money and employees. Whereas strategic planning looks at the company’s plan years into the future, tactical plans look at the company’s business plan over the coming year. Tactical plans take into account overall strategies of the company, which are found in the strategic plan. Sales and operations planning are aimed to helping to provide companies develop and align the tactical plans developed by the various business areas. There are two approaches that are used in sales and operations planning; top-down planning and bottom-up planning.
Source: About.com Guide
URL: http://logistics.about.com/od/tacticalsupplychain/Tactical_Supply_Chain_Management.htm
Operating A Procurement Card Program
The procurement card, or P-card, is a form of company credit card that is issued to employees who can then purchase goods and services without having to process the purchase through a traditional purchasing procedure, such as using purchasing requisitions and purchase orders.
This article looks at benefits and risks of the procurement card program.There are a number of different procurement card programs, some involve only the use of company approved vendors, while others allow any vendor to be used. The purchases made by an employee using a procurement cards are generally small and low value. A lot of negative reactions about procurement card programs are specifically targeted towards the abuse of the card by employees. However, the benefits of procurement programs are far greater than the risks and costs involved in operating the program.
Sales and Operations Planning
Sales and operations planning (S&OP), sometimes known as aggregate planning, is a process where executive level management regularly meets and reviews projections for demand, supply and the resulting financial impact. S&OP is a decision making process that makes certain that tactical plans in every business area are in line with the overall view of the company’s business plan.
The overall result of the S&OP process is that a single operating plan is created that identifies the allocation of company resources, including time, money and employees. Whereas strategic planning looks at the company’s plan years into the future, tactical plans look at the company’s business plan over the coming year. Tactical plans take into account overall strategies of the company, which are found in the strategic plan. Sales and operations planning are aimed to helping to provide companies develop and align the tactical plans developed by the various business areas. There are two approaches that are used in sales and operations planning; top-down planning and bottom-up planning.
Source: About.com Guide
URL: http://logistics.about.com/od/tacticalsupplychain/Tactical_Supply_Chain_Management.htm
Thursday, September 2, 2010
Manajemen Kinerja
Oleh: Andre Vincent Wenas
...demi meningkatkan kinerja perusahaan yang semakin besar (dalam jumlah orang), banyak yang mulai mencoba menerapkan manajemen kinerja, demi berusaha melakukan pengukuran seobyektif mungkin terhadap kinerja tim. Namun tidak jarang pula malah terjadi keresahan dan ketidakpuasan di antara anggota tim dengan para manajernya. Karenanya perlu diperhatikan prakondisi yang diperlukan agar penerapan manajemen kinerja ini bisa berdampak positif.
Salah satu tantangan terberat pemimpin bisnis adalah mengelola dan menyambungkan
kinerja anggota timnya dengan kinerja organisasi secara keseluruhan. Baiklah disadari sejak mula, bahwa Anda sebagai pimpinan seorang diri hanya dapat meningkatkan kinerja sedikit saja. Para karyawan masing-masing juga hanya bisa memperbaiki kinerja sedikit saja. Namun demikian, ketika Anda bersama karyawan Anda bersatu dalam pihak yang sama dan bekerja bahu-membahu, maka Anda pasti mampu meningkatkan kinerja secara signifikan. Hukum sinergi menjanjikan pertumbuhan eksponensial.
Sebagai langkah awal, perlu di pahami serta diwaspadai sungguh-sungguh terlebih dahulu, apa yang seharusnya dilakukan dalam manajemen kinerja dan apa yang tidak seharusnya dilakukan olehnya.
Kita mulai saja dari yang tidak seharusnya dilakukan dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Bahwa manajemen kinerja bukanlah cara untuk mengancam dan mengintimidasi karyawan supaya kinerjanya lebih produktif. Juga, manajemen kinerja bukanlah suatu metode untuk menyalahkan dan mencari-cari kesalahan karyawan. Dan yang penting sekali, bahwa manajemen kinerja bukan sarana untuk menyerang kepribadian dan sikap karyawan.
Jadi, apa itu manajemen kinerja? Ringkasnya, manajemen kinerja adalah seperangkat alat dalam aspek pengelolaan SDM yang digunakan untuk mengoptimalkan tingkat keberhasilan tiap karyawan. Bahkan bukan hanya setiap karyawan, tetapi ia juga berfungsi untuk mengoptimalkan kinerja setiap unit kerja, kinerja para manajernya dan akhirnya kinerja organisasi secara menyeluruh.
Perlu pembaharuan cara pikir, bukan dengan menoleh ke belakang (kita sering menyebutnya: menajemen kaca spion), namun dengan suatu gagasan cerdas untuk membangun kesuksesan sekarang ini dan terus ke masa depan. Kunci keberhasilan penerapan manajemen kinerja adalah komitmen keseharian para pimpinan bersama dengan seluruh tim untuk membuka jalur komunikasi dua arah, alias dialog. Bukan monolog (satu arah) atau duolog (dua pihak saling bicara tanpa ada yang mendengar!). hati-hati, manajemen kinerja bukanlah suatu perkara yang ramai dibicarakan hanya di akhir semester pada saat penilaian karya. Namun, manajemen kinerja adalah proses komunikasi terus-menerus (on going communication process).
Beberapa prakondisi untuk menerapkan manajemen kinerja dari Robert Bacal (bukunya: How to Manage Performance, McGraw-Hill, 2004) baik disimak: pertama, manajemen kinerja butuh investasi Anda sebagai pimpinan. Investasi waktu, pikiran dan kehadiran Anda. Manajemen kinerja di satu sisi sebetulnya tidaklah terlalu sukar. Memang ada bagian-bagian yang membutuhkan keterampilan tertentu, misalnya menterjemahkan dan menurunkan tujuan strategis perusahaan beserta indikasi ukuran keberhasilannya sampai menjadi indikasi ukuran keberhasilan tiap unit kerja, dan akhirnya diturunkan menjadi indikasi ukuran keberhasilan setiap individu karyawan. Berjenjang dari atas sampai karyawan di lapangan.
Kedua, adalah rasa tanggung-jawab bersama (shared responsibility). Agar rasa tanggung-jawab bersama ini muncul, syaratnya adalah keterbukaan atau transparansi, komunikasi dua arah. Jangan ada informasi yang terdistorsi oleh pelbagai kepentingan yang de facto bisa berakibat kontra-produktif. Distorsi informasi ini misalnya: laporan ABS, laporan tentang kejelekan karyawan lain (tanpa didukung data) sehingga mengakibatkan keharmonisan kerja terganggu. Ajak dan gugah tim Anda agar jadi bagian dari solusi (problem solver), bukan sekedar jadi pelapor masalah (problem reporter). Apa lagi kalau yang dilaporkan cuma keburukan atau kekurangan seseorang atau unit kerja tertentu. Sepakati bersama, bahwa yang didefinisikan sebagai suatu masalah dalam organisasi adalah: adanya kesenjangan (gap) antara target (standar) dengan kenyataan yang ada. Sehingga setiap orang disemangati untuk berani mengemukakan masalah, bukan menyembunyikannya.
Ketiga, senantiasa hargai dan dorong tim agar berani menyampaikan pendapat, berargumentasi dan bahkan memakai hikmat (wisdom)nya masing-masing. Apalagi jika
Anda memimpin tim yang berpengetahuan serta berketerampilan tinggi. Mereka perlu apresiasi bukan sinisme.
.
(baca selangkapnya di artikel terlampir, dari Tabloid Bisnis KONTAN)
STRATEGIC MANAGEMENT SERVICES
...demi meningkatkan kinerja perusahaan yang semakin besar (dalam jumlah orang), banyak yang mulai mencoba menerapkan manajemen kinerja, demi berusaha melakukan pengukuran seobyektif mungkin terhadap kinerja tim. Namun tidak jarang pula malah terjadi keresahan dan ketidakpuasan di antara anggota tim dengan para manajernya. Karenanya perlu diperhatikan prakondisi yang diperlukan agar penerapan manajemen kinerja ini bisa berdampak positif.
Salah satu tantangan terberat pemimpin bisnis adalah mengelola dan menyambungkan
kinerja anggota timnya dengan kinerja organisasi secara keseluruhan. Baiklah disadari sejak mula, bahwa Anda sebagai pimpinan seorang diri hanya dapat meningkatkan kinerja sedikit saja. Para karyawan masing-masing juga hanya bisa memperbaiki kinerja sedikit saja. Namun demikian, ketika Anda bersama karyawan Anda bersatu dalam pihak yang sama dan bekerja bahu-membahu, maka Anda pasti mampu meningkatkan kinerja secara signifikan. Hukum sinergi menjanjikan pertumbuhan eksponensial.
Sebagai langkah awal, perlu di pahami serta diwaspadai sungguh-sungguh terlebih dahulu, apa yang seharusnya dilakukan dalam manajemen kinerja dan apa yang tidak seharusnya dilakukan olehnya.
Kita mulai saja dari yang tidak seharusnya dilakukan dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Bahwa manajemen kinerja bukanlah cara untuk mengancam dan mengintimidasi karyawan supaya kinerjanya lebih produktif. Juga, manajemen kinerja bukanlah suatu metode untuk menyalahkan dan mencari-cari kesalahan karyawan. Dan yang penting sekali, bahwa manajemen kinerja bukan sarana untuk menyerang kepribadian dan sikap karyawan.
Jadi, apa itu manajemen kinerja? Ringkasnya, manajemen kinerja adalah seperangkat alat dalam aspek pengelolaan SDM yang digunakan untuk mengoptimalkan tingkat keberhasilan tiap karyawan. Bahkan bukan hanya setiap karyawan, tetapi ia juga berfungsi untuk mengoptimalkan kinerja setiap unit kerja, kinerja para manajernya dan akhirnya kinerja organisasi secara menyeluruh.
Perlu pembaharuan cara pikir, bukan dengan menoleh ke belakang (kita sering menyebutnya: menajemen kaca spion), namun dengan suatu gagasan cerdas untuk membangun kesuksesan sekarang ini dan terus ke masa depan. Kunci keberhasilan penerapan manajemen kinerja adalah komitmen keseharian para pimpinan bersama dengan seluruh tim untuk membuka jalur komunikasi dua arah, alias dialog. Bukan monolog (satu arah) atau duolog (dua pihak saling bicara tanpa ada yang mendengar!). hati-hati, manajemen kinerja bukanlah suatu perkara yang ramai dibicarakan hanya di akhir semester pada saat penilaian karya. Namun, manajemen kinerja adalah proses komunikasi terus-menerus (on going communication process).
Beberapa prakondisi untuk menerapkan manajemen kinerja dari Robert Bacal (bukunya: How to Manage Performance, McGraw-Hill, 2004) baik disimak: pertama, manajemen kinerja butuh investasi Anda sebagai pimpinan. Investasi waktu, pikiran dan kehadiran Anda. Manajemen kinerja di satu sisi sebetulnya tidaklah terlalu sukar. Memang ada bagian-bagian yang membutuhkan keterampilan tertentu, misalnya menterjemahkan dan menurunkan tujuan strategis perusahaan beserta indikasi ukuran keberhasilannya sampai menjadi indikasi ukuran keberhasilan tiap unit kerja, dan akhirnya diturunkan menjadi indikasi ukuran keberhasilan setiap individu karyawan. Berjenjang dari atas sampai karyawan di lapangan.
Kedua, adalah rasa tanggung-jawab bersama (shared responsibility). Agar rasa tanggung-jawab bersama ini muncul, syaratnya adalah keterbukaan atau transparansi, komunikasi dua arah. Jangan ada informasi yang terdistorsi oleh pelbagai kepentingan yang de facto bisa berakibat kontra-produktif. Distorsi informasi ini misalnya: laporan ABS, laporan tentang kejelekan karyawan lain (tanpa didukung data) sehingga mengakibatkan keharmonisan kerja terganggu. Ajak dan gugah tim Anda agar jadi bagian dari solusi (problem solver), bukan sekedar jadi pelapor masalah (problem reporter). Apa lagi kalau yang dilaporkan cuma keburukan atau kekurangan seseorang atau unit kerja tertentu. Sepakati bersama, bahwa yang didefinisikan sebagai suatu masalah dalam organisasi adalah: adanya kesenjangan (gap) antara target (standar) dengan kenyataan yang ada. Sehingga setiap orang disemangati untuk berani mengemukakan masalah, bukan menyembunyikannya.
Ketiga, senantiasa hargai dan dorong tim agar berani menyampaikan pendapat, berargumentasi dan bahkan memakai hikmat (wisdom)nya masing-masing. Apalagi jika
Anda memimpin tim yang berpengetahuan serta berketerampilan tinggi. Mereka perlu apresiasi bukan sinisme.
.
(baca selangkapnya di artikel terlampir, dari Tabloid Bisnis KONTAN)
STRATEGIC MANAGEMENT SERVICES
Labels:
Career,
Industrial Engineering,
Inspiration
Subscribe to:
Posts (Atom)
Related Posts
-
Kamar mandi / toilet biasanya dilengkapi dengan perlengkapan untuk buang air kecil maupun besar. Kamar mandi yang dilengkapi dengan urina...
-
Performa Industri: Quality, Productivity, Safety, Cost. Manakah yang perlu diprioritaskan? Banyak sekali metode-metode yang dapat dipakai un...
-
Problem di gudang biasanya bukan SOP-nya yang tidak ada, tapi pelaksanaan SOP di lapangan. Yang bisa membantu melacak kehilangan baran...
-
10 Alasan Kenapa Promosi Keselamatan Kerja Anda Wajib Menggunakan Gambar Visual Kenapa setiap Promosi Kesehatan dan Keselamatan K...
-
Ada 7 Poin Penting seputar "Good WareHouse Practice" yang wajb diketahui. Kesehatan dan Keselamatan Kerka atau K3 di ruang ...