Saturday, February 24, 2018
Upah vs Buruh
Upah Buruh Mahal, Perusahaan Alas Kaki Alihkan Produksi ke Vietnam
RUNIK SRI ASTUTI 20 Februari 2018
SIDOARJO, KOMPAS — PT ECCO Indonesia, perusahaan alas kaki asal Denmark, tahun ini mulai mengalihkan sebagian produksinya dari Indonesia ke Vietnam. Langkah itu diambil karena kondisi bisnis di Tanah Air kurang menguntungkan. Penyebabnya beban upah tenaga kerja tinggi seiring kenaikan upah minimum dan upah sektoral. Manager Business Relation PT ECCO Indonesia PT ECCO Indonesia mengatakan, pengalihan
https://kompas.id/baca/utama/2018/02/20/upah-buruh-mahal-perusahaan-alas-kaki-alihkan-produksi-ke-vietnam/
10.500 Pekerja Terancam
21 Februari 2018
SIDOARJO, KOMPAS — Sedikitnya 10.500 tenaga kerja di sektor industri manufaktur di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, terancam dirumahkan menyusul gelombang relokasi ke luar negeri. Kondisi bisnis di dalam negeri dinilai lebih berat karena beban upah tenaga kerja tinggi, padahal pasar global belum pulih sepenuhnya. Ancaman perumahan karyawan setidaknya berasal dari industri alas kaki PT Ecco
https://kompas.id/baca/nusantara/2018/02/21/10-500-pekerja-terancam/
Relokasi Bisa Berlanjut
22 Februari 2018
SIDOARJO, KOMPAS — Gelombang relokasi industri berpotensi berlanjut karena iklim usaha kalah kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Tingginya biaya tenaga kerja belum sebanding dengan peningkatan produktivitas sehingga menurunkan daya saing produk yang dihasilkan. Salah satu industri yang berpotensi melakukan relokasi usaha ke luar negeri adalah produsen alas kaki. Alasannya, industri manufaktur ini bersifat padat karya
https://kompas.id/baca/nusantara/2018/02/22/relokasi-bisa-berlanjut/
Saturday, February 3, 2018
GoPro PHK Ratusan Karyawan
Lagi, GoPro PHK Ratusan Karyawan Divisi Drone
Mengutip Tech Crunch, Minggu (7/1/2018), berdasarkan seorang sumber, karyawan yang bakal PHK adalah mereka yang berada di bawah divisi drone Karma.
Melalui surat yang diterima oleh karyawan yang terancam PHK, GoPro menjelaskan, pemutusan hubungan kerja ini merupakan bagian dari restruktur bisnis. Tujuannya untuk menyelaraskan sumber daya dengan bisnis.
Meski pemberitahuan PHK telah diumumkan melalui surat, karyawan-karyawan yang terdampak masih akan bekerja hingga menerima gaji pada 16 Februari mendatang.
Pengetatan jumlah karyawan untuk divisi drone GoPro bukan lagi jadi kejutan, apalagi setelah berbagai kejadian yang menimpa drone Karma GoPro. Sejak awal drone milik GoPro ini sempat kehilangan daya saat terbang, akibatnya perusahaan menarik kembali dari pasaran.
Perusahaan menghentikan sementara penjualan produk tersebut dan menghadirkan kembali di pasaran pada Februari 2017. Kendati begitu, di saat yang sama, penjualan terhadap drone karma kalah dari rivalnya, DJI dengan produk barunya seperti Mavic Pro, dan Spark ke pasaran.
November 2016, GoPro mengumumkan penarikan 2.500 unit drone Karma-nya yang baru saja diluncurkan September lalu. Menurut keterangan perusahaan, drone Karma ditarik lantaran beberapa pengguna melaporkan, saat diterbangkan, drone tersebut kehilangan tenaga sehingga terjatuh menghantam tanah.
Adalah Brian Warholak, pengguna drone yang baru-baru ini mengunggah video tersebut ke situs berbagi video. Awalnya, drone GoPro Karma itu terbang dengan apik dan merekam gambar dari atas.
Sayangnya, dalam beberapa menit setelah terbang setinggi 170 kaki, mendadak drone tersebut kehilangan tenaga dan jatuh menghantam tanah.
"Aku menerbangkan GoPro Karma-ku untuk yang kedua kalinya. Tiba-tiba saja drone tersebut kehilangan tenaga di ketinggian 170 kaki dan jatuh ke tanah. Saya telah menghubungi pihak GoPro Support dan mengunggah foto dan log penerbangan drone," kata Warholak.
GoPro pun menarik kembali unit drone GoPro Karma bermasalah tersebut. Saat itu, konsumen diminta untuk me-refund (pengembalian dana) pembelian GoPro.
Pada kenyataannya, penjualan produk GoPro terus terpuruk. Pemasukan perusahaan pembesut kamera action ini pada 2016 bahkan merosot ketimbang 2015.
Karena pemasukan berkurang, otomatis GoPro juga harus mengalami kerugian sebesar US$ 420 juta (Rp 5,6 triliun) pada 2016. Karena rugi bandar, akibatnya GoPro mau tak mau harus memotong jumlah karyawannya agar laju finansial perusahaan tetap bergerak stabil.
Sepak terjang bisnis GoPro sendiri bisa dibilang cukup terpuruk selama tiga tahun terakhir. Sebelumnya, GoPro juga melakukan PHK terhadap 270 karyawan, tak cuma itu perusahaan juga melakukan hal yang sama ke lebih dari 200 karyawan full-time. Alhasil, perusahaan harus melakukan restrukturisasi besar-besaran.
Selain itu, Tony Bates yang ditunjuk sebagai Presiden pada Juni 2014, menyatakan akan mengundurkan diri pada akhir 2017. Ia sebelumnya adalah Executive Vice President Microsoft dan Chief Executive Officer (CEO) Skype Technologies SA.
Proses restrukturisasi mengurangi biaya operasional sebesar US$ 650 juta atau sekitar Rp 8,6 triliun dan bisa mencapai tujuan perusahaan untuk mengembalikan keuntungan pada tahun ini. Sementara, restrukturisasi sendiri memakan biaya US$ 33 juta (Rp 439 miliar).
Sumber :
http://tekno.liputan6.com/read/3216588/lagi-gopro-phk-ratusan-karyawan-divisi-drone
Mengutip Tech Crunch, Minggu (7/1/2018), berdasarkan seorang sumber, karyawan yang bakal PHK adalah mereka yang berada di bawah divisi drone Karma.
Melalui surat yang diterima oleh karyawan yang terancam PHK, GoPro menjelaskan, pemutusan hubungan kerja ini merupakan bagian dari restruktur bisnis. Tujuannya untuk menyelaraskan sumber daya dengan bisnis.
Meski pemberitahuan PHK telah diumumkan melalui surat, karyawan-karyawan yang terdampak masih akan bekerja hingga menerima gaji pada 16 Februari mendatang.
Pengetatan jumlah karyawan untuk divisi drone GoPro bukan lagi jadi kejutan, apalagi setelah berbagai kejadian yang menimpa drone Karma GoPro. Sejak awal drone milik GoPro ini sempat kehilangan daya saat terbang, akibatnya perusahaan menarik kembali dari pasaran.
Perusahaan menghentikan sementara penjualan produk tersebut dan menghadirkan kembali di pasaran pada Februari 2017. Kendati begitu, di saat yang sama, penjualan terhadap drone karma kalah dari rivalnya, DJI dengan produk barunya seperti Mavic Pro, dan Spark ke pasaran.
November 2016, GoPro mengumumkan penarikan 2.500 unit drone Karma-nya yang baru saja diluncurkan September lalu. Menurut keterangan perusahaan, drone Karma ditarik lantaran beberapa pengguna melaporkan, saat diterbangkan, drone tersebut kehilangan tenaga sehingga terjatuh menghantam tanah.
Adalah Brian Warholak, pengguna drone yang baru-baru ini mengunggah video tersebut ke situs berbagi video. Awalnya, drone GoPro Karma itu terbang dengan apik dan merekam gambar dari atas.
Sayangnya, dalam beberapa menit setelah terbang setinggi 170 kaki, mendadak drone tersebut kehilangan tenaga dan jatuh menghantam tanah.
"Aku menerbangkan GoPro Karma-ku untuk yang kedua kalinya. Tiba-tiba saja drone tersebut kehilangan tenaga di ketinggian 170 kaki dan jatuh ke tanah. Saya telah menghubungi pihak GoPro Support dan mengunggah foto dan log penerbangan drone," kata Warholak.
GoPro pun menarik kembali unit drone GoPro Karma bermasalah tersebut. Saat itu, konsumen diminta untuk me-refund (pengembalian dana) pembelian GoPro.
Pada kenyataannya, penjualan produk GoPro terus terpuruk. Pemasukan perusahaan pembesut kamera action ini pada 2016 bahkan merosot ketimbang 2015.
Karena pemasukan berkurang, otomatis GoPro juga harus mengalami kerugian sebesar US$ 420 juta (Rp 5,6 triliun) pada 2016. Karena rugi bandar, akibatnya GoPro mau tak mau harus memotong jumlah karyawannya agar laju finansial perusahaan tetap bergerak stabil.
Sepak terjang bisnis GoPro sendiri bisa dibilang cukup terpuruk selama tiga tahun terakhir. Sebelumnya, GoPro juga melakukan PHK terhadap 270 karyawan, tak cuma itu perusahaan juga melakukan hal yang sama ke lebih dari 200 karyawan full-time. Alhasil, perusahaan harus melakukan restrukturisasi besar-besaran.
Selain itu, Tony Bates yang ditunjuk sebagai Presiden pada Juni 2014, menyatakan akan mengundurkan diri pada akhir 2017. Ia sebelumnya adalah Executive Vice President Microsoft dan Chief Executive Officer (CEO) Skype Technologies SA.
Proses restrukturisasi mengurangi biaya operasional sebesar US$ 650 juta atau sekitar Rp 8,6 triliun dan bisa mencapai tujuan perusahaan untuk mengembalikan keuntungan pada tahun ini. Sementara, restrukturisasi sendiri memakan biaya US$ 33 juta (Rp 439 miliar).
Sumber :
http://tekno.liputan6.com/read/3216588/lagi-gopro-phk-ratusan-karyawan-divisi-drone
Fujifilm PHK 10.000 Karyawan
Fujifilm PHK 10.000 Karyawan untuk Realisasikan Bisnis Patungan dengan Xerox
Fujifilm Holdings akan memangkas sebanyak 10.000 karyawan secara global sebagai salah satu langkah restrukturisasi bisnis. Perusahaan ini hampir mencapai kesepakatan menjalankan usaha patungan aliasjoint venture dengan Xerox Corp.
Kerja sama ini sebagai langkah untuk bertahan di tengah penurunan bisnis fotokopi. Fujifilm akan memiliki 75 persen di joint venture ini yang nantinya akan berubah nama menjadi Fuji Xerox.
Jumlah tersebut setara dengan hampir setengah dari nilai penjualan dan keuntungan operasi perusahaan asal Jepang ini.
Xerox Corp menguasai 25 persen saham sisanya. Perusahaan ini telah mendapat tekanan dari para pemegang saham untuk mencari opsi strategis dan bernegosiasi untuk kerja sama yang menguntungkan dengan Fujifilm.
Pengumuman pemangkasan karyawan tersebut mencuat setelah Wall Street Journal melaporkan Xerox Corp selangkah lagi akan mencapai kesepakatan untuk menyerahkan kendali perusahaan ke Fujifilm.
Fujifilm mengatakan akan menganggarkan biaya restrukturisasi sebesar 49 miliar yen atau US$ 450,95 juta di semester I tahun fiskal 2017 yang akan berakhir sampai Maret 2018.
Perusahaan ini juga menurunkan perkiraan keuntungan profit untuk tahun ini menjadi 130 miliar yen dari sebelumnya 185 miliar yen sebagai bagian dari restrukturisasi.
Perusahaan ini juga akan melakukan penutupan atau mengintegrasikan sejumlah basis manufaktur serta menurunkan biaya produksi tahunan sebesar 50 miliar yen hingga Maret 2020.
Sampai Maret 2017, Fuji Xerox memiliki lebih dari 47.000 karyawan. Itu berarti, akan ada pemotongan jumlah karyawan sebanyak seperlima dari total karyawan yang ada.
Xerox berada di bawah tekanan untuk menemukan sumber pertumbuhan baru karena berjuang untuk menemukan kembali bisnis warisannya di tengah menurunnya permintaan bisnis mesin peralatan kantor.
Fujifilm juga mencoba merampingkan bisnis mesin fotokopinya dengan fokus yang lebih besar pada layanan solusi dokumen.
Sumber :
http://www.tribunnews.com/bisnis/2018/02/01/fujifilm-phk-10000-karyawan-untuk-realisasikan-bisnis-patungan-dengan-xerox
Fujifilm Holdings akan memangkas sebanyak 10.000 karyawan secara global sebagai salah satu langkah restrukturisasi bisnis. Perusahaan ini hampir mencapai kesepakatan menjalankan usaha patungan aliasjoint venture dengan Xerox Corp.
Kerja sama ini sebagai langkah untuk bertahan di tengah penurunan bisnis fotokopi. Fujifilm akan memiliki 75 persen di joint venture ini yang nantinya akan berubah nama menjadi Fuji Xerox.
Jumlah tersebut setara dengan hampir setengah dari nilai penjualan dan keuntungan operasi perusahaan asal Jepang ini.
Xerox Corp menguasai 25 persen saham sisanya. Perusahaan ini telah mendapat tekanan dari para pemegang saham untuk mencari opsi strategis dan bernegosiasi untuk kerja sama yang menguntungkan dengan Fujifilm.
Pengumuman pemangkasan karyawan tersebut mencuat setelah Wall Street Journal melaporkan Xerox Corp selangkah lagi akan mencapai kesepakatan untuk menyerahkan kendali perusahaan ke Fujifilm.
Fujifilm mengatakan akan menganggarkan biaya restrukturisasi sebesar 49 miliar yen atau US$ 450,95 juta di semester I tahun fiskal 2017 yang akan berakhir sampai Maret 2018.
Perusahaan ini juga menurunkan perkiraan keuntungan profit untuk tahun ini menjadi 130 miliar yen dari sebelumnya 185 miliar yen sebagai bagian dari restrukturisasi.
Perusahaan ini juga akan melakukan penutupan atau mengintegrasikan sejumlah basis manufaktur serta menurunkan biaya produksi tahunan sebesar 50 miliar yen hingga Maret 2020.
Sampai Maret 2017, Fuji Xerox memiliki lebih dari 47.000 karyawan. Itu berarti, akan ada pemotongan jumlah karyawan sebanyak seperlima dari total karyawan yang ada.
Xerox berada di bawah tekanan untuk menemukan sumber pertumbuhan baru karena berjuang untuk menemukan kembali bisnis warisannya di tengah menurunnya permintaan bisnis mesin peralatan kantor.
Fujifilm juga mencoba merampingkan bisnis mesin fotokopinya dengan fokus yang lebih besar pada layanan solusi dokumen.
Sumber :
http://www.tribunnews.com/bisnis/2018/02/01/fujifilm-phk-10000-karyawan-untuk-realisasikan-bisnis-patungan-dengan-xerox
Clarks Indonesia PHK 175 Karyawan
Toko Tutup, Clarks Indonesia PHK 175 Karyawan
Pihak manajemen dari PT Anglo Distrindo Antara selaku pemegang prinsipal merek Clarks dari Inggris menyebut Clarks di Indonesia punya 25 toko dan 1 kantor.
Salah satu manajemen Anglo Distrindo, Rubby Destrison mengatakan rata-rata toko punya karyawan empat sampai lima orang. Bila Clarks punya 25 toko di Indonesia, itu berarti perkiraan karyawan toko yang kena dampak penutupan paling banak 125 orang.
"Kita sudah kurangi karyawan kami di office dan butik (toko)," kata Rubby kepada detikFinance, Rabu (31/1/2018).
Tak hanya toko, karyawan di kantor manajemen Anglo Distrindo pun terkena dampak dari penutupan ini. Mengingat, Anglo hanya menaungi satu merek prinsipal di Indonesia.
"Waktu 2017 awal itu jumlah di office itu masih di angka 50-an sekarang yang tersisa hanya 9 yang sebentar lagi pasti dikurangi juga," katanya.
Baca juga: Clarks Mau Tutup, Sepatu Ini Dijual Rp 700 Ribu dari Rp 2,5 Juta
Meski begitu, Rubby memastikan manajemen akan menbayarkan hak-ak para pekerja tersebut.
"Tunjangan pesangon mereka dapat," tuturnya.
Salah seorang penjaga toko Clarks di Mal Senayan City, Fitri juga mengatakan hal senada. Dia dan rekan kerjanya yang lain sudah tahu akan di-PHK seiring dengan tutupnya toko.
Hingga kini ada dari 25 toko ada 10 gerai Clarks di Indonesia yang masih buka dan menggelar diskon besar-besaran. Manajemen perusahaan sepakat untuk menutup bisnisnya Februari mendatang. Meski ada toko yang masih buka, itu karena Clarks masih terikat kontrak dengan mal.
Sumber :
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3843061/toko-tutup-clarks-indonesia-phk-175-karyawan
Pihak manajemen dari PT Anglo Distrindo Antara selaku pemegang prinsipal merek Clarks dari Inggris menyebut Clarks di Indonesia punya 25 toko dan 1 kantor.
Salah satu manajemen Anglo Distrindo, Rubby Destrison mengatakan rata-rata toko punya karyawan empat sampai lima orang. Bila Clarks punya 25 toko di Indonesia, itu berarti perkiraan karyawan toko yang kena dampak penutupan paling banak 125 orang.
"Kita sudah kurangi karyawan kami di office dan butik (toko)," kata Rubby kepada detikFinance, Rabu (31/1/2018).
Tak hanya toko, karyawan di kantor manajemen Anglo Distrindo pun terkena dampak dari penutupan ini. Mengingat, Anglo hanya menaungi satu merek prinsipal di Indonesia.
"Waktu 2017 awal itu jumlah di office itu masih di angka 50-an sekarang yang tersisa hanya 9 yang sebentar lagi pasti dikurangi juga," katanya.
Baca juga: Clarks Mau Tutup, Sepatu Ini Dijual Rp 700 Ribu dari Rp 2,5 Juta
Meski begitu, Rubby memastikan manajemen akan menbayarkan hak-ak para pekerja tersebut.
"Tunjangan pesangon mereka dapat," tuturnya.
Salah seorang penjaga toko Clarks di Mal Senayan City, Fitri juga mengatakan hal senada. Dia dan rekan kerjanya yang lain sudah tahu akan di-PHK seiring dengan tutupnya toko.
Hingga kini ada dari 25 toko ada 10 gerai Clarks di Indonesia yang masih buka dan menggelar diskon besar-besaran. Manajemen perusahaan sepakat untuk menutup bisnisnya Februari mendatang. Meski ada toko yang masih buka, itu karena Clarks masih terikat kontrak dengan mal.
Sumber :
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3843061/toko-tutup-clarks-indonesia-phk-175-karyawan
Bumiputera PHK 1.100 Karyawan
Bumiputera PHK 1.100 Karyawan Demi Penyelamatan
Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) resmi melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan 1.100 karyawan yang berasal dari berbagai jenjang jabatan, seperti agen, administrasi, aktuaria, dan lainnya.
Hal ini dilakukan setelah AJBB resmi memutus kerja sama dengan PT Evergreen Invesco Tbk (GREN) untuk merestrukturisasi asuransi tertua di Indonesia ini melalui PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB).
Pengelola Statuter Bidang Sumber Daya Manusia, Umum, dan Komunikasi AJBB Adhi M. Massardhi mengatakan, PHK yang dilakukan telah dikomunikasikan kepada karyawan dan telah dilangsungkan dengan kesepakatan antar kedua belah pihak.
“Kami sudah alokasikan dana PHK sebagai bentuk kewajiban,” ujar Adhi, Jumat (26/1).
Selain telah mengurus kewajiban PHK dari perusahaan, menurutnya, karyawan juga ada yang dimigrasikan ke PT Asuransi Jiwa Bhinneka, yang merupakan perusahaan ganti nama dari AJB untuk dikelola Evergreen setelah resmi tak bekerja sama lagi.
Dengan PHK tersebut, Adhi memastikan, tak akan mengganggu proses bangkitnya AJB pada waktu selanjutnya. Sebab, AJB masih memiliki sekitar 2.100 karyawan untuk diajak bekerja sama merestrukturisasi perusahaan dengan menggaet investor lain.
“Buat perusahaan asuransi dengan usia 106 tahun tidak masalah. Ini sekaligus kemungkinan akan melakukan perbaikan organisasi,” katanya.
Terutama untuk agen, ia bilang, perusahaan juga masih bisa memaksimalkan jumlah agen yang tersisa untuk memasarkan produk yang ditargetkan bisa dilakukan kembali pada Februari 2018.
Sebelumnya, AJBB resmi memutus kerja sama dengan Evergreen lantaran dianggap tak lagi satu visi dalam merestrukturisasi AJB. Untuk itu, AJBB akan mencari investor lain untuk merestrukturisasi kembali AJB.
Sumber :
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180131123910-78-272864/bumiputera-phk-1100-karyawan-demi-penyelamatan
Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) resmi melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan 1.100 karyawan yang berasal dari berbagai jenjang jabatan, seperti agen, administrasi, aktuaria, dan lainnya.
Hal ini dilakukan setelah AJBB resmi memutus kerja sama dengan PT Evergreen Invesco Tbk (GREN) untuk merestrukturisasi asuransi tertua di Indonesia ini melalui PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB).
Pengelola Statuter Bidang Sumber Daya Manusia, Umum, dan Komunikasi AJBB Adhi M. Massardhi mengatakan, PHK yang dilakukan telah dikomunikasikan kepada karyawan dan telah dilangsungkan dengan kesepakatan antar kedua belah pihak.
“Kami sudah alokasikan dana PHK sebagai bentuk kewajiban,” ujar Adhi, Jumat (26/1).
Selain telah mengurus kewajiban PHK dari perusahaan, menurutnya, karyawan juga ada yang dimigrasikan ke PT Asuransi Jiwa Bhinneka, yang merupakan perusahaan ganti nama dari AJB untuk dikelola Evergreen setelah resmi tak bekerja sama lagi.
Dengan PHK tersebut, Adhi memastikan, tak akan mengganggu proses bangkitnya AJB pada waktu selanjutnya. Sebab, AJB masih memiliki sekitar 2.100 karyawan untuk diajak bekerja sama merestrukturisasi perusahaan dengan menggaet investor lain.
“Buat perusahaan asuransi dengan usia 106 tahun tidak masalah. Ini sekaligus kemungkinan akan melakukan perbaikan organisasi,” katanya.
Terutama untuk agen, ia bilang, perusahaan juga masih bisa memaksimalkan jumlah agen yang tersisa untuk memasarkan produk yang ditargetkan bisa dilakukan kembali pada Februari 2018.
Sebelumnya, AJBB resmi memutus kerja sama dengan Evergreen lantaran dianggap tak lagi satu visi dalam merestrukturisasi AJB. Untuk itu, AJBB akan mencari investor lain untuk merestrukturisasi kembali AJB.
Sumber :
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180131123910-78-272864/bumiputera-phk-1100-karyawan-demi-penyelamatan
Subscribe to:
Posts (Atom)
Related Posts
-
Kamar mandi / toilet biasanya dilengkapi dengan perlengkapan untuk buang air kecil maupun besar. Kamar mandi yang dilengkapi dengan urina...
-
Performa Industri: Quality, Productivity, Safety, Cost. Manakah yang perlu diprioritaskan? Banyak sekali metode-metode yang dapat dipakai un...
-
Problem di gudang biasanya bukan SOP-nya yang tidak ada, tapi pelaksanaan SOP di lapangan. Yang bisa membantu melacak kehilangan baran...
-
10 Alasan Kenapa Promosi Keselamatan Kerja Anda Wajib Menggunakan Gambar Visual Kenapa setiap Promosi Kesehatan dan Keselamatan K...
-
Ada 7 Poin Penting seputar "Good WareHouse Practice" yang wajb diketahui. Kesehatan dan Keselamatan Kerka atau K3 di ruang ...